Issues Politics & Society

Uninstall Go-Jek sebagai Solusi Masalah dengan Masalah

Menerima perbedaan sebetulnya lebih mudah daripada meninggalkan gaya hidup digital.

Avatar
  • October 30, 2018
  • 5 min read
  • 338 Views
Uninstall Go-Jek sebagai Solusi Masalah dengan Masalah

Tampaknya isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) masih menjadi topik yang sedap dan seksi untuk dibahas. LGBT yang dianggap kaum abnormal karena orientasi seksualnya masuk ke dalam kubu kiri, sementara kubu kanan adalah kaum normal, suci, dan terhindar dari dosa. Dengan berbagai alasan, kubu kanan ini menyerang kelompok LGBT, yang disebut menempatkan derajat manusia lebih hina dan keji dari perilaku binatang.

Padahal para ilmuwan, seperti di Oslo pada 2006, menemukan bahwa di antara banyak hewan (sampai 1.500 jenis) pun ada yang homoseksual, mulai dari lumba-lumba, paus, singa, rusa, penguin dan simpanse, serta dikatakan beberapa adalah biseksual.

 

 

Baru-baru ini ada keributan karena salah satu petinggi Go-Jek, aplikasi berbasis ibu peri yang mengabulkan permintaan namun dengan pamrih, menyatakan dukungan terhadap kelompok LGBT. Banyak warganet kemudian protes dan memicu munculnya tagar #UninstallGojek.

Di sini, saya sebagai muslim yang bisa dibilang taat pada kewajiban, paham bahwa LGBT dilarang oleh agama. Namun sebagai bagian dari umat manusia di kubu kanan, saya tidak mungkin melakukan diskriminasi terhadap mereka kubu kiri para “kumpulan abnormal” tersebut. Terlalu berat memang menerima kelompok lain yang tidak satu persepsi, seperti pasangan hidup pun jika tidak cocok ya sulit untuk bersama. Sering kali kita melakukan penghakiman atas kehidupan sosial. Memberikan label ini jelek itu baik, ini manis itu pahit, ini halal itu haram.

Kali ini saya bukanlah dikirim sebagai agen perubahan atau agen rahasia yang pro maupun kontra terhadap LGBT. Tapi saya ingin menegaskan, bahwa mereka sebagai kubu kiri bukanlah manusia yang tidak pantas menghirup oksigen di bumi ataupun hidup untuk sekadar mencicipi tanah kubur. Bukan juga manusia sakit jiwa atau terkena gangguan jiwa. Karena sesungguhnya, kalau mengalami gangguan jiwa akan sulit mungkin bagi mereka untuk bisa makan, minum, bekerja, belajar. Tetapi jika konstruksi sosial serta agama selalu memenangkan kubu kanan hingga melupakan “Bhineka Tunggal Ika” alangkah
menyedihkan.

LGBT memang bukan satu-satunya yang dilabelkan sebagai sesuatu yang abnormal. LGBT juga bukan satu-satunya dianggap sebagai culprit dari datangnya bencana alam. Namun seperti yang lain yang dianggap tidak normal, LGBT dianggap Tuhan yang bisa mengubah-ubah persepsi bahkan alam. Orientasi seks yang berbeda bukan label baik atau buruknya seseorang. Banyak di antara mereka yang menunjukkan berbagai prestasi yang sangat baik dibandingkan dengan kubu kanan si kaum heteroseksual yang normal.

Normal dan abnormal dilabelkan atas konstruksi yang melekat dalam masyarakat, namun bagaimana jika dari bagian kelompok LGBT ini telah mencoba menjadi seorang yang normal kemudian mengalami stres dan depresi? Atau jika mereka telah menikahi lawan jenis dan menjadi heteroseksual kemudian gagal di tengah jalan karena istri ataupun suaminya tahu bahwa pasangannya tersebut adalah homoseksual atau biseksual. Setelah merusak dirinya dengan memaksakan menjadi diri yang lain, kemudian menipu orang lain atas identitas gendernya.

Namun, tahukah Anda? Uninstall Go-Jek mungkin salah satu solusi dalam menghadapi berbagai masalah yang ada. Uninstall aplikasi yang mendukung LGBT akan membuat kubu kiri lenyap, mengubah orientasi seksnya, tidak akan lagi mengundang bencana alam yang menghantam Indonesia, dan akan muncul perdamaian atas segala konflik, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami krisis pekerjaan karena korupsi di Indonesia habis.

Tapi, saya pribadi tidak bisa menghilangkan aplikasi-aplikasi yang mendukung LGBT dalam kehidupan serba digital, praktis, dan instan ini. Google, dan media sosial seperti Twitter, Facebook dan Instagram, kemudian Apple…wah kalau disebutkan semua harus menjadi orang yang antisosial. Kemudian pasti akan ada beberapa pertanyaan dan pernyataan..

“Hah? Masa sih gak punya sosmed?”

“Yaelah handphone jadul amat”

“Masa sih gatau kalau Wwkarin hengkang dari instagram?”

“Gak usah bingung kan ada google maps”

“Masih aja nyatet, ketik dong di note HP”

“Ya ampun, gak ngerti cara pesen Go-Food?!”

Menyelesaikan pekerjaan dengan tulis tangan, atau membeli mesin ketik manual, kirim surat untuk sekadar tanya tugas kuliah atau tenggat kantor, bahkan tanya kabar orang tua, meninggalkan kebiasaan swafoto, kirim uang lewat pos. Sungguh sulit jika harus mengalami hal seperti itu, pasti akan merasakan menjadi manusia paling primitif di antara gemerlapnya internet yang telah menguasai kehidupan dalam beberapa dekade ini.

Menerima perbedaan tampaknya lebih mudah dari sekadar meninggalkan segala bentuk aplikasi digital apalagi gawai yang tidak pernah ketinggalan ke mana pun saat saya pergi. Lebih baik saya menerapkan Bhinneka Tunggal Ika agar tidak sulit lagi dengan tuntutan sosial terkini dengan selalu update tentang isu,  menggunakan Microsoft daripada mesin ketik, atau membeli kuota daripada harus saling mendiskriminasi baik secara verbal maupun nonverbal.

Jika dikatakan ingin uninstall Go-Jek atau aplikasi lainnya dengan alasan ingin memiliki privasi akan mudah diterima, tapi tetap sulit diterapkan. Saya agak menyeberang dari isu LGBT dengan menyebut privasi ini. Tapi yang ingin saya tekankan, menghapus Go-Jek dan aplikasi lain bukanlah solusi yang menyelesaikan masalah. Justru akan menambah masalah Anda atas perubahan sosial ini, apalagi jika berada di luar kota yang asing bagi Anda, dan tidak ada kendaraan.

Opsi untuk mencari solusi dalam masalah memang harus dipikirkan matang-matang. Apalagi jika kaitannya dengan internet dan teknologi, karena sekali kita masuk ke dalamnya maka akan sulit untuk keluar dari keduanya.

Aiza Nabilla adalah seorang perempuan berhijab yang jengah atas segala perbedaan, jengah atas pelabelan. Selalu menyukai puisi dan musik dengan lirik yang indah. Tertarik dengan bidang ilmu komunikasi khususnya kesetaraan gender. Bukan pemilik followers yang banyak, namun bisa disapa dalam twitter dan instagram @aizanabilla



#waveforequality


Avatar
About Author

Aiza Nabilla Arifputri