Korean Wave

7 Bukti ‘Hometown Cha-Cha-Cha’ Lebih dari Cerita Cinta Ringan

Drakor ‘Hometown Cha-Cha-Cha’ tidak hanya menawarkan komedi romantis yang manis, tapi juga dinamika kehidupan kota kecil yang menarik.

Avatar
  • October 16, 2021
  • 6 min read
  • 1434 Views
7 Bukti ‘Hometown Cha-Cha-Cha’ Lebih dari Cerita Cinta Ringan

Judul yang terasa agak norak dan premis yang kelihatannya picisan membuat drama Korea Hometown Cha-Cha-Cha awalnya tidak menarik untuk saya tonton. Saya memang kurang suka drama Korea romantis dan masih trauma dengan Descendants of the Sun yang cheesy banget. Selain itu, saya juga Team Nam Do San, bukan Team Han Ji Pyeong. Jadi tidak merasa harus mengikuti akting Kim Seon Ho lagi.

Tapi promosi yang kencang, rekomendasi teman, plus kebutuhan akan tontonan ringan setelah Midnight Mass, Squid Game, dan realitas hidup, mendorong saya menonton Hometown Cha-Cha-Cha. Ternyata, memang benar ini komedi romantis picisan. Namun digarap dengan baik, dengan skrip ketat yang menampilkan ansambel karakter yang, sesuai judulnya, berdansa dengan kompak dan selaras.

 

 

Lagi-lagi saya dibuat kagum dengan cara penulisan drakor yang bungkusnya sebetulnya tidak berbeda dengan FTV, tapi ada banyak sisipan isu sosial yang disampaikan tanpa menggurui. 

Plot utamanya boleh soal perempuan metropolitan yang pindah ke kota kecil dan saling jatuh cinta dengan pemuda akamsi (anak kampung sini), tapi di dalamnya ada isu lansia, hubungan orang tua-anak, hak pekerja, sampai isu lingkungan hidup. Hal-hal ini dibahas tanpa ngegas, tapi juga tidak hanya jadi bumbu sekilas.

Berikut adalah tujuh hal yang membuat Hometown Cha-Cha-Cha enak ditonton dan perlu.

1. Drakor Hometown Cha-Cha-Cha Promosikan Gaya Hidup Sederhana

Kisah drakor romantis Netflix ini diawali dengan kepindahan perempuan dokter gigi Yoon Hye-jin (Shin Min-a yang cantik memesona) dari Seoul ke kota kecil (fiktif) Gongjin di tepi laut. Ia muak dengan tempatnya bekerja, sebuah klinik gigi yang suka memeras pasien dengan rangkaian perawatan yang diada-adakan.

Di Gongjin, Hye-jin (dan kita yang menonton) jatuh cinta dengan ritme dan gaya hidup sederhana kota kecil itu. Bagaimana ia cukup berjalan kaki ke tempat kerja, berbelanja keperluan sehari-hari di toko kelontong, dan memandang laut dari jendela klinik gigi yang ia buka di kota itu.

Bagi yang berasal dari desa, drakor ini menimbulkan nostalgia hirup di lembur: rumah-rumah berteras luas dengan meja lebar untuk duduk-duduk dan makan bareng tetangga, mencuci baju manual dengan injak-injak kaki, dan belanja ikan langsung dari nelayan.

Drakor ini juga ada mengkritik kapitalisme serta gaya hidup eksesif dengan konsumsi berlebihan.

Baca juga: ‘D.P.’, Potret Perundungan di Wajib Militer Korea

  1. Karakter Perempuan yang Beragam dan Multidimensi

Hye-jin mungkin anak gaul kota dengan tas Hermes berganti-ganti, mengenakan gaun Gucci ke pertemuan warga, atau pakai kaus ngatung saat lari pagi. Tapi ia juga mandiri, tahu apa yang diinginkan dan bekerja keras mewujudkannya, punya empati pada orang lain, penolong, dan juga penyayang pada anak-anak.

Karakter-karakter lainnya termasuk ibu tunggal, ibu yang kehilangan anak, lajang yang keluar dari hubungan toksik, lesbian, dan ABG piatu. Semuanya tidak ada yang digambarkan secara stereotip dan tipikal, ataupun tanpa cacat. Namun diperlihatkan memiliki cerita latar dan bagasi yang membuat kita berpikir ulang untuk menghakimi mereka.

Drakor romantis ini juga mengangkat isu kekerasan seksual terhadap perempuan tanpa menjadikannya sebagai token untuk mendorong plot cerita.

  1. Drakor Hometown Cha-Cha-Cha Munculkan Isu Parenting

Drakor romantis Netflix ini juga memunculkan isu parenting, tidak hanya dalam keluarga batih, tapi beragam bentuk keluarga dengan pergulatannya, yang disampaikan dengan cara yang simpatik. 

Ada pasangan muda yang memberi kebebasan pada anaknya yang masih kecil dan kebetulan eksentrik, sehingga ia tumbuh menjadi anak perempuan yang berani dan percaya diri. Bagaimana orang tua yang sudah bercerai mengesampingkan rasa sebal kepada satu sama lain dengan rutin duduk makan malam bareng, memegang kuat komitmen untuk membesarkan anak bersama-sama. Kemudian ada anak yang dibesarkan hanya oleh kakeknya, atau ayah tunggal yang pening dengan kelakuan putri praremaja dengan masalah citra tubuh.

Baca juga: 5 Drakor yang Bongkar Isu-isu Penting Institusi Kepolisian

  1. Perlihatkan Kehidupan Lansia yang Berdaya

Semakin banyak drakor yang menampilkan karakter lansia yang tidak hanya sebagai pelengkap (penderita) namun menjadi karakter utama, misalnya Dear My Friends dan Navillera. Ceritanya pun tidak melulu sedih atau tragis, tapi lebih beragam, termasuk di drakor Hometown Cha-Cha-Cha ini.

Di kota kecil Gongjin ada sekelompok lansia yang masih berdaya dan mandiri. Bagaimana seorang nenek menjadi referensi kuliner lokal serta bentuk rumah khas setempat. Ada isu pengabaian oleh anak yang tinggal di luar negeri, tapi para lansia ini dikisahkan memiliki komunitas yang membuat mereka menjalani hari-hari lebih bergairah. 

  1. Ada Pesan Menjaga Lingkungan Tanpa Ceramah

Warga Gongjin giat bekerja bakti untuk membersihkan lingkungan. Otoritas setempat menyediakan kantung untuk daur ulang sampah, dan memasang CCTV atas permintaan warga guna melihat siapa yang suka membuang sampah sembarangan. Makanan pesanan dari restoran diantar dengan wadah yang bisa dicuci dan dipakai kembali, bukan plastik sekali buang.

Pemuda akamsi segala bisa, Hong Dua Sik a.k.a Hong Banjang (Kim Seon Ho), punya gaya hidup DIY, membuat sendiri barang-barang keperluan pribadi dari bahan alami atau bahan sisa. Misalnya membuat sabun, lilin dari minyak jelantah, sampai kotak perhiasan dari kayu bekas. 

Baca juga: 4 Alasan Kamu Harus Nonton Serial Netflix ‘Young Royals’

  1. Selipkan Isu Hak Pekerja Lepas

Hong Banjang, alias Chief Hong, adalah lulusan universitas terkemuka yang kemudian memilih menjadi pekerja lepas di kampung halaman. Apa pun dia kerjakan, dari tukang reparasi sampai pengantar makanan dan dekorator. Menariknya, dia tahu haknya sebagai pekerja, tak segan melakukan negosiasi atau menagih bayaran. Ia juga adil terhadap sesama pekerja lepas, memberi upah sesuai UMR. 

Di saat hari libur, tidak ada yang bisa memaksanya (kecuali sang gebetan) untuk kembali bekerja karena ia tahu haknya.

  1. Drakor Hometown Cha-Cha-Cha Ajak Suami Introspeksi

Yang paling penting adalah drakor ini mengajak para suami dan mantan suami untuk introspeksi mengenai perilakunya. Banyak sentilan terhadap laki-laki yang tidak sadar istrinya punya beban ganda akibat norma gender tradisional, yang harus bekerja di luar rumah dan juga mengurus segala tetek bengek rumah tangga pengasuhan anak.

Drakor romantis ini mengingatkan suami bahwa hamil itu tidak mudah dan setelah melahirkan, bukan berarti segala kerepotan berakhir. Ketika istri mengamuk karena lelah, jangan pikir itu akibat hormon belaka, tapi banyak isu yang berkelindan di dalamnya. 

Ada lagi karakter seorang istri yang tidak kuat lagi dengan beban ganda ini, sementara suami asyik minta dilayani ini itu dan tidak membantu tugas domestik. Ia kemudian menceraikan si suami yang terus saja tidak paham karena tidak merasa ada masalah dalam perkawinan mereka. Sayang, ada plot yang menyerah pada norma keluarga batih tradisional. Tapi gambaran yang simpatik mengenai para istri ini patut diapresiasi.



#waveforequality


Avatar
About Author

Injagi Jigana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *