Muak dan Marah, Ribuan Massa Unjuk Rasa Kawal Putusan MK
Ribuan pengunjuk rasa mengepung kompleks DPR/MPR RI untuk menyatakan “kemuakan” mereka dan mengawal putusan MA tentang Pilkada 2024.
DPR RI resmi menunda rapat paripurna Kamis pagi (22/8), sehari setelah mengadakan rapat kilat revisi UU Pilkada yang disinyalir kuat bakal menganulir dua putusan MK. Namun meskipun ditunda, ribuan pengunjuk rasa terus mengepung Kompleks DPR/MPR RI untuk menolak upaya inkonstitusional untuk mempengaruhi Pemilihan Kepala Daerah 2024.
Mulai dari aktivis, serikat buruh, mahasiswa, akademisi, hingga masyarakat umum, massa berkumpul di depan kompleks DPR/MPR sejak pukul 10 pagi dan terus bertambah hingga siang hari. Kebanyakan dari mereka menyatakan kemuakan dan kemarahan mereka atas perilaku elit politik dalam melanggengkan kekuasaan dan membangun dinasti politik lewat berbagai cara, termasuk perundangan.
Berbagai tokoh politik dan akademia hadir dalam aksi unjuk rasa untuk mengawal putusan MK tersebut, termasuk mantan Ketua KPK Abraham Samad, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Pakar Tata Negara, Bivitri Susanti, Analisis sosial politik UNJ, Ubedilah Badrun, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, dan masih banyak lagi. Turut hadir dan berorasi juga beberapa artis, komika dan musisi, termasuk Reza Rahadian, Bintang Emon, Arie Kriting, dan Chiki Fawzi.
Yang menarik, banyak dari pengunjuk rasa adalah warga sipil biasa. Salah satunya Mila, 30. Di saat ratusan orang memadati LRT Harjamukti Depok jam 06:30 pagi untuk bekerja, ia bersama tetangganya ikut turun ke jalan. Ia mengatakan sudah muak dengan pemerintahan Joko Widodo yang menurutnya telah ugal-ugalan membuat peraturan untuk kepentingannya sendiri. Pemerintah yang sama kata Mila menganggap rakyatnya sendiri bodoh, bakal menelan apapun yang diberikan oleh penguasa.
Baca juga: Tak Penuhi Kuorum, Rapat Paripurna DPR Pengesahan RUU Pilkada Batal
“Gue bukan tipikal istri sabar di film azab jadi kalo ada ketidakadilan gini gue pengen menyuarakan. Capek juga kok dibodohin ya dari kemarin sama pemerintah seolah enggak ada satu pun warga yang pintar”, ketusnya.
Kemuakan dan kemarahan yang sama juga dirasakan oleh Adi (bukan nama asli), 30. Ia datang jauh-jauh dari Ciputat, Banten bersama istrinya Eha, 27 demi bisa menyuarakan segala keluh kesahnya yang selama ini ia pendam. Semasa kuliah, Adi bisa dibilang adalah aktivis kampus. Ia sudah sering ikut aksi demo di kampus dan beberapa titik aksi yang diorganisasi masyarakat akar rumput. Namun setelah lulus kuliah, ia tidak bisa leluasa berdemo.
Kantornya punya kebijakan tak tertulis yang melarang pegawainya punya “suara” soal perpolitikan negara. Kemarahannya pun cuma bisa diluapkan secara sederhana lewat media sosial. Namun, kesabaran Adi ada batasnya. Bertepatan rapat kilat Baleg DPR RI, amarah Adi meluap tak terbendung. Saat itulah ia berkomitmen untuk turun ke jalan, rela cabut kerja dan berbohong pada bosnya.
“Saya beneran udah gemes aja sama situasi Indonesia. Saya di Banten ngeliat gimana dinasti politik tumbuh subur dan itu dampaknya berasa banget (ke rakyat). Saya enggak mau satu Indonesia berakhir. Karena dinasti politik cuma bikin negara enggak maju-maju” jelasnya.
Selain para karyawan, ribuan mahasiswa pun juga ikut serta dalam aksi hari ini. Nugroho, 23, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik merupakan salah satu di antara ribuan mahasiswa itu. Datang jauh-jauh dari Jogjakarta bersama kawan-kawan satu almamaternya, Nugroho ingin menyadarkan pemerintah bahwa negara ini bukan milik satu keluarga maupun satu koalisi, tapi seluruh rakyat Indonesia.
Kedatangannya ke Jakarta juga bukan tanpa strategi. Mereka ingin berbagi peran dengan sesama teman mahasiswa untuk mengamplifikasi gerakan protes mahasiswa.
“Kami pikir semakin masif gerakan yang ada di Jogja dan di sini maka kami bisa menampilkan bahwa mahasiswa ada di mana-mana,” jelasnya.
Baca juga: #PeringatanDarurat: Putusan MK, Penolakan DPR, dan Kejutan Pilkada 2024
Adapun tuntutan aksi demonstran hari ini adalah berikut:
1. Mendesak DPR RI untuk tidak melawan dan mengubah keputusan MK N0.60/PUU-XXII/2024
2. Mendesak KPU RI mengeluarkan PKPU sesuai keputusan MK N0.60/PUU-XXII/2024
3. Revisi UU Pemilu & UU Partai Politik
4. Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja
5. Cabut UU 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
6. Sahkan RUU Pekerja Rumah Tangga
7. Sahkan RUU Perampasan Aset
*Dengan reportase dari Purnama Ayu Rizky, Aulia Adam, Aurelia Gracia, Jasmine Floretta V.D, Siti Parhani dan Tommy Triardhikara.