Drama Korea ‘When the Camellia Blooms’ Tampilkan Ragam Identitas Perempuan
Drama Korea “When the Camellia Blooms” menampilkan karakter-karakter perempuan yang tidak mau kehilangan identitas.
Drama Korea When the Camellia Blooms berakhir pada 21 November setelah tayang selama 20 episode di stasiun televisi KBS. Serial ini terbilang istimewa karena mampu meraih peringkat tinggi, di tengah gempuran saluran digital sebagai alternatif menyaksikan hiburan. Cerita mudah dicerna dan penyutradaraan realistis menjadi daya tarik utama drama ini. Namun bagi perempuan When the Camellia Blooms menghadirkan keistimewaan lain lewat ragam karakter yang berdaya dan dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Drama Korea ini mengisahkan Dong Baek (Gong Hyo Jin), seorang ibu tunggal yang membuka bar Camellia (dong baek adalah kata dalam bahasa Korea dari bunga camellia) di kota kecil Ongsan. Kecantikannya menarik perhatian laki-laki sehingga mereka rutin mengunjungi bar itu dan membuat bisnisnya laris. Tetapi di sisi lain, status dan profesinya mendapatkan cibiran ibu-ibu tetangga.
Kehidupan Dong Baek berubah pelik ketika trauma masa lalunya muncul. Mantan pacarnya, atlet bisbol terkenal Jong Ryeol (Kim Ji Seok), mencarinya demi menjalin ulang cinta mereka meski hubungan mereka dulu berakhir pahit. Padahal Dong Baek sendiri tengah dekat dengan polisi muda Yong Shik (Kang Ha Neul). Permasalahan bertambah ketika pembunuh berantai kembali mengincarnya pasca tragedi bertahun-tahun lalu.
Premis When the Camellia Blooms mungkin terdengar klise dan menempatkan perempuan di posisi lemah. Tema sejenis beberapa kali dikritik karena tidak menggambarkan kesetaraan gender, tetapi pada kenyataannya tetap berjalan akibat budaya partriarki yang mendarah daging. Dalam premis, Dong Baek tampak sama saja dengan karakter perempuan lain yang tidak berdaya dihujat masyarakat dan kesulitan bersikap dalam hubungan percintaan.
Namun penulis Lim Sang Choon menepis rasa skeptis lewat keputusannya untuk mengetengahkan sisi lain perempuan dalam karakter yang dekat dengan masyarakat dalam serial ini. Ada deretan karakter perempuan yang mendominasi, dari mulai ibu rumah tangga sampai pemilik restoran, pengacara sampai model sekaligus influencer. Latar belakang mereka lebih variatif dibandingkan karakter laki-laki yang rata-rata bekerja sebagai polisi atau atlet.
Baca juga: Ini Satu Alasan Lagi Mengapa Harus Menonton Drama Korea
Para karakter perempuan ini hadir dengan dinamika tersendiri. Permasalahan mereka terasa tidak asing, yaitu soal pergulatan batin tentang peran dalam masyarakat. Para perempuan ini ragu menempatkan diri mereka karena terbentur sistem patriarki yang menempatkan laki-laki di posisi teratas sebagai pemilik kekuasaan.
Lihatlah bagaimana Dong Baek kerap cemas tentang efek statusnya sebagai ibu tunggal terhadap sang anak, Pil Gu (Kim Kang Hoon). Atau karakter pendukung Ja Young (Yum Hye Ran) yang harus tahan disindir sang mertua karena dianggap tidak melaksanakan tugas istri akibat karier cemerlangnya sebagai pengacara. Masalah lain muncul dalam kehidupan karakter Jessica (Ji Yi Su), seorang model merangkap selebgram, yang terobsesi tampil menjadi istri dan ibu sempurna di media sosial walaupun kehidupan nyata berkata lain. Konflik mereka terasa menusuk karena kebingungan soal peran masih dihadapi oleh perempuan di masyarakat saat ini. Kita mungkin pernah mengenal atau merasakan berada di posisi Dong Baek, Ja Young, dan Jessica.
Kebanyakan drama kemudian mengajak kita untuk iba terhadap Dong Baek, Ja Young, atau Jessica atas rentetan konflik mereka. Tetapi When the Camellia Blooms tidak menempatkan para perempuan tersebut sebagai objek untuk dikasihani. Perjuangan mereka selalu diangkat dalam setiap episode. Para perempuan ini berusaha tidak kehilangan identitas dengan upaya meraih keinginan dan kebahagiaan sendiri. Ja Young memutuskan untuk tidak acuh terhadap omongan mertua dan lanjut bekerja. Sementara Jessica merenungkan aksinya di media sosial saat pernikahannya renggang.
Baca juga: 5 Drakor dengan Karakter Perempuan yang Anti-Stereotip
Sementara itu, Dong Baek menyeimbangkan kebahagiaannya lewat hubungan cinta serta keinginannya bekerja mencari nafkah demi sang putra. Sepak terjang mereka perlahan menggeser konsep partriaki di tengah masyarakat. Betapa penting bagi perempuan memiliki kekuatan untuk berdiri sendiri dengan prinsipnya.
Meski perempuan sebagai individu menjadi fokus utama, When the Camellia Blooms juga menekankan pentingnya ikatan hubungan. Elemen ini ternyata mampu menguatkan perempuan yang berasal dari usia, latar belakang, dan profesi berbeda. Tema persahabatan ini secara mengejutkan digali lewat sepak terjang ibu-ibu rumah tangga di Ongsan.
Tidak peduli seberapa sering mereka mencibir Dong Baek, ibu-ibu ini turun tangan menyelesaikan teror pembunuhan berantai. Aksi mereka kemudian membuktikan persepsi baru bahwa pemberdayaan perempuan tidak hanya terbatas bagi mereka yang lebih muda dan independen dalam urusan karier. Para ibu rumah tangga di kota kecil pun bisa menunjukkan eksistensi mereka lewat cara lain dan tidak melulu kuno dalam memilah peran.
When the Camellia Blooms sukses menampilkan keragaman identitas perempuan di tengah masyarakat. Setiap karakter memiliki permasalahan berbeda, namun tujuannya sama, untuk mewujudkan keinginan dan kebahagiaan masing-masing. Keberhasilan drama ini terbilang melegakan karena turut mentransformasikan keresahan dan pergerakan perempuan di tengah masyarakat.