Screen Raves

4 Alasan Kamu Harus Nonton Serial Netflix ‘Young Royals’

‘Young Royals’ menawarkan cerita segar dan unik dengan penggambaran yang realistis. Ini menjadikannya berbeda dengan serial remaja lain.

Avatar
  • August 31, 2021
  • 5 min read
  • 4605 Views
4 Alasan Kamu Harus Nonton Serial Netflix ‘Young Royals’

Pekan lalu, saya baru saja rampung menonton 6 episode serial remaja Netflix berjudul Young Royals (2021). Ketertarikan saya menonton serial asal Swedia ini karena kenalan gay saya di Twitter mengklaim, Young Royals cukup baik menggambarkan realitas remaja queer. Serial ini sebenarnya memiliki premis yang umum: Elit kerajaan “ditertibkan” di sekolah asrama karena kenakalannya.

Adalah Pangeran Wilhelm (Edvin Ryding) yang terpaksa bersekolah di sekolah asrama elite, Hillerska, demi memperbaiki reputasi kerajaan karena ia tertangkap kamera mabuk di klub. Kendati awalnya ia benci kehidupan barunya ini, semua berubah sejak ia berkenalan dengan remaja laki-laki kelas pekerja berdarah Amerika Latin dengan ibu imigran, Simon (Omar Rudberg).

 

 

Ya, premisnya boleh basi dan klise, tapi usai menonton serial ini, saya tahu premis apapun akan kalah dengan bagaimana sineas mengeksekusi ide cerita dan mengemasnya dalam sinema nan apik. Dengan segera, Young Royals tanpa basa-basi jadi top 10 Netflix favorit saya.

Baca juga: 10 Film dan Serial TV Bertema LGBT yang Wajib Ditonton

Lebih lanjut, berikut 4 alasan kenapa Young Royals wajib banget kamu tonton:

  1. Diperankankan oleh Remaja dan Menormalisasi Ketidaksempurnaan Bentuk Tubuh

Dalam wawancara Netflix, Lisa Ambjörn, Kepala Penulis Naskah Young Royals menceritakan pengalamannya bareng Sutradara Rodja Sekersöz, memilih aktor dan aktris remaja yang berpenampilan layaknya remaja “normal” pada umumnya. Mereka memiliki kulit bertekstur, jerawat, flek hitam, luka wajah, bentuk tubuh yang beragam, dan berusia 18 hingga 21 tahun.

Buat saya, ini jadi salah satu kejujuran dalam serial Young Royals. Bahwa kekurangan tubuh dan karakterisasi sengaja dipilih tanpa harus repot memolesnya sana-sini. Tak ada makeup yang menutupi wajah penuh jerawat Pangeran Wilhelm. Ia juga tak digambarkan sebagai pangeran fantasi (?) yang bertubuh kekar dengan perut kotak-kotak.

Kejujuran lain juga tampak dari karakter Felice, perempuan kelas atas yang populer di sekolahnya, dengan tubuh gemuk dan berjerawat. Penggambaran sosok Felice ini yang jelas-jelas tidak pernah diperlihatkan dalam serial remaja pada umumnya, karena biasanya karakter perempuan populer selalu digambarkan memiliki wajah tanpa cela dengan tubuh yang ramping dan wajah ayu sempurna.

Baca juga: ‘Euphoria’ Serial Televisi Gen Z Paling Realistis?

  1. Eksplorasi Seksualitas Karakter Utama

Sementara sebagian besar produk budaya populer bertemakan LGBTI  fokus pada kisah melela, Young Royals lebih menekankan eksplorasi seksualitas Pangeran Wilhelm. Pun, bagaimana Simon sebagai pasangannya membantu Wilhelm untuk sepenuhnya nyaman dengan orientasi seksual yang ia miliki. Eksplorasi seksualitas digambarkan secara ciamik melalui berbagai adegan yang menekankan pada kedalaman rasa di antara Wilhelm dan Simon melalui sentuhan dan tatapan.

Perjalanan seksualitas Wilhelm dimulai dari bagaimana ia terpesona saat pertama kali melihat sosok Simon bernyanyi di podium paduan suara. Dari adegan di episode pertama ini, mereka berdua kemudian saling bertukar rasa melalui tatapan rindu yang intens, genggaman tangan,  hingga ciuman.

Dari ciuman pertama inilah, parade tatapan rindu, genggaman tangan rahasia, hingga sentuhan intim ditunjukkan. Ada ketegangan mencolok dari pengalaman Wilhelm selama mengeksplorasi seksualitasnya bersama Simon. Dalam hal ini Wilhelm berjuang untuk menyeimbangkan tugas dan cintanya dengan pesan penting yang bertaburan dalam dialog padat mereka. Bahwa apa yang mereka lakukan bukan sebuah kesalahan, bahwa menjadi gay adalah sesuatu yang normal. Ujung-ujungnya, representasi LGBTI  yang baik pun kita dapatkan dalam serial ini.

Baca juga: Lampaui ‘Love, Simon’: 7 Film Queer Bertema ‘Coming of Age’

Sumber: Netflix

 

  1. Menekankan Budaya Kehormatan (Culture of Honor)

Dalam Encyclopedia of Social Psychology (2007) dijelaskan, Culture of Honor adalah budaya di mana seseorang merasa berkewajiban untuk melindungi reputasinya dengan menghina, menyangkal, atau melakukan kekerasan, baik secara fisik maupun verbal.

Culture of Honour ini sangat ditekankan sejak mula Pangeran Wilhelm masuk ke sekolah asrama elite karena ia harus mempertanggungjawabkan perilakunya. Dalam satu adegan misalnya, ia menggertak bahkan “menumbalkan” satu temannya dengan berbohong pada kepada sekolah atas keterlibatannya dalam pesta alkohol.

Contoh lainnya terkait bagaimana homofobia karakter August dan ibunya, Ratu Kristina membuat mereka menyangkal kebenaran hubungan dengan Simon. Dalam hal ini, August sengaja mengunggah video Wilhelm dan Simon yang sedang bercumbu di kamar Wilhelm yang ia ambil secara diam-diam dengan cap bahwa seharusnya Wilhelm sebagai putra mahkota tidak sepatutnya bertindak demikian.

Tersebarnya video tersebut akhirnya membuat pihak kerjaan langsung turun tangan. Ratu Kristina memaksa Wilhelm untuk menyangkal keterlibatannya dalam video tersebut dengan menekankan bahwa sebagai putra mahkota ia harus bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma kebangsawanan yang berlaku.

  1. Sisterhood di Antara Dua Kelas Sosial Berbeda

Alasan terakhir mengapa Young Royals wajib ditonton adalah kita dapat melihat persahabatan tak biasa antara perempuan dari kelas bangsawan dan kelas pekerja. Young Royals mengeksplorasi dinamika unik ini melalui karakter Felice dan Sara, adik dari Simon yang justru membangun sisterhood di kemudian hari.

Awalnya, Felice dan Sara memang bukan dua orang yang dekat satu sama lain, terutama karena Felice merupakan perempuan yang populer sekaligus bangsawan yang terhormat. Namun kendati menolak membangun pertemanan, Felice justru secara perlahan membangun relasi dengan Sara.

Felice mengerti bagaimana Sara susah didekati, sehingga pendekatannya dengan Sara dimulai dari perbincangan mengenai kuda (Sara mengurus kuda milik Felice) hingga akhirnya mereka bisa saling terbuka dengan masalah personal mereka seperti masalah percintaan dan keluarga.

Mereka bahkan membangun sisterhood dengan cara memupuk rasa percaya antara satu sama lain, saling menguatkan, dan mendorong tiap individu untuk berkembang. Salah satunya adalah bagaimana Sara bercerita secara jujur tentang August, pacar Felice yang menciumnya tiba-tiba. Dari pernyataannya Sara, hubungan mereka justru semakin kuat dan mereka mengkonfrontasi August terang-terangan dengan mengunggah status di Instagram dan bersikap acuh padanya di sekolah.

 



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *