Liputan Mendalam Magdalene 2024: Krisis Air hingga #WaveforEquality
Tahun ini, kami mengerjakan beberapa proyek liputan mendalam tentang isu-isu yang penting dan dekat dengan kita. Dari kerja perawatan, ruang aman anak, hingga perempuan pejuang lingkungan di Torobulu.
Tahun ini, kami mengerjakan beberapa proyek liputan mendalam tentang isu-isu yang dekat dengan kita, tapi jarang dikupas secara utuh. Misalnya, isu tentang kerja-kerja perawatan (care work) yang sering kali berhenti di pertanyaan: Siapa yang mau biayai kerja-kerja ini?
Pun para perempuan penyelamat lingkungan. Mulai dari perempuan yang punya inisiatif penting mengatasi krisis air di Jogja hingga mereka yang gagah berani mengadang proyek tambang di Torobulu, Sulawesi Tenggara.
Berikut adalah beberapa liputan mendalam yang telah kami buat sepanjang 2024:
1. Ijazah ‘Wah’, Cari Kerja Susah: Di Balik Maraknya Pengangguran Gen Z
Sudah lima bulan sejak “Danar”, 24 lulus studi Magister Manajemen di Universitas Indonesia. Namun, ia masih belum mendapat kerja. Dari 200 lowongan kerja yang diikuti, jumlah perusahaan yang memanggil untuk melanjutkan proses rekrutmen bisa dihitung pakai jari. Realitas ini membuat Danar yang tadinya cukup selektif dalam mengirimkan lowongan kerja, jadi pasrah mencoba ke berbagai perusahaan.
“Awalnya nargetin perusahaan-perusahaan besar, tapi belakangan aku ‘nebar’ jaring. Yang penting dapat kerja dulu,” ungkapnya.
Baca selengkapnya di sini.
2. Perempuan Torobulu Berjuang Tolak Tambang: Dirikan Tenda, Kehilangan Pekerjaan, Dikriminalisasi Perusahaan
Hari itu 27 September 2023, suasana di Simpang 3, Desa Torobulu cepat memanas. Warga setempat sudah habis kesabaran melihat ulah PT WIN yang diduga melakukan penambangan ilegal. Selain tak mengantongi izin, kemarahan warga juga dipicu aktivitas PT WIN yang menambang kurang dari 100 meter dari pemukiman warga. Sebelumnya pada 21 September 2023, warga sempat meminta perusahaan berhenti beroperasi. Aktivitas memang diberhentikan sementara untuk memenuhi permintaan warga. Namun belum genap satu minggu, mereka kembali menggali nikel.
Berikutnya adalah aksi perempuan yang berjuang menolak tambang. Mereka bertemu di lapangan untuk mempertahankan desa dari kerusakan lingkungan yang lebih fatal. Bahkan, mereka sengaja mendirikan tenda di Simpang 3 untuk melawan perusahaan tambang tersebut.
Baca artikel lengkapnya.
3. #MerekaJugaPekerja: Jangan Biarkan Perempuan Kerjakan Semua Sendirian
Pagi adalah dimulainya “keriuhan” bagi para ibu pekerja. Hal ini juga berlaku buat Arniati, 35, karyawan swasta yang punya dua anak balita. Kesibukan Arni dimulai sekitar jam 04.30 pagi. Setelah membangunkan anak-anak dan suami, ia buru-buru menyiapkan sarapan dan bekal, mencuci piring, membereskan buku pelajaran anak, hingga mengantarkan dua putranya ke sekolah.
Ketenangan baru didapat ketika ia sudah sampai ke kantor. Tak cuma jadi ruang untuk aktualisasi diri, tapi kantor juga tempat me time-nya untuk jeda dari tugas di rumah. Selama bekerja, ia juga merasa tenang karena anak-anak dititipkan ke sang nenek.
Baca artikelnya di sini.
4. #RuangAmanAnak: Berikan ‘Safe Space’ untuk Anak-anak Queer, Bagaimana Caranya?
Tahun 2016 jadi momen berharga bagi Anggun (38), seorang transpuan yang berprofesi sebagai seniman, sutradara, penulis naskah film, dan produser. Ia pulang ke Jambi untuk bertemu dengan orang tua sekaligus mengganti nama di KTP. Kali pertama Anggun pulang, setelah tujuh tahun merantau di Jakarta. Meski waktu itu memang berniat rekonsiliasi dengan ayah dan keluarga besar, Anggun tak menyangka sambutan keluarganya malah hangat.
Setelah Anggun mengganti nama di KTP, keluarga ibunya berinisiatif mengadakan kumpul bersama sebagai bentuk perayaan. “Kata mereka mumpung aku balik, bikin potluck aja rame-rame,” cerita Anggun pada Magdalene (11/6).
Baca artikel selengkapnya.
5. #TanahAirKrisisAir: Bagaimana Perempuan Redam Bencana Kekeringan (1)
Bagaimana jika air di Indonesia habis? Magdalene mengajukan pertanyaan itu pada Heru Hendrayana, Profesor Hidrogeologi Universitas Gadjah Mada (UGM). Jawabannya singkat, “Kehidupan kita selesai, tamat.” Jawaban tersebut sekaligus jadi alarm pengingat kita. Sebab, menurut Global Water Security Report 2023 dari United Nations University, water security level Indonesia memang termasuk mengkhawatirkan, dan mendapat nilai 51.
Lalu bagaimana jika air ada, tapi tak bisa dikonsumsi karena kotor atau jumlahnya sedikit sekali? Inilah yang dirasakan oleh sejumlah warga di Jogja, termasuk Sulastri, 45. Ia terpaksa membeli air galon isi ulang setiap empat hari sekali. Sehingga, bikin pengeluaran keluarganya bertambah Rp50 ribu. Hal itu ia lakukan karena air tanah di tempat tinggalnya, Kampung Ledok Tukangan, Jogja krisis air bersih sejak tercemar bakteri E. coli.
Baca artikelnya di sini.