December 5, 2025
Gender & Sexuality Issues Politics & Society

Meme Jokowi-Prabowo dan Homofobia yang Subur di Indonesia 

Meme Prabowo dan Jokowi berciuman dianggap sebagai hinaan dan lelucon. Memang apa salahnya foto dua lelaki yang berciuman?

  • May 18, 2025
  • 6 min read
  • 1500 Views
Meme Jokowi-Prabowo dan Homofobia yang Subur di Indonesia 

Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) SSS ditangkap polisi karena membuat meme Presiden ke-7 Joko “Jokowi” Widodo berciuman dengan Presiden ke-8 Prabowo Subianto, menggunakan Akal Imitasi (AI).  

SSS dikenakan Pasal 45 Ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait dengan penyiaran informasi elektronik yang bermuatan melanggar kesusilaan. 

Namun, setelah masuk rumah tahanan sejak (7/5), polisi menangguhkan penahanan SSS empat hari kemudian. Penangguhan itu dilakukan setelah berbagai pihak menyampaikan permohonan, yakni orang tua, kuasa hukumnya, kampus ITB, dan SSS secara pribadi. Polisi pun mengatakan tersangka menyesal dan meminta maaf atas perbuatannya.  

“Tersangka dan keluarga juga menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Prabowo dan Jokowi,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko, dilansir dari Tempo. 

Sementara itu, ITB menyatakan akan membimbing SSS secara akademik dan karakter. Setelah berterima kasih pada pihak yang mengawal proses hukum mahasiswanya, Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Nurlaela Arief menyampaikan komitmen institusinya untuk membimbing SSS agar lebih bertanggungjawab dan beretika dalam menyuarakan pendapat.  

”ITB mendorong seluruh sivitas akademika untuk menjadikan peristiwa ini sebagai refleksi bersama. Kebebasan berekspresi adalah hak setiap warga negara, tetapi harus dijalankan dengan tanggung jawab, pemahaman hukum, serta penghormatan terhadap hak dan martabat orang lain,” tutur Nurlaela sebagaimana ditulis Kompas.id. 

Baca juga: Femisida Bukan Sekadar Pembunuhan Biasa, Ada Misogini di Dalamnya

Dua Politisi Berciuman 

Mengunggah satu foto dua pemimpin yang sedang berciuman membuat SSS dianggap melanggar kesusilaan dan harus dibina secara karakter. Padahal, ciuman pernah menjadi simbol solidaritas politik di masa lalu.  

Ciuman antara dua politisi yang ikonik, terjadi dalam perayaan 30 tahun terbentuknya Jerman Timur pada 5 Oktober 1979. Setelah menyepakati perjanjian ekonomi, Presiden Jerman Timur Eric Honecker dan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet Leonid Brezhnev berciuman sebagai simbol solidaritas negara sosialis.   

Ritual berciuman yang bernama “Socialist Fraternal Kiss” itu merupakan budaya gereja ortodoks Rusia yang kemudian diadaptasi oleh kelompok komunis. Mereka berciuman untuk menunjukkan solidaritas dan kerjasama damai antar negara, berbanding terbalik dengan jabat tangan yang biasanya dilakukan oleh pemimpin dunia Barat.  

Gambar ciuman Jokowi dan Prabowo pun bisa saja diartikan serupa. Namun, jika pembuat dan penikmatnya tidak mengetahui konteks sejarah Socialist Fraternal Kiss, meme tersebut akan tampil sebagai hinaan dan lelucon yang mengentalkan homofobia.  

Ritual ini dikenal seluruh dunia setelah ciuman antara Honecker dan Brezhnev diabadikan oleh fotografer Regis Bossu. Foto hitam-putih itu kemudian dipublikasi oleh French press agencies dengan judul “Le Baiser” atau The Kiss. Melansir Comrade Gallery, Socialist Fraternal Kiss menjadi tanda bahwa gestur intim pernah menjadi bagian dari politik.  

Foto ini pun dijadikan mural oleh seniman asal Rusia, Dimitri Vrubel di sisa-sisa tembok Berlin. Melalui mural tersebut, Vrubel mengkritik hubungan politik negara-negara blok timur. Walaupun secara gestur intim, kedekatan para pemimpin terkesan tidak tulus dan sarat kepentingan. 

Gambar ciuman Jokowi dan Prabowo pun bisa saja diartikan serupa. Namun, jika pembuat dan penikmatnya tidak mengetahui konteks sejarah Socialist Fraternal Kiss, meme tersebut akan tampil sebagai hinaan dan lelucon yang mengentalkan homofobia.  

Baca juga: Apa itu ‘Patriarchy Extinction Burst’: Pukulan Mundur Kesetaraan Gender 

Homofobik 

Dalam masyarakat konservatif, tampil sebagai identitas seksual atau gender yang tidak heteroseksual adalah sebuah kekurangan. Karena itu, mengasosiasikan seseorang dengan komunitas LGBT dapat diartikan sebagai lelucon atau hinaan.  

Riset berjudul “That’s so gay”: Language Use and Antigay Bias Among Heterosexual College Students” menemukan, penggunaan kata-kata yang berkorelasi dengan homoseksualitas jamak digunakan.  

Riset yang ditulis pada 2012 ini mengatakan, penggunaan kata “gay” sebagai lelucon atau hinaan berkaitan erat dengan konsep mikroagresi. Mikroagresi tidak rumit. Konsep ini menggambarkan pesan dari komunikasi sehari-hari yang sebenarnya menyudutkan kelompok minoritas. Orang-orang yang bias terhadap komunitas LGBT atau telah menginternalisasi homofobia sering kali mengejek satu sama lain dengan sebutan “gay”.  

Shawn Meghan Burn, dalam jurnalnya yang berjudul “Heterosexuals’ Use of “Fag” and “Queer” to Deride One Another”, mengatakan prasangka buruk terhadap LGBT memainkan peran penting dalam penggunaan kata yang berkorelasi dengan homoseksualitas sebagai hinaan dan lelucon.  

Pun demikian, pengguna kata belum tentu fobia terhadap LGBT atau memiliki prasangka buruk secara mendalam. Meghan menjelaskan, mereka yang sebenarnya tidak homofobik, menggunakannya untuk mendapat pengakuan sosial. Ini bisa terjadi karena terdapat kontrak tidak tertulis dalam masyarakat, bahwa lelaki harus bersikap maskulin. Menampilkan seorang lelaki secara tidak maskulin, lanjutnya, adalah hinaan dan lelucon.  

Maka, tak hanya dengan kata, membuat foto dua lelaki berciuman bisa saja dikategorikan sebagai mikroagresi, jika ditujukan untuk menyudutkan mereka secara identitas seksual. Meme Prabowo-Jokowi dapat memiliki dua arti, tergantung kesimpulan orang-orang yang melihat.  

Polisi yang secara jelas mengategorikan perbuatan SSS melanggar kesusilaan, tentu saja tidak melihat makna sejarah di balik foto tersebut. Mereka menggunakan perspektif yang homofobik, bahwa meme tersebut adalah sesuatu yang asusila. Pertanyaannya, apakah semua masyarakat melihatnya dengan kacamata homofobik?  

Baca juga: Di Sini Incel, di Sana Incel: Pengalamanku Seminggu Selami Komunitas Pembenci Perempuan 

Menyediakan Diri 

Akademisi sekaligus pendiri yayasan GAYa Nusantara Dede Oetomo merasa pandangan polisi dalam kasus ini, mewakili pandangan masyarakat luas. Menurutnya, masyarakat Indonesia masih memiliki sikap homofobik.  

Ini dibuktikan dengan banyaknya netizen yang mengomentari gestur Letnan Kolonel Teddy Indra Wijaya yang tidak maskulin, bahkan menuduhnya memiliki hubungan romansa dengan Prabowo. Padahal, Teddy memiliki sejumlah permasalahan yang lain, seperti pengangkatannya sebagai Sekretaris Kabinet tanpa melepas jabatan militer.  

Di tengah homofobia yang subur di Indonesia, Dede mengatakan, wacana negara membimbing pembuat meme akan malah mengentalkan fobia tersebut. Padahal, homofobia hanya bisa diberantas lewat pendidikan. Pun demikian, sulit rasanya mengharapkan pendidikan tentang identitas gender dan seksual kepada institusi formal.  

“Pendidikan untuk menghindari maskulinitas toksik, transphobia, homofobia, itu kan enggak jalan, paling LSM yang melakukan. Di sekolah-sekolah umum enggak jalan,” ujar Dede kepada Magdalene, (14/5).   

“Paling bisa berjalan kalau ada guru yang punya sikap bijaksana, adil, suka baca, dan berani untuk tidak mengikuti,” lanjutnya.  

Meski sebagai pembayar pajak masyarakat harus menuntut pemerintah, Dede bilang, pendidikan tentang identitas gender dan seksual belum bisa direalisasikan secara sistemik. Pun demikian, Dede pun memiliki optimisme pada orang muda. Menurutnya, generasi muda memiliki kapasitas untuk membicarakan topik-topik yang dahulu dirasa tabu.  

Karena itu, imbuh Dede, individu yang memiliki kesadaran akan topik identitas gender dan seksual bisa menyediakan diri untuk berdiskusi dengan orang muda yang ingin belajar. “Kita yang memang mampu, kayak saya gini, mudah-mudahan orang mendekati. Masih ada kok yang mendekati karena ingin tahu dan belajar,” katanya.  

About Author

Andrei Wilmar

Andrei Wilmar bermimpi buat jadi wartawan desk metropolitan.