Environment Issues Lifestyle

Gowes ke Kantor Bukan Soal Gaya, Ini Tips Agar Lebih Nyaman Melakukannya

Naik sepeda di jalanan berbeda dengan kawasan yang memang diperuntukkan untuk olahraga. Berikut ini adalah tips buatmu yang menggunakan sepeda di jalanan kota.

Avatar
  • July 4, 2023
  • 6 min read
  • 1077 Views
Gowes ke Kantor Bukan Soal Gaya, Ini Tips Agar Lebih Nyaman Melakukannya

Tiga tahun lalu, ketika seluruh dunia diguncang pandemi Covid-19, hingga aktivitas normal melambat bahkan berhenti, banyak orang beralih ke sepeda. Survei The Institute for Transportation and Development Policy (2020) menunjukkan peningkatan pengguna sepeda di Indonesia sebanyak 10 kali lipat di tahun tersebut dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Bagi banyak orang, bersepeda dinilai lebih aman dan dapat meningkatkan sistem imun tubuh. Tren yang sama juga terlihat di belahan dunia lain, seperti di Eropa. Di sana lebih banyak orang beralih ke sepeda sebagai moda transportasi untuk menghindari keramaian di transportasi umum. 

 

 

Meskipun tren ini telah sedikit mereda sejak kehidupan kembali ke normal dan pemerintah Indonesia mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat, tapi masih banyak orang yang tetap bersepeda. Aktivitas itu dilakukan di akhir pekan sebagai kegiatan rekreasi atau olahraga, maupun untuk menunjang mobilitas sehari-hari.

Sayangnya, mereka yang konsisten bersepeda kerap kali dilekati stigma sebagai kelompok elit yang arogan. Menurutku stigma itu sendiri tak bisa dipukul rata. Sebab, masih ada orang yang memang bersepeda karena didorong keinginan untuk mengurangi dampak krisis iklim, alih-alih demi gaya-gayaan semata.

Lepas dari stigma tersebut, bersepeda di jalan raya sebagai moda transportasi atau commuting akan sangat berbeda dengan kawasan yang khusus untuk olahraga. Ketika masih tinggal di apartemen di tengah kota, aku sering menggunakan sepeda menuju tempat kerja atau rapat, studio tempat mengajar yoga, bahkan kegiatan sosial. Saat itu Jakarta masih belum memiliki jalur sepeda, sehingga aku harus gowes di antara lalu lintas pengendara motor lainnya, sebuah hal yang membutuhkan ketangkasan tersendiri.

Beberapa tahun lalu ketika aku berkesempatan tinggal di Washington DC selama setahun, sepeda menjadi kendaraan utama selain transportasi umum. Aku mengendarai city bike ke kampus, supermarket, ketika mengunjungi teman, bahkan untuk bepergian ke kota lain. Tentunya ini menjadi lebih nyaman karena adanya jalur khusus sepeda yang panjang dan terintegrasi di kota tersebut, bahkan yang menghubungkan DC ke kota-kota lain di sekitarnya.

Baca juga: Alasan Di Balik Maraknya Kecelakaan Para Pesepeda

Pembangunan jalur sepeda memang bisa mendorong lebih banyak orang untuk bersepeda, selain tentunya infrastruktur lainnya, seperti penyediaan tempat istirahat, air minum, lampu jalanan dan lainnya yang bisa membuat pesepeda lebih aman dan nyaman. Dengan naik sepeda kita bisa menghindari kemacetan, melatih kardio dan otot-otot kita agar lebih kuat, mengurangi jejak karbon, dan menghemat ongkos. 

Terlebih sejak Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2017, dia telah menginisiasi pembangunan sekitar 300km jalur sepeda di Jakarta. Tahun lalu, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI menganggarkan sekitar Rp38 miliar untuk pembangunan 500 km jalur sepeda di 2023. Namun rencana ini dibatalkan setelah mendapat kritikan dari anggota DPRD DKI yang mengatakan jalur sepeda tidak berfungsi dan malah digunakan sebagai lahan parkir. 

Hal tersebut telah dibantah oleh beberapa pihak, termasuk komunitas Bike to Work Indonesia yang mengatakan kepada Kompas bahwa beberapa jalur sepeda di Jakarta, seperti di Jalan Sudirman memiliki tingkat penggunaan yang cukup tinggi. Namun, karena kuatnya politisasi pembangunan jalur sepeda ini, akhirnya Pemda DKI mengurangi anggaran untuk pembangunan dan mengalokasikannya untuk perawatan jalur yang ada. 

Memang, saat ini jalur sepeda yang ada di Jakarta masih belum optimal. Masih banyak yang digunakan sebagai jalur motor, atau tempat parkir mobil. Selain itu, kualitas jalannya juga belum konsisten dan aman. Masih banyak bolong-bolong yang membahayakan pesepeda dengan kecepatan tinggi, atau gorong-gorong lebar yang dapat membuat ban sepeda terperangkap. Namun, kamu tetap bisa gowes yang aman di jalanan di Jakarta atau kota-kota besar lainnya dengan beberapa praktik bersepeda yang aman. 

Sumber: Youtube Magdaleneid

Baca juga: Gowes di ‘Ride for Equality’: Yang Muda yang Petani

Berikut ini adalah beberapa tips untuk bersepeda di jalanan dengan aman: 

1. Kamu bisa menggunakan sepeda apa pun. 

Mau sepeda jengki, sepeda lipat (seli), sepeda gunung, sepeda balap–semua bisa dipakai di jalanan kota. Namun setiap sepeda punya kelebihan masing-masing. Sepeda lipat, misalnya, akan sangat praktis kalau kamu juga akan naik kendaraan umum yang membolehkannya seperti MRT, KRL, atau TransJakarta.

Seli dan sepeda yang ringan seperti sepeda balap juga praktis jika kamu harus menuntun sepeda untuk naik atau turun tangga yang cukup tinggi, atau harus memindahkan sepeda ke dalam gedung untuk diparkir. Sementara, sepeda gunung atau sepeda yang lebih kokoh membantu jika melewati jalan bebatuan atau jalan yang tidak terlalu mulus.  

2. Berpakaian apa pun boleh, yang penting nyaman, dan tidak membahayakan. 

Namun, yang pasti kenakan helm, selalu! 

3. Pelajari dulu rute yang akan kamu lewati sebelum jalan.

Idealnya, sih kamu sudah merencanakan rute yang akan dilewati minimal dari malam sebelumnya, sehingga tahu ruas jalan mana yang ada jalur sepeda, apakah ada tanjakan dan turunan yang terjal atau tikungan yang tajam, apakah akan melewati jalur yang lalu lintas kendaraan bermotor cepat, atau akan harus pindah jalur di jalanan yang ramai.

Karena pengendara sepeda lebih rentan kriminalitas, maka pastikan semua jalur yang kamu akan lewati tergolong aman, dan tidak membawa gawai atau barang lain yang mencolok di luar. Amankan tas yang kamu bawa atau yang kamu taruh di pannier agar tidak mudah dijambret. 

Baca juga: Ayo Gowes: Sepeda sebagai Instrumen Feminisme

4. Utamakan keamanan dan pastikan selalu siap. 

Biasakan memiliki standar operasional prosedur (SOP) mengecek dan memompa ban sebelum pergi, memastikan rem dan gigi sepeda bekerja, dan menyalakan lampu belakang dan lampu depan (meskipun di siang hari). Memasang lampu di depan dan belakang sepeda – kalau bisa yang berkelap-kelip – adalah sebuah investasi penting untuk keamanan, karena di jalanan yang kecepatan kendaraan beragam ini akan membantu kamu agar terlihat pengendara lain. 

5. Pahami dan patuhi peraturan lalu lintas.

Di Indonesia mungkin praktik dan peraturan berlalu lintas naik sepeda belum tersosialisasi, tapi penting bagi kita untuk mengetahui beberapa teknik dan simbol yang universal, seperti menggunakan sinyal tangan untuk belok, atau jika berhenti tiba-tiba. 

Jika kamu berkendara dengan pesepeda lain, pastikan kalian sepakat menggunakan sinyal yang dipahami satu sama lain untuk berkomunikasi di jalan. Ikuti peraturan lalu lintas umum, seperti berhenti di lampu merah, tidak menggunakan jalur khusus bus, tidak melawan arah, dan apabila bersepeda dalam rombongan, pastikan dalam satu lajur (single file).

6. Sadar ruang dan jaga jarak.

Di Indonesia tentunya lalu lintas di sebelah kiri, jadi tetap di jalur kiri, namun pastikan kamu bisa terlihat oleh kendaraan di belakang. Di jalan yang terlalu sempit untuk mengambil jalur kiri, ambil  jalur agak ke tengah untuk mengklaim ruang agar kendaraan di belakang melambat dan tidak terlalu dekat. Jika harus pindah jalur, lihat ke belakang, kasih sinyal dengan tangan untuk pindah jalur.

Jika di depan ada mobil parkir, jaga jarak untuk mengantisipasi ada yang akan buka pintu. Jika kamu harus melewati pengendara sepeda lain, gunakan bel atau atau beri tahu dengan suara agak keras bahwa akan kamu lewat.

7. Selalu awas dan siaga, namun tetap tenang dan percaya diri. 

Jangan berasumsi pengendara lain melihat kamu.

Ilustrasi oleh: Karina Tungari


Avatar
About Author

Devi Asmarani

Devi Asmarani is the co-founder and Editor-in-Chief of Magdalene. She has enjoyed resisting every effort to tame her and ignoring every expectation tied to her gender.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *