#IndonesiaLawanFemisida: Sederhana, tapi Media Masih Tak Adil pada Korban Femisida

21 April 2025 | Jasmine Floretta V.D

Dari pemantauan terhadap Kompas.com, Suara.com, dan Detik.com ditemukan, pemberitaan femisida masih minim perspektif korban, membuka identitas pribadi, dan sarat bahasa sensasional.

“Apa sih sebenarnya salah anak saya sampai bisa terjadi fatal kayak gini?” Itulah pertanyaan yang terus menghantui Sukarsih sejak anak perempuannya, Wardani, dibunuh awal 2024. Wardani seharusnya pulang kampung untuk merayakan Lebaran seperti tahun-tahun sebelumnya. Sebagai perantau dan pencari nafkah utama keluarga, ia memang rutin pulang setahun sekali. Namun, Lebaran kali itu berbeda: Wardani pulang dalam keadaan tak bernyawa. “Ya itulah (rasanya seperti) orang bangun tidur ditampar begitu,” ucap Sukarsih mengenang saat pertama kali mendengar kabar kematian putrinya.

Wardani dibunuh oleh mantan kekasih, Arif—seseorang yang dikenal cukup dekat oleh keluarga. Arif cemburu usai mengetahui Wardani dekat dengan laki-laki lain. Ia menyusun rencana pembunuhan, mengajak Wardani jalan, dan saat korban terlelap, ia melilitkan tali rafia ke leher Wardani hingga meninggal kehabisan oksigen. Setelah memastikan Wardani meninggal, jasadnya dibuang. Arif sendiri kini terancam hukuman pidana maksimal.

Kematian Wardani hanyalah puncak dari gunung es kasus femisida di Indonesia. Femisida didefinisikan sebagai pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh motif gender. Ia berbeda dari pembunuhan biasa yang tidak dilatarbelakangi relasi kuasa atau diskriminasi. United Nation Women (UN Women) menyebut femisida sebagai bentuk paling ekstrem dari kekerasan terhadap perempuan.   Selengkapnya



ARTIKEL LAINNYA

Di Balik Dapur Berita Femisida: Jurnalis Kurang Pelatihan dan Minim Empati

Trauma dan Kemiskinan: Bayang-bayang Keluarga Korban Femisida

Saya Ngobrol dengan Pendamping Keluarga Korban Femisida: ‘Jujur Berat, tapi Kami Bertahan’

#IndonesiaLawanFemisida: Mereka yang Dibunuh karena Perempuan