Screen Raves

Ulasan ‘Belle’: Perempuan yang Terluka, Patah, Bangkit

Film besutan Mamoru Hosoda ini mengangkat narasi indah tentang pencarian diri remaja perempuan yang tersandera trauma.

Avatar
  • January 11, 2022
  • 5 min read
  • 1378 Views
Ulasan ‘Belle’: Perempuan yang Terluka, Patah, Bangkit

Suzu adalah remaja perempuan sekolah menengah yang tinggal di pedesaan asri, Kōchi Jepang. Pemilik senyum irit dengan bintik-bintik di bawah mata itu sangat pemalu. Saking malunya, ia sebisa mungkin menghindari jadi pusat perhatian. Padahal, dengan suara emasnya ini, Suzu dengan mudah menyentuh hati pendengarnya jika ia mau.

Suzu sebenarnya ingin sekali bernyanyi, tapi  rasa takut selalu menjadi tembok penghalangnya. Kematian ibunya barangkali adalah salah satu yang membentuk karakternya saat ini. Itulah sebabnya, dunia virtual “U” menjadi satu-satunya hal yang mampu membuatnya melarikan diri dari kehidupan sendiri.

 

 

U menawarkan sebuah alternatif kehidupannya yang baru. Jauh dari kata biasa-biasa saja dan tanpa khawatir tersandera rasa malu dan takut. Dalam U, ia diberikan kesempatan untuk melarikan diri dari sosoknya yang ia anggap sebagai seorang pecundang dan mengembangkan persona online-nya bernama Belle. Sebagai Belle, Suzu adalah penyanyi yang dicintai jutaan orang.

Baca Juga:   Film-film Hayao Miyazaki dan Representasi Kepemimpinan Perempuan

Sumber: Asahi.com

 

 

Kisah dua kehidupan Suzu inilah yang berusaha disampaikan oleh Mamoru Hosoda, animator dan sutradara kenamaan Jepang dalam karya terbarunya berjudul 竜とそばかすの姫 (Ryuu to Sobakasu no Hime). Film animasi yang baru akan tayang tanggal 12 Januari 2022 di Indonesia ini menawarkan banyak elemen kejut yang mampu membuat penonton keluar dengan rasa puas.

Sentuhan Humor dan Nostalgia

Di tengah suasana pandemi yang kerap kali mudah membuat kita stres atau burnout karena jam kerja yang tidak kenal waktu, Belle jadi obat pereda sakit bagi manusia-manusia yang sedang dilanda lelah. Sebagai sutradara dan penulis naskah, Hosoda secara apik meramu Belle menjadi film yang menyenangkan dengan persahabatan dan keluarga sebagai salah satu daya tarik utama.

Film yang sebenarnya bisa dibilang cukup serius ini memiliki adegan-adegan humor yang ciamik dan tidak garing. Penonton secara harfiah dibuat tertawa nyaring di bioskop, melihat adegan-adegan konyol dan menggemaskan para karakternya. Bahkan untuk adegan humor yang sederhana, penggambaran tokoh yang dibuat oleh Hosoda mampu mengocok perut para penontonnya.

Misalnya saja penonton beberapa kali dibuat tertawa nyaring oleh perilaku antik sahabat Suzu, Hiroka seorang gadis remaja computer geek yang berlidah tajam dan cerdas. Atau bagaimana penonton bisa dibuat sakit perut dengan adegan gemas dua remaja kasmaran, Kamishin dan Ruka-chan yang merupakan first timer di dalam hubungan PDKT.

Baca Juga:  Liar dan Imajinatif: 6 Anime Ghibli yang Wajib Ditonton

Tidak hanya humor yang pas, perasaan hangat pun muncul selama kita menikmati film ini. Makna keluarga yang melampaui definisi keluarga inti dieksplorasi secara apik dalam sebuah balutan awan nostalgia. Dengan premis yang sangat relatable untuk orang dewasa muda yang ingin melepaskan diri dari kehidupan mereka yang menyedihkan, Hosada ingin menunjukkan pada penontonnya bagaimana tiap manusia rindu dan membutuhkan kehangatan orang-orang terdekat mereka. Lewat tindak tuturnya, Hosoda menggambarkan karakter-karakter yang dekat dengan kehidupan Suzu sebagai keluarga.

Sumber: Manga News

 

Mereka ini tidak hanya dekat secara fisik, tapi secara emosional hadir dalam perjalanan hidup Suzu di tengah keterpurukan atas trauma masa kecilnya. Sahabat, teman masa kecil, hingga ibu-ibu paduan suara adalah karakter-karakter yang mampu menjaga perasaannya, pun membantunya tumbuh menjadi individu. Mereka adalah fragmen nostalgia Suzu akan masa kecilnya yang dulu diliputi trauma. Pun itu jadi dorongan semangatnya untuk bangkit dan membuatnya sadar akan makna pengorbanan.

Protagonis Perempuan yang Tidak Biasa

Layaknya film-film seperti Mirai atau The Girl Who Leapt Through Time, Belle memiliki sentuhan khas seorang Mamoru Hosoda. Dengan visual yang mempesona, melalui Belle, Hosada secara sukses membuat penonton bertanya-tanya hendak dibawa ke mana narasi cerita ini olehnya. Penonton tidak pernah tau apa yang hendak diangkat oleh Hosada. Kita akan dibawa hanyut dalam narasinya yang tidak pernah repot-repot ia jelaskan secara eksplisit.

 Baca Juga:   Anime ‘Jujutsu Kaisen’ Tampilkan Karakter Perempuan Tangguh

Inilah mengapa elemen kejut dalam film Belle membuat para penonton menahan nafasnya dan mengeluarkan desahan panjang. Ia memanfaatkan ketidaktelitian penonton dalam menangkap detail untuk membangun narasi penerimaan diri dan luka batin. Dalam hal ini ia dengan cerdik memberikan beberapa hint dalam narasi besar filmnya yang sebenarnya sudah muncul di awal film. Namun benang merahnya baru terlihat pada sekitar 70 menit penayangannya. 

Tidak ada yang pernah menyangka sebuah cerita tentang dua kehidupan Suzu sebagai gadis pemalu dan penyanyi idola dunia U, dapat berakhir secara mencekam. Momen yang mampu membuat para penontonnya dibuat was-was di bangkunya masing-masing dan berharap tidak ada hal buruk yang terjadi.

Dalam momen menegangkan ini, Hosada menyuguhkan sebuah rentetan kejadian yang membuat Suzu menjadi protagonis perempuan yang tidak biasa. Pada awal hingga tengah film, Suzu memang digambarkan sebagai seorang perempuan yang hidup dalam bayang-bayangnya sendiri. Terperangkap dalam trauma dan amarah yang ditinggalkan oleh ibunya.

Seiring berjalannya waktu, Hosada justru berusaha memperlihatkan pergulatan batin Suzu dengan cara mengeksplorasi trauma masa lalu dan amarah Suzu sebagai pemantik keberaniannya. Pergulatan batin Suzu ini menjadi sebuah titik balik atas bagaimana ia bisa menemukan dirinya sendiri yang telah lama hilang dalam labirin jiwa.

Suzu yang akhirnya dapat menemukan dirinya sendiri berhasil memukau penonton. Ia tidak lagi ragu dalam menentukan pilihan hidupnya, ia lebih berani mengkonfrontasi sumber masalahnya, juga lebih berani mengambil tindakan untuk menyelamatkan hidup orang lain.

“Okaeri” begitu kata sang Ayah, sahabat, teman kecil, dan ibu-ibu paduan suara pada Suzu. Sebuah kata yang secara bahasa dan emosi menyampaikan sebuah makna mendalam. Tentang bagaimana orang-orang terdekatnya telah lama menantikan kehadiran sosok Suzu yang telah lama hilang dan kini telah sepenuhnya kembali pulang dalam dekapan mereka.

Belle pada akhirnya bukanlah film biasa. Suzu adalah kita. Manusia yang tumbuh dengan trauma dan luka batin yang belum selesai dan terbawa hingga kita dewasa. Kita berusaha sekuat mungkin untuk lari darinya. Namun nyatanya, pelarian ini tidak akan pernah menyelesaikan akar permasalahan dalam diri sendiri. Oleh karena itu, Suzu mengajarkan pada kita apa arti sebuah keberanian. Keberanian untuk mengambil langkah pertama menuju cahaya.



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *