Issues

4 Strategi untuk Berdebat dengan Sikap Toleransi dan Empati

Ada strategi berdebat dengan tetap bertoleransi dan berempati kepada lawan bicara.

Avatar
  • March 16, 2020
  • 5 min read
  • 947 Views
4 Strategi untuk Berdebat dengan Sikap Toleransi dan Empati

“Perubahan iklim itu hoaks,” kata sepupu saya di sebuah acara keluarga. “Saya baca di Twitter, itu hanya cara untuk supaya orang membeli mobil listrik mahal.”

Saya menghela napas sambil berpikir, “Bagaimana dia bisa mendapat informasi yang salah?” Saya ingin sekali merespons, “Astaga, yang kamu baca itu kebohongan di media sosial semua.”

 

 

Tidak diragukan lagi, sepupu saya memikirkan hal yang sama tentang saya, ketika saya mengatakan bahwa Partai Republik terlalu takut pada Presiden AS Donald Trump sehingga tidak berbuat apa-apa. Karena tidak ingin membuat keributan, kami tidak menanggapi banyak ucapan masing-masing dan membiarkan begitu saja.

Sebagai seorang profesor psikologi dan psikolog klinis di tempat praktik swasta, saya tahu hubungan saya dengan sepupu saya itu akan membaik jika kami dapat membahas masalah-masalah itu dengan cara yang tidak keras satu sama lain. Andai saja semudah itu.

Saya tidak sendirian dalam rasa frustrasi dan keinginan untuk berubah. Sebuah jajak pendapat pada Desember 2019 yang dilakukan oleh Public Agenda/USA TODAY/Ipsos menunjukkan bahwa lebih dari 9 dari 10 orang di Amerika Serikat mengatakan sudah waktunya untuk mengurangi perpecahan, yang mereka yakini diperburuk oleh para pemimpin pemerintah dan media sosial.

Orang-orang yang ingin menghentikan permusuhan dan berhubungan lagi satu sama lain. Namun, bagaimana caranya?

Berdasarkan pengetahuan saya tentang penelitian psikologis, berikut adalah empat pendekatan yang dapat kita gunakan untuk mengatasi perpecahan.

  1. Menjalin hubungan

Menghindari interaksi dengan orang-orang yang memiliki pendapat berbeda dapat melanggengkan perpecahan. Ambil risiko untuk menjalin hubungan dengan orang-orang ini.

Lakukan pendekatan melalui aktivitas yang kamu sukai seperti menjadi sukarelawan atau lewat klub hobi. Kamu bahkan dapat mengundang orang-orang dari berbagai latar belakang untuk makan bersama seadanya di rumahmu.

Kegiatan seperti ini dilakukan lewat berbagi tujuan bersama, yang menciptakan suasana kooperatif dan bukannya kompetitif. Penelitian menunjukkan bahwa kontak saja tidak menjamin interaksi kooperatif. Untuk benar-benar menjalin hubungan, Anda harus menunjukkan rasa hormat saat mengusahakan tujuan bersama.

Baca juga: Berhijab atau Tidak, Terserah Masing-Masing

  1. Temukan kesamaan

Penting untuk diingat bahwa kebutuhan dasar untuk merasa aman dimiliki oleh semua orang. Berfokus pada kesamaan dapat membawa pada pemahaman yang lebih dalam tentang orang lain, sementara fokus pada perbedaan akan mengarah pada argumen.

Sebuah argumen melibatkan dua orang yang satu sama lain merasa dirinya satu benar, dan lawan bicaranya salah. Namun yang hilang dari skenario ini adalah kesamaan dari masalah yang mereka berdua coba selesaikan.

Ungkapkan kembali masalahnya. Bertukar pikiranlah tentang semua cara yang berbeda untuk menyelesaikannya. Contohnya, seseorang mungkin mengatakan satu-satunya cara untuk melindungi Amerika dari terorisme adalah dengan membatasi imigrasi. Alih-alih menantang gagasan bahwa imigrasi harus dibatasi, kamu dapat menyatakan ulang masalahnya—lalu tanyakan, apakah mungkin ada cara lain untuk mengatasi terorisme selain dengan membatasi imigrasi. Anda mungkin menemukan beberapa solusi yang kamu setujui.

  1. Komunikasikan

Dengarkan lebih banyak dan kurangi bicara. Tunjukkan pada lawan bicara bahwa kamu mengerti apa yang mereka katakan sebelum mengeluarkan pikiranmu.

Semua orang ingin agar perkataannya didengar dan dipahami. Jika tidak, mereka akan terus menekankan poin mereka. Jadi, untuk menghentikan pertengkaran, mulailah mendengarkan dan merenungkan kembali apa yang telah kamu dengar.

Kamu mungkin pernah mengalami mendengarkan hanya apa yang ingin Anda dengar—dan mungkin mendapati diri kamu tidak mendengarkan sama sekali. Kamu mungkin hanya menunggu suatu jeda untuk memberikan reaksi spontan terhadap apa yang dikatakan orang lain.

Untuk mendengarkan dengan baik, kamu harus terlebih dahulu membuka telinga, mata, dan hati. Periksa bias kamu sehingga kamu dapat mendengar tanpa menghakimi. Tangguhkan kepentingan dirimu dan tetap fokus pada apa yang dikatakan orang lain. Kemudian, beritahu orang itu apa yang kamu dengar.

Menunjukkan empati bukan berarti kamu setuju dengan apa yang dikatakan orang lain. Menunjukkan empati berarti kamu meyakinkan orang lain tentang yang telah Anda dengar sebelum membuat pernyataan Anda sendiri.

Baca juga: Hentikan Debat Kusir dan BuzzeRp: 6 Tips Berargumen di Media Sosial

Sekarang saatnya bagi kamu untuk membagikan pikiranmu. Ambil napas dalam-dalam. Tenangkan diri dan kaji kembali dirimu sehingga kamu dapat memberikan respons yang dipertimbangkan alih-alih reaksi cepat. Kamu bisa tidak setuju dengan tetap menghormati lawan bicara.

Komunikasi menggunakan proses di atas untuk mengarah ke percakapan, bukannya argumen, dan membangun hubungan yang lebih saling percaya. Butuh cukup satu pihak untuk membuat percakapan empatik karena empati mengundang empati. Semakin banyak pengertian yang kamu berikan, semakin banyak yang kamu dapatkan.

  1. Belajar mengevaluasi media secara kritis

Jangan secara pasif menerima semua yang kamu lihat dan dengar. Ada terlalu banyak sumber fakta yang menyimpang, pendapat yang tidak didukung fakta, dan kebohongan nyata yang tersedia saat ini. Lakukan evaluasi secara kritis apa yang disajikan dengan mempertimbangkan sumber dan memeriksa fakta konten. Yang terpenting, jika pesan itu tampak palsu, jangan bagikan.

Jadi, ketika kamu mendengar atau melihat seseorang berbagi informasi palsu, jangan menantangnya. Sebagai gantinya, perlihatkan bagaimana cara mengecek fakta informasi tersebut.

Hindari kemarahan dan kebencian dalam konten yang kamu konsumsi. Evaluasilah apakah konten itu berusaha mengadu domba kamu dengan orang atau kelompok lain. Ikuti media yang mendukung empati, kasih sayang, dan pengertian. Tapi jangan terjebak menjadi katak dalam tempurung dengan hanya membaca konten yang kamu suka.

Bantu anak-anak dan remaja, tidak hanya untuk mengevaluasi media secara kritis, tapi juga untuk menjadi baik dan peduli terhadap orang-orang yang berbeda dari mereka. Ajarkan toleransi dengan menunjukkan toleransi.

Ya, kamu bisa jadi sendirian dalam mencoba membuat perubahan, tapi pengaruh kamu penting.

Saya berencana saat nanti saya bertemu sepupu saya lagi, saya akan mendengarkan dengan empati; agar dia tahu saya mengerti sudut pandangnya; dan mencoba mengidentifikasi tujuan bersama tempat kami dapat berbagi perspektif.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.



#waveforequality


Avatar
About Author

Beverly B. Palmer

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *