Penjelasan Lengkap Di Balik Viralnya Bunda Corla
Saya ngobrol dengan empat 'anak' Bunda Corla, untuk cari tahu kenapa ratusan ribu orang ramai-ramai mengikuti ‘live streaming’ dan mengidolakannya.
Lagu-lagu dangdut jadul belakangan jadi tren berkat perempuan yang familier disapa Bunda Corla. Sosok warga Indonesia yang tinggal di Jerman itu memang kerap memutar lagu-lagu dangdut, dari Hamil Duluan Tuty Wibowo dan No Comment atau Buaya Buntung yang dinyanyikan Inul Daratista.
Lagu bandit, kata Corla, selalu berhasil membuatnya girang. Biasanya ia bakal berjoget-joget sambil mengajak bicara para “anak”-nya, sebutan untuk penggemar yang setia menonton live streaming Instagramnya. Anak Bunda Corla jumlahnya banyak, sebab hampir setiap melakukan live streaming Instagram, jumlah penontonnya lebih dari seratus ribu orang. Bahkan pada satu kesempatan angkanya mencapai lima ratus ribu penonton. Jumlah yang bahkan sulit sekali dicapai oleh para selebriti akun centang biru alias akun verified.
Buatku yang sebenarnya lumayan katrok dan tidak terlalu update dengan tren masyarakat Indonesia, fenomena Bunda Corla tentu memicu tanda tanya. Kenapa, sih masyarakat Indonesia mendadak keranjingan Bunda Corla? Setelah sebelumnya hanya melihat Bunda Corla satu dua kali di Twitter, aku turun gunung menyaksikan live streaming-nya langsung. Pun, mengikuti akun Instagramnya yang ternyata sudah mencapai 5 juta pengikut.
Tak jarang aku menonton rekaman ulang live Instagramnya di YouTube. Tidak semuanya, aku memilih yang potongan live paling kocak, atau jumlah views-nya lebih dari seratus ribu.
Dari perjalanan singkat mengenal Bunda Corla, akhirnya aku paham kenapa dia jadi bahan meme di Twitter dan viral hingga sekarang. Untuk mendukung hipotesisku, aku ngobrol langsung dengan anak-anak Bunda Corla untuk tahu alasannya.
Baca Juga: Terlalu Sulit Lupakan Rehan? ‘Teror’ itu Bernama ‘Earworm’
Autentik dan Hubungan Kuat dengan Penggemar adalah Kunci
Mencari anak Bunda Corla di media sosial bukan perkara yang sulit. Aku hanya butuh masuk ke profil utama Instagram Bunda Corla dan melihat followingnya. Dari situ, aku bisa melihat siapa saja teman-temanku yang mengikuti Instagram Bunda Corla. Dari sekian banyak temanku yang mengikuti Bunda Corla (total ada 26 orang), aku putuskan untuk mengobrol singkat dengan empat teman-temanku yang berusia 22 hingga 29 tahun.
Mereka inilah yang kemudian aku berikan dua pertanyaan utama yang sama. Kenapa, sih kamu suka menonton konten Bunda Corla? Apa yang membuat Bunda Corla berbeda dengan so called influencer atau selebriti internet pada umumnya?
Jawaban yang mereka berikan tentu beragam. Kak “Lintang”, 29, mengaku suka melihat Bunda Corla yang suka berbicara dengan logat Medan. Sebagai orang rantau dari Medan, cara Bunda Corla berbicara ini mengingatkan dia pada sang ibu. Sosok yang cerewet tapi juga ngangenin karena kerap memberikan dia nasihat selama tumbuh dewasa.
“Seru aja lihat dia. Berasa kaya denger Mamak di rumah merepet (bercakap yang bukan-bukan). Memang agak kasar, sih cuma di Medan itu udah biasa, Dek. Enggak cuma merepetnya doang, dia suka kasih nasihat dikit-dikit tanpa disadari. Jadi berasa dapet Mamak online.”
Selain menyukai Bunda Corla karena logat Medannya, Lintang juga sikap idolanya itu. Salah satunya terkait bagaimana Bunda Corla mengomentari apa pun yang ia lihat dan temui, sehingga membuat sosoknya lucu dan relatable.
Sikap Bunda Corla ini menurut kak Lintang merepresentasikan gambaran manusia apa adanya. Bunda Corla adalah manusia yang berani tunjukkan autenitasnya dengan jadi dirinya sendiri tanpa takut apa kata orang lain. Firdha, 28 dan Jeje, 22, anak Bunda Corla yang hampir tak pernah absen menonton Mamaknya live Instagram pun sepaham.
Mereka berdua suka cara bagaimana berbicara Corla yang ceplas-ceplos tanpa disaring. Mereka juga menyukai cara bagaimana Bunda bersikap sesuai dengan apa yang ia inginkan tanpa pikirkan apa kata orang lain.
Berjoget-joget heboh di tengah live streaming, memperlihatkan goyangan pantat dan pinggul sambil bernyanyi lagu ‘bandit’nya. Pun, tetap bersikap woles pada bosnya sendiri di tempat kerja, Corla mereka memang seberani itu menunjukkan autentitasnya.
“Karena emang dia menjadi dirinya sendiri, apa adanya, itulah jadi hiburan. Aku sendiri pingin gitu kaya Bunda,” ujar Firdha.
Baca juga: Tren Anak Muda ‘Pengen Ngonten’: Di Balik Cita-cita Ingin Jadi ‘Influncer’
Namun, autentisitas ternyata bukan jadi alasan tunggal Bunda Corla viral dan disukai banyak orang. Ada satu alasan lagi yang berkaitan erat dengan fanbase atau basis penggemarnya. Saat berbincang-bincang dengan Widis, 25, salah satu anak Bunda Corla, aku jadi cukup takjub dengan Bunda Corla. Ia bisa dibilang pintar membangun fandom atau basis penggemarnya sendiri.
“Dia cerdas, sih untuk hidupin platformnya, cerdas buat selalu bisa nemuin atau ngelakuin hal kecil apapun jadi topik dan pasti ngelibatin anak-anaknya. Kaya ada aja yang dibahas dan dilakuin. Heran. Jadi kita selalu enggak pernah bosen.”
Kecerdikan Bunda Corla dalam menghidupan platformnya juga bagian trik jitu yang ia punya. Trik ini menggarisbawahi usaha Bunda Corla untuk selalu memastikan keterlibatan anak-anaknya di setiap konten yang ia punya.
Setiap live Instagram dia selalu membaca komen anak-anaknya. Ia juga sering menanyakan rekomendasi lagu dangdut. Lagu-lagu yang jika ia sukai akan otomatis masuk ke dalam lagu banditnya dan berakhir pada ajakan bergoyang dan bernyanyi bersama anak-anak.
Bahkan Bunda Corla suka melakukan jalan-jalan virtual. Dalam sesi jalan-jalan virtual, Bunda Corla akan live streaming sambil melakukan grocery shopping atau sekadar jalan-jalan santai di daerah dekat tempat tinggalnya untuk melepas penat.
Selama jalan-jalan virtual, Bunda Corla tetap secara aktif melibatkan anak-anaknya. Ia tetap membaca komentar bahkan take an advice from her “kids”. Misalnya pada satu live, Bunda Corla memutuskan membeli softlens di supermarket setelah ada salah satu anaknya khawatir ia terlupa menaruh kecamatanya.
Dengan cara inilah Bunda Corla akhirnya secara tidak sadar telah membuat ikatan kuat dengan para penggemarnya. Ikatan yang kuat ini membuat live Bunda Corla terus ramai dikunjungi, meme terus diproduksi dan disebarkan luas di media sosial, dan yang paling penting penggemarnya merasa diberikan tempat untuk berinteraksi dengan nyaman.
“Dia bisa ngebangun lingkungan di mana fansnya jadi kaya punya sense of belonging dan nyaman karena dia juga nyaman mau ngapain aja di live dan aktif ngelibatin anak-anaknya,” ucap Widis lagi.
Bunda Corla Merupakan Fenomena Mikro Selebriti
Realitas media sosial yang kita lihat dalam fenomena Bunda tak lepas dari istilah microcelebrity atau selebriti mikro. Istilah ini pertama kali digagas oleh pakar media Theresa Senft pada 2008 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Alice Marwick, profesor komunikasi media di Universitas North Carolina.
Dalam studi yang diterbitkan oleh Frontiers in Sociology, Marwick menjelaskan selebriti mikro sebagai pola pikir dan kumpulan praktik presentasi diri yang endemik di media sosial. Di sini pengguna media sosial secara strategis menjangkau pengikut dengan memanfaatkan persona digital mereka untuk mengakses modal sosial yang signifikan. Sehingga, selebriti mikro biasanya adalah orang biasa yang menggunakan media sosial untuk memproduksi konten, baik dalam bentuk unggahan foto, video, atau live streaming hingga memiliki banyak pengikut.
Dalam jurnal penelitian yang ditulis oleh Safira Hasna, selebriti mikro dikenal publik dan identifikasi berdasarkan pada unsur-unsur seperti kekaguman, asosiasi, aspirasi, atau pengakuan para pengikutnya. Karena itu, ada beberapa hal penting yang harus dimiliki oleh selebriti mikro. Di antaranya adalah sense of everydayness (keseharian), exclusivity (eksklusivitas), exceptional (luar biasa) dan exotic (berbeda dari yang lain).
Baca Juga: ‘Quo Vadis Infotainment’: Antara Jurnalisme dan Sensasionalisme
Keempat hal inilah yang dimiliki oleh Bunda Corla. Sense of everydayness bisa lihat dari bagaimana sebagai selebriti mikro, Bunda Corla tak pernah luput memperlihatkan kegiatannya sehari-hari. Mulai dari bangun tidur, berdandan, grocery shopping, hingga bekerja sampai tengah malam sebagai pramusaji di salah satu restoran cepat saji.
Cara ia berbicara ceplas-ceplos dengan logat Medan serta sikapnya yang cenderung bodo amat dan apa adanya, juga membuatnya berbeda dari yang lain (exotic) sekaligus exceptional (luar biasa). Selain itu, Bunda Corla juga hadirkan eksklusivitas (eksklusivitas). Hal ini tampak lewat istilah atau inside joke yang hanya bisa ia pahami bersama dengan penggemarnya. Sehingga, jika ada orang “baru” yang menikmati kontennya mungkin akan dibuat bingung dengan referensi yang ada.
Firly Annisa, pengajar ilmu komunikasi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mengatakan kehadiran selebriti mikro telah mengacaukan kelaziman selebriti tradisional. Secara tak langsung eksistensi mereka memperlihatkan pergeseran dinamika sosial baru. Dinamika sosial di mana masyarakat lebih memilih menyukai “orang biasa” dengan segala keautentikannya dibandingkan individu yang sengaja dipoles oleh industri.
Keautentikan selebriti mikro inilah yang juga jadi alasan kenapa basis penggemar mereka bisa dibilang unik. Seperti yang diungkapkan Widis sebelumnya, sebagai anak Bunda Corla ia merasakan sense of belonging dan rasa nyaman. Hal ini tak lain karena selebriti mikro memiliki hubungan dua arah yang aktif dengan penggemarnya. Seakan tak ada jarak sama sekali antara keduanya. Baik selebriti mikro dan penggemarnya secara esensi juga sama-sama “orang biasa”. Karena itu, proses pembentukan ikatan keduanya dibangun berdasarkan sebuah hubungan timbal balik.
Hal ini terlihat sekali dalam interaksi Bunda Corla dan penggemarnya. Bunda Corla sebagai “selebriti” memberikan konten dan terlibat aktif berinteraksi dengan penggemarnya. Penggemarnya yang merasa terhibur dan dilibatkan dari konten Bunda Corla, kemudian berusaha “membalasnya”. Caranya dengan apa? Memperkenalkan sekaligus menaikkan nama Bunda Corla di berbagai media sosial lewat produksi meme dan unggahan ulang videonya. Apa yang dilakukan oleh penggemarnya ini tentu diketahui oleh Bunda Corla yang pada gilirannya akan dibalas lewat konten-konten lainnya yang tak kalah seru.
Pada akhirnya, buatku pribadi, dicintainya orang biasa yang relatable seperti Bunda Corla adalah tanda bahwa orang muak dengan segala kepalsuan dan drama di industri hiburan. Masyarakat butuh hiburan yang relate. Pun, masyarakat mendambakan tinggal di dunia yang mau menerima diri mereka apa adanya. Persis seperti Bunda Corla.