Aksi Mogok Makan Aliansi PRT: Mereka Bukan Budak, Pak Jokowi!
Meskipun Maret lalu RUU PPRT telah menjadi inisiatif DPR, sayangnya sampai kini tak kunjung disahkan.
Para Pekerja Rumah Tangga (PRT) melakukan aksi mogok makan mulai (14/8), di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Aksi ini dilakukan untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), dengan melibatkan sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Mogok Makan. Di antaranya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jaringan Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Perempuan Mahardhika, Kalyanamitra, dan Koalisi Perempuan Indonesia.
Dalam aksi tersebut, PRT turut menyajikan piring-piring kosong berisikan batu bata, dot bayi, sikat kamar mandi, spon pencuci piring, dan rantai. Barang-barang itu merupakan simbol buruknya situasi kerja yang dialami PRT—seperti mengalami kekerasan, perbudakan, dan ketakutan yang dihadapi untuk mengatakan bahwa mereka lelah atau lapar.
“Aksi piring kosong ini menandakan PRT yang menahan lapar karena jam kerja panjang, dan tidak bisa berkata tidak karena harus bekerja,” ujar Koordinator Jala PRT Lita Anggraini, dalam rilis yang diterima Magdalene.
Baca Juga: PRT di Mata Islam: Setara dan Punya Hak yang Sama
Menurut Lita, sebuah ironi jika melihat pembangunan yang banyak disuarakan, seolah tidak ada lapisan masyarakat yang tertinggal. “Tapi PRT ternyata ditinggalkan. Ini menunjukkan pengabaian nasib PRT,” imbuh Lita.
Sebab, realitasnya terdapat 1.634 kasus kekerasan terhadap PRT sepanjang 2017-2022, berdasarkan catatan Jala PRT. Di samping itu, PRT merupakan bagian korban-korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)—mencapai 2.597 kasus sejak 2012-2020 merujuk pada data Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).
Sementara sepanjang tahun ini, JALA PRT mencatat, dari 2641 kasus, 79 persen di antaranya tidak bisa menyampaikan situasi kekerasan yang mereka alami. Mayoritas mereka terkendala soal akses komunikasi yang ditutup.
“Apakah hal ini tidak dianggap krisis? Apakah satu korban tidak penting bagi DPR. Sementara prinsip kemerdekaan adalah tanpa kekerasan. Apakah karena PRT maka kasus kekerasan dianggap wajar?” kata Muhammad Isnur dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang juga bagian dari Aliansi PRT.
Baca Juga: Perjalanan 20 Tahun RUU PPRT, Hari Ini Diketok Jadi RUU Inisiatif DPR
Pidato Presiden Tak Bahas Nasib PRT
Di saat bersamaan, Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan sekaligus penyampaian Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2024 dan nota keuangannya pada 16 Agustus 2023 di Gedung DPR. Namun, tak ada satu pun isu PRT yang diketengahkan dalam pidato tersebut.
Karena itulah, Aliansi PRT akan terus menggelar aksi mogok makan ini sampai RUU PPRT diketok palu. Tyas Widuri dari Perempuan Mahardhika berujar, “Jika DPR terus membiarkan kondisi ini, maka DPR membiarkan PRT dalam perbudakan, dan sebagai pekerja yang dianggap tidak berhak mendapatkan kemerdekaan dalam bekerja.”
Sebagai informasi, RUU PPRT mengalami pasang surut selama 19 tahun. Pada Agustus 2022, pemerintah melalui Kantor Staf Presiden (KSP) juga sudah membentuk Gugus Tugas RUU PPRT. Lalu pada 18 Januari 2023, Jokowi mengeluarkan pernyataan untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT.
Baca Juga: Jalan Panjang Pekerja Rumah Tangga Cari Keadilan, Negara ke Mana?
Pada Maret 2023, RUU PPRT ditetapkan sebagai inisiatif DPR. Kemudian Mei lalu, pemerintah bersama Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), menyelesaikan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), yang kemudian dikirim ke DPR. Namun, payung hukum tak kunjung disahkan, untuk melindungi PRT dari kekerasan dan eksploitasi oleh pemberi kerja.
Karena itu, Aliansi Mogok Makan menyatakan tiga hal, yakni dorongan pada DPR untuk mengesahkan RUU PPRT, tidak membiarkan praktik perbudakan modern terhadap PRT di Indonesia, serta mengajak masyarakat untuk bergabung dalam aksi solidaritas mogok makan PRT.
Adapun aksi mogok makan dilaksanakan di enam kota: Jakarta, Medan, Tangerang, Semarang, Yogyakarta, dan Makassar. Rencananya, aksi ini akan dilakukan sampai DPR mengesahkan RUU PPRT.