December 5, 2025
Environment Issues Politics & Society

Walhi: Risiko Banjir dan Longsor Jabar Bisa Lebih Parah dari Sumatera 

Walhi Jawa Barat memperingatkan, tanpa penertiban tambang ilegal dan pemulihan hutan, Jawa Barat tinggal menunggu waktu menyusul Sumatera.

  • December 5, 2025
  • 3 min read
  • 52 Views
Walhi: Risiko Banjir dan Longsor Jabar Bisa Lebih Parah dari Sumatera 

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat (Walhi Jabar) memberi peringatan keras soal meningkatnya risiko bencana ekologis di provinsi ini. Peringatan muncul setelah temuan 54 perusahaan tambang yang beroperasi tanpa izin dan merusak kawasan hutan tanpa penindakan berarti. Walhi menilai kondisi ini menempatkan Jawa Barat dalam posisi genting, mirip situasi Sumatera sebelum banjir bandang dan longsor besar melanda wilayah tersebut. 

Direktur Walhi Jawa Barat, Wahyudin, menyampaikan kekhawatiran ini ketika diwawancarai Magdalene melalui pesan singkat pada (5/12). Ia menyebut Jawa Barat memasuki fase kerentanan serius, terlihat dari masifnya kerusakan kawasan hutan dan derasnya konversi lahan dalam dua tahun terakhir. Data Walhi 2024 mencatat 178 titik tambang ilegal tersebar di berbagai kabupaten dan kota, menciptakan risiko banjir bandang, longsor, dan tanah amblas yang semakin nyata. 

“Kejadian paling mengecam minggu lalu salah satunya bencana ekologis yang terjadi di pulau Sumatera. Perlu kami tegaskan banjir bandang, longsor, tanah amblas serta fenomena bencana alam lainnya bukan semata-mata pemicunya intensitas hujan yang tinggi, atau biasa sering dikatakan sebagai bencana hidrometeorologi,” ujar Wahyudin. 

Baca Juga: Bencana Ekologis Sumatera, Mungkinkah Korban Gugat Perusahaan dan Pejabat?

Kerusakan Hutan Menguatkan Risiko Bencana 

Data Pemerintah Provinsi Jawa Barat menunjukkan 1.873 kejadian bencana terjadi sepanjang 2024. Jumlah itu mencakup 540 tanah longsor, 845 cuaca ekstrem, 261 banjir, serta 190 kebakaran hutan dan lahan. Tren ini sejalan dengan penyusutan kawasan hutan yang makin cepat. Sebanyak 43 persen hutan di Jawa Barat berubah fungsi menjadi tambang, kawasan wisata, properti, dan ekspansi geothermal

Wahyudin menjelaskan penyusutan juga terjadi pada lahan persawahan. “Alih fungsi lahan seperti area persawahan terus menyusut dijadikan pembangunan perumahan, pembangunan wisata, dan angkanya menyentuh 20 hektar per tahun seiring izin dikeluarkan pemerintah,” tuturnya. 

Betul saja. Dalam sepekan terakhir, banjir, rob, dan longsor menerjang Subang, Cisalak, Bandung, dan Bandung Barat. Rumah warga terendam, sawah rusak, dan sejumlah akses jalan terputus. 

Gubernur Dedi Mulyadi, dilansir dari laman Bappenda Jabar menyampaikan kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air dan kawasan pegunungan menjadi salah satu penyebab utama. Karena itu, pemerintah provinsi menargetkan normalisasi sungai, perbaikan drainase, dan reboisasi sebagai fokus mitigasi pada 2026. 

Walhi menilai langkah itu belum cukup. Sedikitnya 900 hektare lahan kritis belum dipulihkan, padahal musim hujan diperkirakan berlangsung lebih lama. Kondisi ini, menurut Wahyudin, membuat risiko bencana meningkat tajam. 

Baca Juga: Banjir Sumatera adalah Pengingat untuk Bertobat (Ekologis) 

Ia mendorong pemerintah memperketat seluruh aktivitas di kawasan hutan dan area resapan air, serta mengidentifikasi wilayah-wilayah dengan kerentanan tinggi untuk dijadikan dasar penyusunan rencana kontinjensi. Penindakan terhadap perusak lingkungan menjadi tuntutan utama. 

“Stop kegiatan-kegiatan yang merusak lingkungan dan jalankan penegakan hukum bagi pelaku perusak lingkungan,” tegasnya. 

Ilustrasi oleh Karina Tungari

About Author

Ahmad Khudori

Ahmad Khudori adalah seorang anak muda penyuka kelucuan orang lain, biar terpapar lucu.