Issues

Curhat Buruh Perempuan: Tapera Cuma Menambah Panjang Derita Kami

Kisah Yuli, orang tua tunggal yang berjuang untuk keluarga di tengah tuntutan pemerintah yang ingin menyunat gajinya lewat Tapera.

Avatar
  • June 20, 2024
  • 5 min read
  • 870 Views
Curhat Buruh Perempuan: Tapera Cuma Menambah Panjang Derita Kami

Yuli Indriani, 40, khawatir bakal semakin melarat jika kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) diberlakukan. Program anyar Presiden Joko “Jokowi” Widodo itu sedianya memotong gaji buruh sepertinya, sebesar 2,5 persen setiap bulan. Selama ini saja, dia sudah ketar-ketir dalam memenuhi kebutuhan dengan gaji seadanya. Maka ketika kabar tentang iuran Tapera untuk seluruh tenaga kerja dayang, Yuli merasa keberatan.  

“Taruhlah kita di Jakarta (gaji) Rp5 juta juta. Angka 2,5 persen dari Rp5 juta itu kurang lebih 125.000, ya lebih besar dari potongan BPJS. Kalau menurut saya, kalau di saya ya, ini cukup memberatkan sih,” ujar Yuli ketika ditemui Magdalene di Sekretariat Serikat Buruh Independent Rumah Sakit Premier (SBI RSP), Jatinegara, Jakarta Timur, (30/5).  

 

 

Sehari-hari, Yuli bekerja sebagai Staf Administrasi di Rumah Sakit Premier Jatinegara. Berdomisili di Bogor, dia menghitung-hitung, iuran Tapera setara dengan ongkos transportasinya untuk 4 hari.  

Belum lagi potongan iuran yang lain. Jika diakumulasi dengan Tapera, Yuli akan menyumbang lebih dari Rp400 ribu setiap bulannya ke negara. “Kalau ditambah dengan BPJS, JHT (Jaminan Hari Tua), semuanya, sama Tapera nanti bisa Rp400-an. Gede banget. Uang Rp400 bisa ongkos saya sebulan. Bisa buat beli beras sekarung.”  

Baca Juga: Apa itu Tapera yang Bikin Rakyat Resah?

Pekerjaan Ganda Orang Tua Tunggal 

Sebagai orang tua tunggal yang memiliki seorang anak, Yuli harus putar otak untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Dari biaya sekolah anak, cicilan rumah, hingga ongkos untuk merawat sang ibu, Yuli mengaku gaji yang diterimanya setiap bulan tak cukup. Meminjam uang dan melakukan pekerjaan lain di luar kantor pun dilakukan Yuli untuk bertahan.  

Single parent harus mikirin dari a sampai z, kebutuhan anak sekolah, kebutuhan orang tua juga gitu kan itu kan bukan hal yang kecil,” tuturnya.  

“Gali lubang tutup lubang itu sudah hal yang lumrah ya. Saat gajian tutup lubang yang ini, ntar saya cari lubang lagi gitu. Iya karena gajinya gak cukup, terus terang aja sih apalagi dengan nanti ada tambahan potongan (Tapera),” lanjutnya. 

Sementara di luar kantor, Yuli memiliki pekerjaan lain, yakni menjual jamu dan freelance sales di usaha miliki seorang teman. Di tengah tuntutan ekonomi yang mengharuskan dirinya memiliki lebih dari satu pekerjaan, Yuli masih merasa beruntung karena pekerjaannya bisa dilakukan dari rumah.  

“Pakai laptop, modal laptop doang sama kuota, cuma gitu aja sih,” ucapnya.  

Meski begitu, Yuli sadar untuk para orang tua tunggal lainnya, pekerjaan ganda akan berimbas pada padatnya waktu. Menurut Yuli, pekerjaan ganda yang diemban orang tua tunggal akan mengakibatkan kewajiban lainnya, seperti mengurus anak dan rumah yang terbengkalai.  

“Jadi jangankan sesudah ada Tapera, sebelum ada Tapera saja kita udah harus muter otak loh. Khusus saya yang sebagai single parent atau mungkin single parent yang lain,” imbuh Yuli.  

Baca Juga: Harga Rumah Melambung Tinggi, Apakah Tapera Bisa Jadi Solusi?

Jangan Samakan Tapera dengan BPJS 

Sementara di sisi lain, Presiden Jokowi bilang, Tapera nantinya akan serupa dengan BPJS. Pro dan kontra, menurut Jokowi, hanya akan terjadi ketika masyarakat belum merasakan manfaat dari program pemerintah.  

“Setelah berjalan saya kira merasakan manfaatnya bahwa rumah sakit tidak dipungut biaya, hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra,” ucap Jokowi kepada wartawan seusai Acara Pelantikan Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Masa Khidmah, di Istora Senayan, Senin (27/4) lalu. 

Yuli menilai perbandingan yang digunakan Jokowi tidak adil. BPJS, kata Yuli, adalah kebutuhan dasar yang manfaatnya bisa diterima oleh semua masyarakat. Tidak demikian dengan Tapera. Ada banyak substitusi untuk rumah, seperti indekos atau kontrakan.  

“Tapera enggak semua orang butuh. Ibaratnya kalau BPJS kan ya butuh semuanya gitu kan,” tukas Yuli. 

Lagipula, jika dilihat di Pasal 38 Peraturan Pemerintah nomor 25 Tahun 2O2O tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, masyarakat harus memenuhi empat syarat supaya bisa mendapatkan manfaat kebijakan.  

Di antaranya, masyarakat harus paling singkat menjadi peserta dalam waktu 12 bulan dan belum memiliki rumah. Untuk pembangunan dan renovasi pun hanya bisa dilakukan untuk rumah pertama. Maka dari itu, tak semua masyarakat membutuhkan dan dapat merasakan manfaat Tanpera.  

Di sisi lain, Yuli berasumsi, ada anggapan dari masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas bahwa Rp. 125.000 bukanlah uang yang terlalu besar. Namun, untuk pekerja yang menerima Upah Minimum Provinsi (UMP) setiap bulannya, yang saat ini senilai Rp 5.067.381 di Jakarta, seperti dirinya, potongan Tapera sangat memberatkan.  

Harapan iuran Tapera dibatalkan tentu saja ada di benak Yuli. Namun, berkaca dari kebijakan-kebijakan sebelumnya, dia pesimis pemerintah akan mengejawantahkan keinginannya.  

“Makanya itu kita sebagai rakyat kecil, apa sih yang bisa kita lakuin? Omnibus Law atau UU Cilaka itu udah demo gede-gedean juga ketuk palu. Apalagi ini? yang buat kelas menengah ke atas Rp125.000 sebulan, enggak ada artinya,” ungkapnya.  

Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan 101 Buat Kamu yang Baru Mulai Kerja

Pentingnya Buruh Perempuan Berserikat 

Menghadapi iuran dari pemerintah yang akan semakin besar ini, Yuli harus memasang topeng tegar di rumah. Dia tak mungkin bercerita pada sang ibu tentang iuran yang semakin lama menguras gajinya semakin besar.  

“Saya kan enggak mungkin sharing ke ibu saya. Ibu saya tinggal sendiri, ayah saya udah gak ada. Potongan gede, entar malah stres ibu saya. Makanya udah saya keep sendiri,” Yuli berkata.  

Maka dari itu, di masa-masa seperti ini, serikat buruh di tempat kerja menjadi sangat krusial. Ketua SBI RSP Kristian Bagus Yuwono mengatakan serikat buruh bisa menjadi tempat penguatan untuk pekerja perempuan seperti Yuli.  

“Walaupun kemungkinan untuk menang, katakanlah untuk mencabut Omnibus Law, mencabut Tapera, sangat kecil, tapi paling tidak, kami bisa saling menguatkan,” seru Bagus. 



#waveforequality


Avatar
About Author

Andrei Wilmar

Seorang sarjana yang bermimpi jadi mahasiswa terus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *