December 5, 2025
Issues Politics & Society

Setelah Pemakzulan Gagal, Apa yang Bisa Dilakukan Warga Pati?

Empat bulan perjuangan memakzulkan Sudewo terjegal Sidang Paripurna DPRD Pati. Apa harapan yang tersisa sekarang?

  • November 13, 2025
  • 5 min read
  • 486 Views
Setelah Pemakzulan Gagal, Apa yang Bisa Dilakukan Warga Pati?

Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pati resmi menolak pemakzulan Bupati Sudewo (31/10). Enam dari tujuh fraksi partai DPRD yang menolak pemakzulan berpendapat, Bupati Pati masih bisa memperbaiki kinerjanya, demikian dilansir dari Antara.

Sontak banyak masyarakat setempat kecewa. 

Safika, 22, salah satu warga Pati berkomentar, “Alih-alih mencerminkan suara rakyat, keputusan ini lebih seperti kompromi politik.”   

Senada dengan Safika, Cyva Pradhika, 23, menilai keputusan DPRD itu sekadar akrobat partai politik. “Dari hasil voting di DPRD Pati menunjukkan lemahnya sistem keterwakilan dalam demokrasi. Anggota dewan hanya menjadi perpanjangan tangan partai politik dan melayani kepentingan penguasa,” tuturnya. 

Selama ini, anggota DPRD Pati memang kerap tersandera kepentingan partai politik. Dari enam partai yang menolak pemakzulan, semuanya tergabung pada koalisi penguasa. Bagi warga, hal itu mempertegas perjuangan rakyat tidak bisa hanya diserahkan pada lembaga politik. 

Baca Juga: ‘All Eyes on Pati’: Rakyat Lawan Arogansi Penguasa

Perlawanan Sipil 

Mulyati, Koordinator Lapangan (Korlap) AMPB sudah menduga sejak awal keputusan DPRD Pati bakal menguntungkan Sudewo. Saat keputusan diumumkan, AMPB sendiri tengah berdemo di depan Gedung DPRD Pati.   

“Memang kita sebenarnya tidak terlalu kaget dengan putusan itu. Jadi ya kita sudah tidak akan percaya lagi dengan para anggota Dewan yang katanya mereka wakil masyarakat tapi ternyata itu mengkhianati masyarakat. Tidak sesuai dengan omongannya, tidak sesuai dengan suaranya yang dari pertama begitu menggebu-gebu memakzulkan Sudewo,” ujar Mulyati kepada Magdalene.   

DPRD Pati, kata Mulyati, seharusnya berjalan beriringan dengan keinginan masyarakat setempat. Namun, semangat itu melempem karena tekanan publik pada anggota DPRD ikut turun. AMPB pun akhirnya jalan sendiri. mendirikan posko AMPB, walau tak mendapat dukungan penuh DPRD.    

Perjuangan mengawal proses hak angket selama empat bulan terakhir, juga diwarnai teror dan intimidasi. Rumah Teguh Istiyanto salah satu koordinator AMPB dibakar orang tak dikenal. Mulyati sendiri curiga pasti peristiwa itu merupakan bagian intimidasi dan cara menakuti aktivis Pati yang bersuara.   

Di tengah lemahnya dukungan politik, AMPB berencana menempuh jalur lain, dengan mengadukan Sudewo ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Diduga Sudewo terlibat dalam kasus dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA), Kementerian Perhubungan, saat dia menjabat anggota Komisi V DPR. 

Baca Juga: #DimulaidariPati: Ribuan Warga Pati Menuntut Sudewo Mundur dari Jabatan

“Kami ingin punya pemimpin yang bersih, kalau ada yang melanggar segera ditindak sebagai efek jera. Jangan sampai [warga Pati] dipimpin oleh orang-orang yang melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Teguh di gedung KPK saat itu (1/9), dikutip dari BBC Indonesia

Mulyati bilang, “KPK sendiri bilang Sudewo memang terlibat di dalam kasus korupsi itu. Bupati Sudewo telah mengembalikan sejumlah uang 720 juta,” katanya, menirukan ucapan pejabat KPK saat demo di Jakarta. 

“Kami rasa walaupun uang sudah dikembalikan, tapi kan tindakan hukumnya masih harus terus berjalan oleh KPK. KPK waktu itu berbicara seperti itu kepada kami AMPB,” tambahnya. 

Namun setelah hampir empat bulan menunggu hingga keputusan DPRD keluar, KPK belum juga mengumumkan Sudewo sebagai tersangka. “Padahal, KPK telah berjanji kepada masyarakat Pati akan menindak dengan tegas dan cepat seruan dari AMPB,” kata Mulyati. 

Ia menilai hal itu kontras dengan pernyataan Presiden Prabowo, “yang kerap melemparkan suara tegas jika kadernya korupsi akan ditindak cepat, tapi buktinya ini nggak ada dilakukan kepada Sudewo yang kader partai Gerindra dalam kasus korupsi.” 

Baca Juga: Kenapa #PatiMelawan Bisa Kompak dan Besar: POV Akamsi Pati  

Kriminalisasi Aktivis dan Harapan Warga 

Alih-alih mendapat keadilan, dua aktivis AMPB justru ditangkap pihak Kepolisian. Teguh dan Supriyono alias Botok, dijebloskan ke penjara dengan alasan menghasut dan menghalangi jalan pantura saat usai Sidang Paripurna DPRD. Padahal keduanya aktif menyuarakan agar Sudewo dimakzulkan, termasuk saat aksi di depan Gedung KPK. 

Belum tuntas kasus rumah Teguh yang dibakar, ia malah mendekam lebih dulu di penjara dibanding pelaku. “Kita sampai saat ini kan pelakunya belum diketahui, yang membakar itu siapa. Manusia kan hidup pakai logika, siapa sih musuh kita gitu kan, jadi ya itulah kita curiga pasti, kita tidak menjudge dulu, karena pelakunya memang belum ditangkap,” ujar Mulyati lagi. 

Menurutnya, orang-orang di AMPB kerap didatangi pihak aparat. 

“Oknum dari Kepolisian kerap bertanya tindakan dan aksi apa yang akan dilakukan aliansi,” katanya. 

“Jadi memang kita dari sejak pertama demo selalu mendapat perlakuan tidak adil. Kalau keluarga yang awam kan tidak mengerti dan ketakutan didatangi pihak aparat, seolah-olah ada apa gitu loh, kok sampai aparat datang ke rumah, yah curiga mencurigai pada saat itu memang perlu,” ujarnya. 

Baik Mulyati, Fika, Cyva dan AMPB mengecam penangkapan itu. Mereka menuntut polisi menghentikan kriminalisasi dan membebaskan Teguh serta Supriyono. 

Fika dan Cyva tetap berharap Sudewo dimakzulkan. Mereka menilai kepemimpinannya sudah tidak layak dan jauh dari harapan rakyat. “Kasus dugaan korupsinya (semoga juga) ditindak KPK,” kata Fika. 

Bagi mereka, kegagalan pemakzulan bukan akhir perjuangan, tapi titik awal untuk menegaskan kembali hak warga dalam menuntut keadilan. “Kalau masyarakat diam, maka penguasa akan terus semena-mena,” ujar Cyva. 

About Author

Ahmad Khudori

Ahmad Khudori adalah seorang anak muda penyuka kelucuan orang lain, biar terpapar lucu.