Surat dari Penjara: Cadong Sang Legenda
Narapidana perempuan dari Lapas Pondok Bambu bercerita soal istilah yang paling populer dalam penjara: Cadong.
Silakan kalian cari cadong di dalam kamus bahasa Indonesia dan aku yakin kalian tidak akan menemukan kata itu. Cadong sendiri bisa diartikan sebagai “minta”. Bahasa cadong atau nyadong sudah sering aku dengar dari sebelum aku hidup di lembaga pemasyarakatan ini.
Di Pondok Bambu ini, ada berbagai macam cadong, dengan jadwal pengambilan yang berbeda-beda. Ada cadong paket, cadong air panas, cadong air minum galon, dan cadong cemilan. Akan aku jelaskan satu persatu biar kalian tidak penasaran. Semua yang berhubungan dengan cadong ini disiapkan oleh para warga binaan (narapidana) yang bekerja di dapur.
Cadong Air Panas
Pengambilan air panas ini dilakukan per kamar dengan menggunakan ember. Per kamar diberikan jatah setengah ember yang harus cukup digunakan oleh kurang lebih 10 sampai 23 orang di dalam kamar. (Catatan Editor: Kamar-kamar di Pondok Bambu kelebihan populasi. Ruangan sekitar 7×8 meter persegi dihuni sampai 25 orang, dengan satu bak mandi dan dua toilet di tengahnya).
Cadong Air Minum Galon
Per kamar diberikan satu galon air minum isu ulang.
Cadong Cemilan
Kalian pasti tidak menyangka kalau kami di sini diberikan cemilan dari pemerintah. Cemilan ini biasanya diberikan pagi hari, berupa bubur kacang hijau, pisang, semangka, ubi rebus, atau singkong rebus.
Baca juga: Surat dari Penjara: Duniaku 1.200 Meter Persegi
Cadong Paket
Cadong ini adalah pembagian makanan utama. Jangan membayangkan tempat makan kami itu dari kaleng penyok yang berisi nasi kering dan kuah bening tanpa rasa. Tempat cadong paketku ini keren. Kalian tahu bento, kan? Bento nasi paket ala Jepang, bukan Bento-nya Bang Iwan Fals.
Kotak cadongku ini terbuat dari plastik tebal solid berwarna biru awan yang sedang cerah-cerahnya dan bahannya sudah dilabeli dengan Food Grade. Menu cadong paketku ini juga tidak kalah dengan bento kalian di luar sana. Pernah keluargaku bertanya aku makan apa, aku jawab, “steam rice, boiled egg, tempe, dan vegetables”. Mereka cuma jawab, “Oooo…”. Kemudian mereka menanyakan pertanyaan yang sama dan aku jawab, “Steamed rice, fried chicken ala itasuki, and vegetables”. Dan mereka jawab, “Hah! Di penjara lo bikin makanan kayak begitu?!”
But I’m telling the truth! Aku tidak bohong. Cadong paket itu isinya sangat lengkap, empat sehat lima sempurna, kecuali mereka tidak menyediakan susu. Di dalam paket itu ada satu porsi nasi mengepul panas, sejumput ayam goreng (kalau menunya sedang ayam goreng. Bisa juga daging atau ikan), sejumput sayur, dan sejumput sambal. Kalian tahu kan seperti apa sejumput itu? Kenapa tadi aku bilang menunya ayam goreng Itasuki, karena memang ayam yang dibagikan itu super duper kecil seperti ayam goreng Itasuki tetapi hanya satu potong saja yang kami terima.
Pernah tersebar urban legend tentang nasi cadong ini. Katanya di nasinya diberikan vitamin untuk menggemukkan badan. Lah, gendut sih gendut saja, kenapa harus nyalahin nasi. Lagipula kita ini narapidana bukan sapi kurban yang dipelihara biar besar.
Coba bayangkan!! Betapa baiknya pemerintah memelihara kami di sini. Sebaik pemerintah memelihara anak-anak dan janda-janda terlantar seperti di dalam UUD 1945.
Kalian penasaran mau coba berbagi cadong kami di sini? Yuk, mari tinggal bareng kita. Sekalian membantu pemerintah mengurangi kemacetan di Jakarta.
Artikel ini merupakan hasil dari #Surat (Suara dari Balik Sekat), inisiatif kolektif dari Jurnal Perempuan, Konde.co, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), dan Magdalene.co untuk memberi pelatihan menulis dasar dan menyediakan sarana menulis bagi narapidana perempuan. #Surat yang ditampilkan telah mendapatkan persetujuan dari penulis.