Issues

Perjalanan 20 Tahun RUU PPRT, Hari Ini Diketok Jadi RUU Inisiatif DPR

Bukan langkah terakhir, tapi disetujuinya RUU PPRT sebagai inisiatif DPR adalah langkah maju. Lalu apa selanjutnya?

Avatar
  • March 1, 2023
  • 5 min read
  • 235 Views
Perjalanan 20 Tahun RUU PPRT, Hari Ini Diketok Jadi RUU Inisiatif DPR

Kegembiraan dari pegiat buruh, anak-anak muda, dan aktivis perempuan mewarnai Sidang Paripurna DPR RI, (21/3). Sebagian orang mengepalkan tangan ke atas, ada yang sibuk tepuk tangan, ada yang menangis haru. Hari itu Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) resmi ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR, setelah semua fraksi menyatakan kesetujuannya.

“Akhirnya mimpi ini bisa terwujud, bisa masuk ke rapat paripurna, sesuatu yang kami tunggu lama, kami mengapresiasi para anggota dan pimpinan DPR,” kata Yuni Sri, salah satu PRT.

 

 

PRT Adiati juga menyatakan kegembiraannya. Hari ini ia datang duduk di fraksi balkon DPR setelah minta izin majikan untuk melihat perjuangan bersama teman-teman PRT. Para PRT lain juga duduk di fraksi balkon setelah meminta izin pada pemberi kerja.

Baca juga: 15 Ribu PRT di  7 Kota Turun ke Jalan, Tuntut Sahkan RUU PRT Segera

“Kami dapat izin pergi sebentar untuk melihat perjuangan teman-teman PRT lainnya, syukurlah hari ini bisa terwujud,” kata Adiati.

Nyaris dua dekade sejak pertama kali RUU tersebut didorong oleh Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT). Semangat awal jaringan ini adalah untuk menciptakan payung hukum buat pekerja, yang bahkan namanya dikecualikan dari UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003–sekarang diganti UU Cipta Kerja.

Apalagi mengingat jumlah PRT di Indonesia menurut laporan Organisasi Buruh Dunia (ILO) bertajuk “Pekerja Rumah Tangga di Indonesia” (2015) diperkirakan mencapai 4,2 juta dari total penduduk 260 juta jiwa. Bandingkan dengan PRT di India yang mencapai 3,8 juta orang dan Filipina 2,6 juta. Sebanyak 84 persen PRT yang tercatat di Indonesia adalah perempuan, dan mereka rentan mengalami kekerasan, termasuk jam kerja panjang, beban kerja berat, tak ada libur, tak ada jaminan sosial, larangan berserikat, kekerasan seksual, dan tak ada upah layak.

Baca juga: Jalan Panjang Pekerja Rumah Tangga Cari Keadilan, Negara ke Mana?

Menurut data Jala PRT, ada 327 kasus kekerasan PRT pada 2012. Jumlah ini terus naik pada 2020 dan mencapai 842 kasus. Sebagian kekerasan yang muncul tak pernah tunggal, bahkan sampai berakhir dengan PRT yang harus meregang nyawa di tangan majikan. Multi-kekerasan ini kerap muncul karena PRT adalah pekerjaan di ranah privat dan domestik, sehingga susah diawasi pemerintah dan publik.

Adapun Jala PRT yang salah satunya diinisiasi oleh aktivis Lita Anggraini, mulanya memfokuskan diri untuk advokasi di Jogja. Pada medio 2004, Jala PRT menggelar aksi, lobi, dan aksi hingga akhirnya Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X menggulirkan Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga pada 1 Oktober 2010.

Advokasi diperluas hingga Jakarta. Ada dua alasan yang melatarbelakanginya, menurut Lita, dilansir dari laman Kagama. Pertama, perlindungan PRT adalah masalah nasional. Kedua, jaminan perlindungan itu harus dalam bentuk undang-undang agar posisi PRT jadi lebih kuat. Setelah berulang kali menggelar aksi, diskusi, dan lobi-lobi politik, RUU PPRT ini baru mendapat perhatian pada 2009.

Namun, butuh waktu dua tahun lagi buat DPR untuk membahasnya. Persisnya pada 2011 saat ILO mengadakan Konvensi Buruh Internasional di Jenewa, Swiss. Adapun Konvensi 189 menghasilkan rekomendasi 201 tentang kerja layak bagi PRT agar diadopsi oleh negara-negara yang terlibat di dalamnya, termasuk Indonesia. Saat itu Indonesia diwakili langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Laporan Magdalene sebelumnya menjelaskan, awalnya pemerintah Indonesia enggan menyetujui rekomendasi dari konvensi ini. Aliansi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun terang-terangan menyatakan keberatannya. Namun, karena semakin banyak kasus penyiksaan buruh migran Indonesia, ditambah lobi politik, akhirnya Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi kala itu, Muhaimin Iskandar menyepakati hasil konvensi. Dari sinilah cikal bakal RUU PPRT mulai dibahas agak serius.

Sayangnya, RUU PPRT tak langsung masuk dalam Prolegnas DPR RI. Barulah pada 2019 untuk pertama kalinya RUU ini masuk dalam agenda prioritas, dan di 2022 masuk di Badan Legislasi DPR RI. Maju mundur pembahasan RUU PPRT dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa calon regulasi ini dianggap sebagai ancaman untuk pemberi kerja.

Bukan Langkah Akhir

Kendati ini bukan merupakan gol terakhir karena belum disahkan, tapi disetujuinya RUU PRT jadi inisiatif DPR adalah langkah maju. Perjuangan untuk masuk menjadi RUU inisiatif di rapat paripurna sendiri diakui Jala PRT dalam rilis yang diterima Magdalene, tidak mudah. Setelah hari ini, RUU PPRT akan menjadi RUU inisiatif yang dibahas secara intensif untuk menjadi undang-undang.

Baca juga: PRT di Mata Islam: Setara dan Punya Hak yang Sama

Tahap selanjutnya adalah pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah yang akan dibahas intensif di DPR. Namun dari ketok palu hari ini, Koordinator JALA PRT Lita Anggraini mengaku optimis, RUU PPRT akan dibahas secara cepat dan intensif.

“Kami menyambut gembira. Semoga tahap selanjutnya tidak sepanjang kemarin, kami tinggal menunggu DIM dari pemerintah untuk dibahas di DPR,” kata Lita dalam rilis resmi yang diterima Magdalene.

Fanda Puspitasari dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menyatakan, ini semua salah satunya berkat perjuangan dan semangat yang dilakukan ribuan PRT di Indonesia, dan perjuangan hari ini merupakan titik awal dari perjuangan berikutnya.

“Ini merupakan babak baru perjuangan bagi RUU PPRT yang sudah diadvokasi para PRT selama hampir 20 tahun lamanya.”

Di luar fraksi balkon, sejumlah PRT juga menyiapkan rangkaian bunga yang mereka bawa untuk diberikan pada para pimpinan dan anggota DPR. Rangkaian bunga ini merupakan ungkapan kegembiraan setelah menunggu sekian lama perjuangan mereka.

“Walaupun belum disahkan, ini merupakan bagian dari perjuangan yang harus dirayakan,” kata Wiwin, PRT yang membawa bunga.

Aktivis perempuan dari Perempuan Mahardhika Vivi Widyawati bilang, ini merupakan angin segar dan babak baru perjuangan.

“Walaupun setelah ini tetap berjuang lagi, tapi ini adalah angin segar, ini artinya RUU PPRT dianggap sebagai RUU penting yang akan dibahas sebagai RUU inisiatif, kami semua sudah menunggu momen penting ini dan menunggu sejarah baru yang akan dilahirkan oleh DPR dan pemerintah di tahap berikutnya,” terangnya.

Dengan dinyatakan sebagai RUU inisiatif pada 21 Maret 2023, maka Jala PRT menyatakan:

  1. Mengapresiasi langkah para pimpinan dan anggota DPR RI dalam rapat paripurna DPR.
  2. Mendorong pimpinan DPR RI  untuk segera berkirim surat ke Presiden agar Presiden segera mengirimkan SurPres mendelegasikan Menteri terkait  untuk melakukan pembahasan RUU PPRT bersama DPR.
  3. Meminta DPR untuk melanjutkan pembahasan RUU PPRT  melalui Panja Baleg untuk memudahkan proses yang sudah berjalan, dan meminta semua fraksi aktif terlibat dalam pembahasan.
  4. Mengapresiasi perjuangan banyak pihak termasuk organisasi masyarakat sipil, media dan masyarakat secara meluas yang mendukung perjuangan dan pengesahan RUU PPRT.

Ilustrasi oleh: Karina Tungari


Avatar
About Author

Purnama Ayu Rizky

Jadi wartawan dari 2010, tertarik dengan isu media dan ekofeminisme. Kadang-kadang bisa ditemui di kampus kalau sedang tak sibuk binge watching Netflix.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *