Issues Opini Politics & Society

Subur Praktik Pungli di Tanah Pertiwi

Adakah solusi untuk memberantas praktik pungli sampai ke akar-akarnya?

Avatar
  • March 24, 2025
  • 5 min read
  • 249 Views
Subur Praktik Pungli di Tanah Pertiwi

Pungutan liar atau pungli sudah lekat dan mungkin sudah ‘dimaklumi’ dalam keseharian masyarakat Indonesia. Mulai dari hal kecil, misalnya, kita sudah akrab dengan aktivitas juru parkir liar yang meminta ‘jatah’ kepada konsumen maupun pelaku usaha.

Di level lebih tinggi, pungli melibatkan oknum organisasi kemasyarakatan (ormas) hingga pejabat publik. Jika terus dibiarkan, praktik ini tidak hanya merugikan konsumen, tapi juga memengaruhi iklim bisnis secara keseluruhan.

 

Tidak sedikit pengusaha yang terpaksa gulung tikar akibat tingginya biaya operasional yang disebabkan oleh praktik ini. Bagaimana tidak, pungli ini sangat banyak macamnya, mulai dari pungutan iuran keamanan, pungutan dalam proyek konstruksi, pemaksaan penggunaan tenaga kerja, paksaan donasi, sampai dengan paksaan dalam acara perayaan hari besar seperti Tunjangan Hari Raya (THR).

Penelitian soal praktik pungli pernah dilakukan oleh Paramadina Public Policy Institute (PPPI) dengan pendanaan dari Center for International Private Enterprise (CIPE). Dalam laporan tertutup itu, ditemukan bahwa praktik korupsi dalam bentuk iuran di luar ketentuan resmi sering kali terjadi dalam konteks hubungan pihak swasta dan pemerintah.

Pihak swasta menyampaikan, mereka kerap dipersulit dalam perizinan dan kegiatan operasional jika tidak memberi ‘jatah’. Karena itu, bentuk iuran di luar ketentuan resmi pada akhirnya dianggap sebagai hal yang wajar untuk memuluskan usaha dalam iklim bisnis di Indonesia.

Pungli Berlapis yang Meresahkan

Praktik ini tentu akan sangat berdampak negatif apabila dibiarkan. Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) menyatakan perilaku pungli sudah sampai mengganggu investor yang ingin masuk untuk berinvestasi di Indonesia. Ketua HKI bahkan mengungkapkan kegiatan pungli ini sudah sampai ke telinga Presiden dan Kementerian Investasi dan Hilirasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang meminta jaminan keamanan untuk melakukan investasi.

Pada level ini, tentu kita sebagai masyarakat Indonesia harus marah dengan praktik pungli yang merajalela. Kegiatan pungli akan menjadi cost tambahan dalam pencatatan laporan keuangan perusahaan dan ini tentu saja menjadi beban. Apabila tidak ditindak, ini akan berdampak pada aspek keuangan perusahaan, apalagi di tengah situasi geopolitik dan situasi ekonomi global yang semakin sulit saat ini.

Akibatnya akan merembet kemana-mana, bisa berdampak kepada penutupan lapangan pekerjaan yang ujungnya. Bayangkan berapa banyak lapangan pekerjaan yang tertutup akibat praktik pungli yang terjadi di dalam negeri.

Berita terkait TikTok yang batal melakukan investasi di Indonesia karena pungli menjadi tamparan keras buat kita. Ini memperjelas bahwa iklim investasi kita sedang tidak baik-baik saja, kontra dengan fakta Indonesia sebagai negara yang masuk dalam peringkat 20 negara dengan tingkat gross domestic bruto (GDP) terbesar di dunia.

Yang lebih menyedihkan, aktivitas pungli ibarat tidak mengenal golongan dan instansi. Belum lama ini, 15 bekas pegawai Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi divonis kasus pungli. Hal yang sangat ironis mengingat KPK adalah lembaga antirasuah.

Secara komprehensif, tingkat ‘kesehatan ekonomi’ suatu negara tidak bisa hanya diukur dari besaran angka GDP semata. Aksi pungli yang masif seperti di Indonesia mengindikasikan bahwa pungli memiliki porsi terhadap ketimpangan ekonomi yang tidak dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

“Ikan Busuk Dimulai dari Kepalanya”

Pernyataan presiden Prabowo Subianto terkait “Ikan busuk dimulai dari kepalanya” memberikan angin segar kepada penggiat anti korupsi di Indonesia. Ini menandakan bahwa kepala tertinggi pemerintahan di negeri ini sudah memiliki kesadaran atas apa yang terjadi terkait praktik korupsi di Indonesia. Solusi terkait permasalahan pungli harus dimulai dari inisatif pemerintah sebagai ‘kepala’ pemerintahan.

Pungli, yang dalam Bahasa Inggris yakni extortion. Artinya, menurut Oxford Dictionary adalah praktik memperoleh sesuatu, terutama uang, melalui kekerasan atau ancaman. Sementara korupsi secara definisi dari World Bank adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi, mencakup berbagai perilaku, dari penyuapan hingga pencurian dana publik.

Walaupun secara definisi literatur korupsi hanya dalam ranah publik dan pejabat pemerintah, tapi studi lainya mengemukakan bahwa korupsi juga masuk dalam ranah perusahaan swasta. Menurut Amundsen, bentuk bentuk korupsi mencakup penyuapan, penggelapan, penipuan dan pemerasan. Jadi, pungli termasuk salah satu bentuk kegiatan korupsi.

Ada beberapa rekomendasi untuk membasmi praktik ini. Solusi pertama adalah dengan menghilangkan praktik ‘ternak’ oknum ormas untuk kegiatan pemerintah. Saat ini oknum ormas kerap dijadikan alat politik praktis oknum pejabat publik. Tidak sedikit oknum pejabat publik yang meminta bantuan dari oknum ormas setempat untuk mendulang suara. Keterlibatan oknum ormas dalam praktik politik praktis menjadikan mereka semakin kuat karena memiliki ‘perlindungan’ dari pejabat publik terpilih.

Solusi selanjutnya adalah untuk menerapkan single window policy, yaitu sebuah sistem terintegrasi yang memungkinkan pelaku usaha, pemerintah, dan pihak terkait lainnya untuk mengakses, mengelola, serta menyelesaikan proses administrasi perdagangan dan perizinan melalui pemanfaatan teknologi. Kebijakan ini akan memperkuat faktor transparansi dalam iklim bisnis dalam negeri.

Tantangan Membersihkan Pungli

Kemudahan dalam proses berbisnis di Indonesia ini dapat berdampak pada penyederhanaan birokrasi sehingga akan lebih banyak investor yang masuk, baik domestik maupun asing. Ini tentu akan sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo terkait efisiensi dalam lembaga negara.

Namun penerapan kebijakan ini juga menghadapi beberapa tantangan seperti kesiapan infrastruktur digital dan keamanan data, serta komitmen dari pemerintah itu sendiri dan edukasi kepada pelaku usaha dan pegawai pemerintah yang terkait.

Selain itu, dari pemerintah harus melakukan penguatan praktik hukum. Aparat penegak hukum harus meningkatkan pengawasan dan menindak tegas praktik pungli yang ada di masyarakat. Aparat penegak hukum harus memiliki independensi dalam menerapkan praktik hukum yang ada di negeri ini. Jangan sampai hukum di negeri ini kalah dengan praktik pungli yang ada di negeri ini.

Keterlibatan masyarakat juga perlu diikutkan dalam memecahkan masalah bersama ini. Jangan sampai organisasi masyarakat secara umum dibuat jelek dengan perilaku oknum tertentu.

Kita butuh pendekatan holistik dalam memecahkan masalah ini. Perlu ada sosialisasi dan edukasi terhadap organisasi masyarakat yang terdaftar di pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan terhadap praktik pungli. Harapannya, dengan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, akan mengurangi bahkan memberantas praktik pungli di Indonesia.

Adrian Azhar Wijanarko, Ketua Program Studi Manajemen Universitas Paramadina, Paramadina University.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.



#waveforequality
Avatar
About Author

Adrian Azhar Wijanarko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *