Lifestyle Opini

Alasan Kenapa Taylor Swift Enggak Ada Matinya

Pengaruh Swift yang mengesankan enggak cuma dalam penulisan lagu tapi juga pemasaran, fandom, hingga bisnis.

Avatar
  • November 21, 2023
  • 6 min read
  • 10774 Views

Sebutkan satu nama musisi pop terkenal di dunia saat ini? Jika pertanyaan itu yang diajukan, mungkin jawaban terbanyak adalah Taylor Swift. Sosoknya kerap jadi fokus perhatian dari kerja-kerja profesional dan akademis. Pada 2022, Clive Davis Institute di Universitas New York mengumumkan kursus yang berfokus pada Swift, diajarkan oleh Brittany Spanos, penulis senior media musik Rolling Stone. Mereka juga memberikan Swift gelar doktor kehormatan dalam bidang seni, sebagai “salah satu seniman paling produktif dan terkenal di generasinya”.

Universitas lain di seluruh dunia juga punya kursus mereka sendiri, termasuk “Psikologi Taylor Swift”, “Buku Nyanyian Taylor Swift” dan “Sastra: Versi Taylor”.

 

 

Meskipun musisi dan selebritas menjadi daya tarik kita selama beberapa dekade, mereka jarang mendapat perhatian individual seperti Swift. Karier Swift yang mengesankan dapat dipelajari dari berbagai perspektif, termasuk pemasaran, fandom, bisnis, penulisan lagu, dan masih banyak lagi.

Baca juga: ‘Taylor Swift: The Eras Tour’, Tiga Jam Sensasi Surgawi untuk Para Swifties

Jadi, Kenapa Taylor Swift?

Dari segi musik, Swift telah memecahkan banyak rekor. Agustus lalu, dia menjadi musisi perempuan pertama dalam sejarah Spotify yang mencapai 100 juta pendengar bulanan.

Swift telah mencapai 12 album nomor satu di Billboard, terbanyak oleh artis perempuan, menyalip Barbra Streisand awal tahun ini.

Dia solois perempuan pertama dan satu-satunya yang tiga kali memenangkan Album of The Year dari Grammy Awards, untuk Fearless (2009), 1989 (2015) dan Folklore (2020)–-masing-masing dalam genre musik yang berbeda. Ini adalah penghargaan atas keahlian Swift dalam menulis lagu untuk bermacam-macam audiens.

Ada tuntutan bagi artis perempuan untuk terus menemukan kembali jati diri mereka. Swift merenungkan hal ini dalam Miss Americana, film dokumenternya yang tayang di Netflix:

Artis perempuan yang saya kenal harus merombak diri mereka sendiri 20 kali lebih banyak daripada artis pria, atau dia akan kehilangan pekerjaan.

Sepanjang kariernya, Swift telah berevolusi dari penyanyi musik country pemenang penghargaan menjadi salah satu bintang pop terbesar di dunia. Masing-masing dari sepuluh album studio orisinalnya memiliki tema dan estetika berbeda, yang telah dirayakan di tur raksasa bertajuk The Eras Tour.

Tur tersebut ditetapkan menjadi tur dengan pendapatan kotor tertinggi sepanjang masa, sehingga meningkatkan pendapatan perjalanan dan pariwisata lokal. Laporan terkini memperkirakan, tur ini berkontribusi sebesar US$5 miliar (sekitar Rp77,7 triliun) bagi perekonomian dunia.

‘Yang Kulakukan Cuma Mencoba, Mencoba, Mencoba’

Namun, tidak cukup mengukur pengaruh Swift dari musiknya saja.

Swift juga berperan penting mengubah permainan bisnis para musisi. Dia memilih sendiri label rekaman dan layanan streaming-nya, mengusahakan kesepakatan yang lebih baik untuk para musisi.

Pada 2015, Apple Music mengubah kebijakan pembayarannya setelah Swift menulis surat terbuka untuk mengkampanyekan kompensasi yang lebih baik.

Yang paling menonjol, dia mengambil sikap melawan mantan label rekamannya, Big Machine Records, setelah perusahaan label tersebut tidak memberi Swift kesempatan untuk membeli kembali rekaman master aslinya. Katalog belakangnya akhirnya dijual kepada eksekutif musik Scooter Braun, yang memicu perseteruan publik.

Meskipun bukan artis pertama yang mengejar rekaman masternya, dia menarik banyak perhatian terhadap masalah yang sering diabaikan. Tentu saja, Swift mempunyai hak istimewa-–dia bisa mengambil risiko yang tidak mampu diambil oleh banyak artis lain. Namun, dengan kekuatan ini, dia mendorong perbincangan seputar kontrak dan nilai musik, membuka jalan bagi artis-artis baru.

Dalam upaya untuk mendapatkan kembali kendali atas karya sebelumnya, Swift merekam ulang enam album pertamanya. Setiap album yang direkam ulang menyertakan “vault track”, yaitu lagu-lagu versi demo yang belum pernah dirilis sebelumnya dan tidak masuk di album rekaman asli.

Rilisan ini masing-masing disertai dengan kampanye promosi yang kuat, termasuk suvenir baru dan beberapa versi edisi terbatas dari setiap rekaman untuk dikumpulkan penggemar.

Peluncuran Speak Now (versi Taylor), yang menandai setengah jalan dari proses ini, telah membuahkan hasil yang besar. Performa Fearless (versi Taylor), Red (versi Taylor), dan Speak Now (versi Taylor) lebih baik dari aslinya.

Hal ini sebagian besar disebabkan oleh dukungan solid dari para penggemarnya, yang dikenal dengan “Swifties”. Mereka merangkul rekaman baru dengan tangan terbuka, mempermalukan siapa pun yang memutar versi asli yang “dicuri”.

Baca juga: Manipulasi dan ‘Gaslight’ dalam ‘All Too Well’, Taylor Swift adalah Kita

Kekuatan Swifties

Fandom setia Swift dikenal dengan tingkat partisipasi dan kreativitasnya yang tinggi. Para penggemar telah menghabiskan banyak waktu untuk membuat kostum konser, dan mendiskusikan teori-teori rumit secara online.

Swift memiliki reputasi meninggalkan petunjuk, yang dikenal sebagai telur Paskah, dalam lirik, video musik, postingan media sosial, dan wawancaranya. Ada akun penggemar yang didedikasikan untuk menganalisis telur Paskah ini, mempelajari pola angka dan frasa tertentu untuk mengungkap petunjuk tentang apa yang mungkin dilakukan Swift selanjutnya.

Swift dan Taylor Nation, salah satu cabang tim manajemennya, mendorong perilaku ini dengan memberi penghargaan kepada penggemar atas partisipasi mereka.

Untuk rilis mendatang dari 1989 (versi Taylor), Swift membuat serangkaian teka-teki di Google, yang harus dipecahkan bersama oleh para penggemar untuk mengungkap nama-nama “vault track” yang akan datang.

Swifties secara kolektif memecahkan 33 juta teka-teki dalam waktu kurang dari 24 jam. Permainan ini memiliki peran ganda–tidak hanya Swift mengumumkan judul-judul “vault track”, dia juga sekaligus mengklaim kembali penelusuran Google-nya.

Fandom Swift juga lintas generasi. Swift adalah seorang milenial sejati, dan banyak penggemar yang tumbuh bersamanya selama dua dekade terakhir. Bahkan ada yang mulai mengajak anaknya ke konser, dan memposting video.

Dia juga menggaet audiens yang lebih muda di TikTok, sebuah platform yang sebagian besar digunakan oleh Gen Z. Dijuluki “SwiftTok” oleh penggemar (dan sekarang oleh Swift sendiri), pengguna memposting video untuk berinteraksi dengan Swifties lain dan berpartisipasi dalam komunitas.

Lagu-lagu Swift sering digunakan dalam tren populer. Perilisan Midnights tahun lalu menampilkan banyak tarian Bejeweled dan Karma, tetapi katalog lama Swift juga berjalan dengan baik. Versi remix Love Story yang menjadi viral pada 2020, membantu generasi baru menemukan musik lamanya. Baru-baru ini, lagunya August digunakan warganet untuk berlari di pantai dan berputar-putar dengan hewan peliharaan.

Dia juga sangat dekat dengan tayangan dewasa muda seperti The Summer I Turned Pretty, yang menampilkan 13 lagunya sepanjang dua musim pertama tayangan tersebut. Musik Swift sangat penting dalam cerita ini sehingga penulis Jenny Han hampir mendedikasikan buku kedua untuknya.

Swift terus mendominasi perbincangan budaya melalui musiknya, keputusan bisnisnya, dan penggemar setianya.

Saat ini, popularitas Swift sedang berada di titik tertinggi dan mudah untuk menganggapnya sebagai tren sementara. Namun, jika 17 tahun pertama ini adalah sesuatu yang lewat begitu saja, Swift membuktikan akan bertahan dalam jangka waktu yang panjang, dan layak mendapatkan perhatian kita.

Kate Pattison, PhD Candidate, RMIT University.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.



#waveforequality


Avatar
About Author

Kate Pattison

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *