Dulu, ada masa dalam hidup saya ketika berpikir cuti haid itu mengada-ada, dan membuat perempuan pekerja menjadi malas, manja, dan merugikan perusahaan. Kala itu, saya tidak sering mengalami sakit menstruasi berlebihan yang memengaruhi fisik dan psikis saya.
Jika ada rekan kerja yang mengambil cuti haid, saya akan skeptis dan menuduhnya macam-macam di dalam hati saya. Empati saya mengenai menstruasi dan fakta biologis khas perempuan saya ini tumbuh dengan sangat lambat.
Hingga pada suatu waktu, saya mulai mengalami sendiri gejala-gejala fisik dan psikis yang menyakitkan saat menstruasi. Namun, tetap saja saya belum berempati kepada para perempuan yang mengalami hal serupa karena tidak menyadarinya.
Setelah menjadi ibu dua anak, saya merasa tubuh saya melemah dan gampang sekali sakit. Hampir setiap bulan saya tumbang karena sakit kepala, pusing, demam, meriang, flu, mual, dan diare.
Saya menyalahkan aktivitas saya yang terlalu padat, serta tugas-tugas sosial saya sebagai ibu dalam merawat, memasak bekal, mengantar-jemput sekolah, dan membantu mengerjakan tugas sekolah mereka. Saya berpikir, sepertinya berbagai kegiatan tersebut membuat saya kelelahan.
Saya menyalahkan makanan yang saya konsumsi. Saya menganggap nutrisi dan asupan gizi saya kurang, padahal saya tergolong jarang jajan sembarangan dan rajin mengonsumsi sayuran dan buah.
Saya menyalahkan intensitas olahraga saya, dan saya jadi berpikir dua kali untuk terus rutin berolahraga karena takut jatuh sakit. Sementara, masih banyak kewajiban yang harus saya selesaikan.
Sepertinya saya menafikan diri saya sendiri, keperempuanan, dan fakta biologis saya. Saya masih bersikap keras terhadap diri sendiri karena saya tidak menyadari bahwa sebagai perempuan yang masih mengalami menstruasi, ada hormon-hormon dalam tubuh saya yang mengalami perubahan sebelum dan sepanjang siklus menstruasi, terjadi setiap bulan, dan berakibat pada perubahan keadaan fisik dan psikis saya.
Selama ini, ketika saya mengalami sakit menstruasi, saya hanya menganggap tubuh saya sedang tidak fit, kelelahan, dan tidak ada hubungannya dengan siklus menstruasi saya.
Lucunya, apabila terjadi perubahan psikis saya dengan drastis, seperti mood swings, lekas marah, kecemasan, dan sensitivitas yang meningkat, juga keinginan besar untuk menangis, saya sangat sadar bahwa hal-hal tersebut pasti sangat berkaitan dengan datangnya menstruasi.
Baca juga: Hidup dengan Gangguan Reproduksi dan Tuduhan Bukan ‘Perempuan Utuh’
Belakangan ini, gejala-gejala psikis terkait menstruasi tersebut intensitasnya bertambah parah dan sangat menyiksa saya, bahkan ditambah pula dengan masalah kepercayaan diri yang tiba-tiba anjlok, gejala depresi yang datang tiba-tiba, keputusasaan akan tujuan hidup saya, ketegangan tidak rasional, dan perasaan yang tidak karuan.
Setelah banyak membaca, saya menemukan sebuah istilah baru, yaitu pre-menstrual dysphoric disorder (PMDD) atau kelainan disforik pramenstruasi. Saya berpikir pengalaman kesakitan saya selama mengalami menstruasi belakangan ini terkait hal tersebut. Berbeda dengan sindrom pramenstruasi (PMS), PMDD dikategorikan sebagai gangguan kejiwaan. Ada kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh perubahan hormon progesteron dan estrogen ketika menjelang atau sedang menstruasi.
Dari sebuah artikel kesehatan, saya mengetahui bahwa perubahan kadar hormon estrogen dalam tubuh dapat memengaruhi kerja senyawa kimia bernama serotonin pada otak yang mengontrol emosi dan suasana hati. Serotonin juga biasa dikenal sebagai hormon bahagia.
Saya pun mencari tahu bagaimana menaikkan kadar serotonin secara alami, khususnya saat gejala sakit menstruasi timbul, tanpa bantuan obat-obatan. Berikut beberapa hal yang saya temukan dari berbagai sumber dan saya praktikkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengatasi perubahan fisik dan psikis yang saya alami ketika menjelang dan mengalami menstruasi.
-
Berolahraga
Berolahraga dikatakan dapat memicu pelepasan trifopan dalam darah, yaitu senyawa asam amino esensial yang berpengaruh menciptakan serotonin dalam tubuh. Olahraga yang saya lakukan adalah jalan pagi dan bersepeda di sekitar kompleks perumahan selama 15-30 menit.
-
Konsumsi makanan dengan kandungan trifopan tinggi
Di samping olahraga, saya mempelajari bahwa trifopan juga ditemukan dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Beberapa contoh makanan yang mengandung trifopan tinggi adalah tahu, tempe, salmon, kacang-kacangan, telur dan keju. Semuanya adalah makanan yang relatif gampang kita dapatkan dan tinggi protein.
Baca juga: Kisah Menstruasi Pertama: Siklus Ketidaktahuan Menahun
-
Berjemur
Dalam sebuah artikel yang dipublikasikan jurnal ilmiah NCBI tahun 2017, dinyatakan bahwa sinar matahari berperan dalam meningkatkan serotonin di tubuh seseorang. Berangkat dari situ, saya pun mulai menyempatkan diri untuk berjemur sembari telungkup selama 10-20 menit dengan pakaian minim, berbekal krim sinar matahari dan tikar yoga di bawah sinar matahari pagi.
-
Menggeser pikiran
Pada tahun 2017, seorang peneliti bernama Perrau Linck bersama timnya, menemukan bahwa pikiran positif, baik yang ditimbulkan secara mandiri maupun dengan psikoterapi dapat mengubah metabolisme otak, termasuk meningkatkan kadar serotonin.
Cara mandiri untuk menggeser pikiran sehingga bisa meningkatkan mood adalah dengan memikirkan hal-hal menyenangkan, menghitung kebahagiaan, dan bersyukur.
Selain informasi-informasi tadi, saya juga kemudian menemukan dua cara yang membantu saya mengatasi perubahan tubuh dan psikis saat menstruasi. Pertama, mengenali dan mencatat siklus menstruasi. Cara tersebut membuat saya lebih sadar ketika terjadi perubahan hormonal dalam tubuh saya.
Cara kedua adalah dengan belajar menerima keadaan. Perbedaan biologis keperempuanan saya ini pada siklusnya memang terkadang menghambat berbagai aktivitas sehari-hari dan mengubah cara saya melihat dan merasakan sesuatu. Namun, setelah mencoba berbagai usaha, ketika gejala-gejala fisik dan psikis tersebut masih saja terjadi, saya akhirnya berhenti sejenak dan menerima keadaan sebagai bentuk dari perawatan diri dan kecintaan diri.
Saya memperpanjang waktu istirahat saya dengan tidur lebih cepat atau bangun sedikit lebih siang dan melakukan berbagai aktivitas sesuai kemampuan tubuh saya ketika sedang menjelang atau mengalami menstruasi. Hal tersebut memang tidak menghilangkan gejala-gejala yang saya alami, namun saya menjadi lebih tenang menjalani hari dan tidak lagi bersikap keras terhadap tubuh sendiri ketika sedang dalam kondisi lemah di tengah menstruasi.
Saya juga terkadang menonton film lucu untuk menginduksi pikiran positif, atau sebaliknya menonton film sedih untuk melampiaskan keinginan besar saya untuk menangis ketika menstruasi.