Aku Tahu, Aku Berjanji untuk Ikhlas, Ricoku Sayang
Dia ada di masa-masa terburuk hidup saya, menyelamatkan saya di masa pandemi. Kehilangannya bukan sesuatu yang pernah saya bayangkan.
Aneh sekali rasanya aku menulis artikel ini untuk pertama kali setelah empat tahun kita bersama. Aku memang sudah pernah menulis tentang kamu buat bapak, tapi ini adalah pertama kalinya aku menulis tentang kamu dan buat kamu. Ada banyak sekali penyesalan yang aku punya. Aku gagal mewujudkan rencana yang aku bikin untuk masa depan kita. Aku gagal menjagamu sampai tua seperti bayanganku. Aku terlalu sering pergi untuk bekerja dan bermain. Jadi, sekarang izinkanlah aku bercerita tentang betapa berharganya kehadiranmu selama empat tahun ini.
Rico,
Kamu mungkin tidak tahu betapa pentingnya kehadiranmu dalam hidupku waktu itu. Sebelum bertemu kamu, aku sama sekali tidak pernah kepikiran untuk memelihara binatang peliharaan. Aku punya trauma yang hebat mengenai binatang peliharaan, tapi kemunculanmu membuatku percaya bahwa kita ditakdirkan untuk bersama. Kamu hadir saat aku sedang berada di salah satu titik rendah dalam hidupku. Kamu menyelamatkanku dari pikiran-pikiran jelek. Kamu berhasil membuatku kembali tertawa. Bagi sebagian orang mengurus kucing mungkin terdengar seperti tugas yang menyebalkan. Tapi, tidak ada satu pun hari di mana aku merasa memberi kamu makan, membersihkan litter box, dan menghabiskan waktu denganmu adalah tugas. Setiap momen yang kita habiskan bersama adalah waktu yang menyenangkan.
Baca juga: Bukan Budak Kucing, Rico Lebih dari Sekadar Keluarga
Kamu mungkin tidak percaya, tapi sejak ada kamu dalam hidupku, aku merasakan diriku berubah. Aku menjadi lebih bahagia. Aku menjadi lebih tenang, tidak sengotot sebelumnya. Aku selalu tersenyum. Kehadiranmu menyadarkanku bahwa ternyata selama aku merantau di Jakarta, ternyata aku kesepian. Hal ini tidak pernah aku katakan keras-keras sebelumnya. Jangan salah sangka, aku punya teman-teman yang baik. Tapi mereka punya kehidupan sendiri. Kehadiranmu dalam hidupku mengubah itu semua. Bahkan ketika pandemi menyerang dan kita semua terpaksa tinggal di ruangan tertutup selama berbulan-bulan, tak pernah sedikit pun aku merasa bosan. Berdua denganmu membuatku bahagia. Kamu bisa menyebut ini berlebihan tapi sejak aku kenal kamu, Rico, aku jadi seperti punya tujuan.
Jangan salah sangka, sejak awal aku memang sudah punya tujuan. Aku tahu mau apa. Aku tahu harus melakukan apa untuk mencapai tujuan itu. Tapi selain pekerjaan, aku tidak punya agenda lain. Aku tidak pernah memikirkan kehidupan personalku. Aku tidak pernah ada usaha untuk mencari romansa. Aku bisa menghabiskan waktu berhari-hari di rumah teman. Aku bisa pergi ke mana saja sesuai dengan kemauanku. Semenjak ada kamu, aku selalu ingin pulang ke rumah. Selama empat tahun, hanya dua kali aku pergi ke luar kota lebih dari 24 jam. Semabuk-mabuknya aku, seseru-serunya acara nongkrong, aku selalu pulang. Karena aku tahu, kamu cuma punya aku. Dan kamu pasti menungguku pulang.
Teman-temanku tahu bahwa aku mencintaimu begitu dalam, Rico. Orang asing mungkin melihat ini melalui gambar wajahmu di kedua tanganku. Teman-teman dekatku tahu karena hanya kamu yang kadang kala bisa aku bahas. “Rico hari ini begini. Rico kemarin begitu.” Separuh gajiku kadang habis untuk membeli makananmu. Aku kadang impulsif membeli kostum kucing hanya untuk kamu pakai sekali. Tapi aku tidak pernah keberatan. Kamu adalah peta dalam hidupku. Itu sebabnya beberapa temanku sempat membayangkan apa yang terjadi kalau kamu tidak ada lagi dalam hidup aku?
Jujur, Rico, aku tahu ini egois tapi, aku tidak pernah membayangkan gambaran kejam itu. Di kepalaku, kita akan bersama sampai kita tua. Kamu pasti ingat obrolan kita setiap tengah malam. Bagaimana aku menggambarkan rumah yang akan kita beli. Lengkap dengan taman luas di belakang, di mana kamu dan Abi bermain bersama. Aku akan duduk di halaman sambil bekerja dan aku bisa melihatmu mandi matahari. Aku tidak menyangka bahwa ternyata skenario itu terjadi secepat itu.
Baca juga: ‘June dan Kopi’, Cerita Hangat tentang Sahabat Setia Manusia
Melihat ke belakang, sebenarnya kamu sudah memberikan tanda bahwa kamu akan pergi. Kamu yang biasanya selalu tidur satu kasur dengan aku mendadak tidur sendirian. Kamu mendadak minum lebih banyak. Kamu mulai rewel soal makanan sampai aku harus ganti beberapa makanan. Sampai akhirnya aku melihat tubuhmu kurus secara drastis. Dulu, aku suka bercanda mengatakan bahwa kamu perlu diet karena kamu berat untuk digendong. Aku menyesal menggodamu karena ternyata aku rindu semua lemakmu.
Tanggal 19 Desember 2023, ketika akhirnya aku memutuskan untuk membawamu ke dokter hewan, aku tidak punya firasat yang aneh-aneh. Aku tahu kamu sakit, tapi seperti sebelum-sebelumnya, aku tahu kamu pasti sembuh. Tapi kemudian aku melihat wajah dokter saat memeriksamu. Aku tahu tatapan itu. Jantungku seperti merosot ke bawah saat dokter bilang kamu hebat sekali tidak memperlihatkan sakitmu yang parah. Saat dokter membacakan hasil uji darahmu, aku hanya berdoa agar Tuhan memberikanmu keajaiban agar aku bisa membuktikan bahwa janjiku bukan main-main. Aku yakin kita bisa mandi di bawah matahari bersama-sama.
Hari itu kita berpisah. Dokter mengatakan bahwa kamu dehidrasi parah karena ginjal kamu sakit. Kamu perlu diinfus. Aku mengiyakan karena aku masih percaya bahwa kita bisa melalui cobaan ini bersama-sama. Tapi kemudian sore harinya hasil tes ginjal dan hati kamu muncul. Dokter bilang kamu kena CKD (chronic kidney disease) stadium akhir. Makananmu harus diganti dengan makanan khusus. Dan kamu perlu diinfus dua kali dalam seminggu.
Rico, jujur ketika mendengar itu yang muncul di kepalaku pertama kali adalah, “Bagaimana aku bisa mendapatkan uang untuk semua ini?” Aku tahu, aku harusnya memikirkan kesehatanmu, masa depan kita. Tapi kamu tahu, aku masih belum aman secara finansial untuk bisa membawamu ke dokter dua kali selama seminggu. Aku menangis malam itu sambil memeluk Abi. Aku gagal menjadi bapak yang baik karena aku masih memikirkan materi untuk keselamatanmu.
Setiap hari dokter memberikan update yang sama. Kamu tidak banyak bergerak. Kamu tidak mau makan. Kondisimu stagnan. Setiap hari aku bertanya apakah aku bisa membawamu pulang. Dokter memberi jawaban yang sama. Sampai akhirnya Sabtu, 23 Desember 2023, aku boleh menjemputmu pulang.
Hari itu perasaanku campur aduk. Aku bahagia karena aku bisa bertemu dengan kamu lagi, Rico. Tapi kemudian saat aku melihat kondisimu yang sebenarnya, hatiku remuk. Kamu kurus sekali, Rico. Kamu tidak seperti Rico yang aku kenal. Kamu malas bergerak. Nafasmu lemah. Dan yang paling parah, aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk membuatmu kembali seperti semula.
Aku bukan orang yang emosional. Bahkan dengan semua drama yang terjadi dalam hidupku, aku jarang sekali menangis. Menangis tidak ada gunanya, tidak menyelesaikan masalah. Tapi semenjak hari itu, aku menangis terus. Aku gagal membuatmu makan. Saat aku menggendongmu dan memaksamu untuk minum obat, aku bisa merasakan bahwa sepertinya ini adalah saat-saat terakhir kita bersama. Setiap menit aku berdoa agar kamu sembuh. Tapi, aku tahu bahwa sepertinya kamu akan segera pergi. Hari itu aku memesan jasa animal communicator. Entah kenapa aku punya perasaan buruk tentang kamu. Aku bertanya tentangmu. Menurut orangnya, lima hari lagi aku akan mendapat jawaban.
Baca juga: Belajar Mencintai Tanpa Syarat dari Kucing
Tapi rupanya Tuhan punya rencana lain. Sejak Sabtu, aku melihat kondisimu semakin parah. Untuk pertama kalinya kamu pipis di kasur karena kamu sudah kelelahan untuk berjalan ke arah kamar mandi. Aku melihat jalanmu mulai sempoyongan. Kamu bahkan tidak kuat menjaga badanmu sendiri. Kemudian, ini yang paling parah, saat aku memegang badanmu untuk memaksamu minum obat, aku melihatmu untuk pertama kalinya menangis. Aku melihat matamu berkaca-kaca. Hatiku kacau.
Selasa tanggal 26 Desember 2023 aku menghubungi animal communicator. Aku mendesak beliau untuk segera berbicara denganmu. Aku merasa waktumu tidak banyak. Dua jam kemudian aku mendapatkan jawaban dari semua pertanyaanku.
Ternyata kamu mau aku adopsi karena kamu tahu bahwa aku akan tulus menerima kamu apa adanya dan akan merawat kamu dengan penuh kasih sayang. Ketika aku bertanya seberapa sakitkah kamu, kamu menjawab bahwa kamu tidak tahu kamu sakit apa tapi kamu mual, semua badanmu terasa sakit, panas dan lemas dan kamu juga susah bernapas. Kamu ternyata tidak lagi mau tidur dengan aku karena badan kamu panas dan jadi tidak nyaman. Dan terakhir, ketika aku bertanya apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu bahagia, kamu menjawab bahwa kamu ingin aku ikhlas dan senyum sampai akhirnya kamu pergi.
Hari itu menjadi hari terpanjang yang rasakan. Setiap saat aku mengecek kondisimu. Sampai pagi hari aku melihatmu kesusahan jalan ke toilet. Dan beberapa jam kemudian aku melihatmu mulai menghindar untuk aku pegang. Kamu mulai mencari tempat gelap. Dan jam 11 siang ketika aku melihatmu di rumah-rumahan kayu, aku melihat tubuhmu lemas.
Aku tidak pernah merasakan sedih sehebat ini, Rico. Mengangkatmu yang sudah tidak lagi bernyawa rasanya sangat alien. Kamu seperti boneka. Lemas dan tidak bertenaga saat aku pegang. Dalam pelukanku, aku menangis hebat. Abi tahu bahwa aku akhir-akhir sedih. Dia selalu menemaniku ke mana saja selama di kos. Dia melihatku dari jauh, agak heran kenapa bapaknya menangis sampai sesak napas.
Aku tahu ini goblok, tapi aku ternyata butuh waktu setengah jam untuk menentukan baju apa yang akan aku pakai ke acara kremasimu. Aku memutuskan memakai celana panjang dan kemeja putih karena aku ingin kamu melihatku tampil rapi. Driver ojek tidak bertanya apa-apa meskipun terlihat jelas aku seperti orang yang menangis. Dia tahu ke mana alamatku dan aku menjinjing apa. Sepanjang perjalanan aku menangis tanpa henti.
Sejujurnya aku ingin berhenti menangis untuk menunjukkan aku ikhlas, Rico. Di tempat kremasi, melihatmu sudah kaku, aku ingin menjerit. Tapi aku tahan. Rasanya seperti ada biji duren nyangkut di kerongkonganku. Setelah foto dan mengucapkan salam terakhir, petugas mengatakan bahwa kremasi akan dimulai.
Hari itu, Rabu, 27 Desember 2023, di bawah gerimis hujan dan suara teriakan tiga soang, aku menangis dalam diam. Aku menangis karena aku gagal mewujudkan mimpi kita. Aku gagal mengobati penyakitmu. Kesibukanku selama paruh kedua tahun ini ternyata membuatku tidak fokus untuk memperhatikan kesehatanmu. Semakin lama aku berdiam di sana, semakin aku sadar bahwa aku tidak akan bisa lagi menyentuh bulumu, menggodamu, dan mencium baumu. Rico, rasanya sakit sekali.
Saat pulang, aku menolak untuk memakai jas hujan karena aku ingin merasakan hal lain selain rasa sesak di dalam dada ini. Sepanjang perjalanan aku bertanya-tanya, apakah aku mau mengganti semua keberhasilanku selama tahun ini demi kehadiranmu?Apakah aku rela untuk melakukan perjanjian dengan iblis demi kesehatanmu? Kalau aku tahu ending-nya seperti ini, apakah aku rela untuk mengadopsimu?
Sampai di rumah air mataku belum kering. Bahkan sampai detik ini, aku belum bisa berhenti menangis. Aku tahu, aku berjanji untuk ikhlas. Tapi Rico, ini susah sekali. Berpisah denganmu adalah hal terburuk dan terberat yang pernah aku alami sepanjang hidup. Tapi, kalau misalnya waktu diputar, aku akan tetap memilih untuk bertemu denganmu lagi. Walaupun aku tahu akhir kisahnya sesakit ini, aku tetap akan memilih kamu, Rico.
Karena seperti yang aku bilang, kamu memberikanku tujuan. I love you so much. I miss you like crazy.
See you in my dreams, Ricoku Sayang.