Politics & Society

Apa yang Lucu dengan Tubuh Perempuan?

Tak seharusnya guyonan seksual atas tubuh perempuan dianggap normal.

Avatar
  • November 2, 2017
  • 4 min read
  • 800 Views
Apa yang Lucu dengan Tubuh Perempuan?

Semua hadirin laki-laki tertawa ngakak, bahkan volumenya seolah berlomba-lomba saat kata beha dan susu disebut-sebut. Sang pembicara, seorang tokoh nasional, makin semangat membahas susu, mengetahui hadirin berbahagia mendengar kata itu diucapkan.

Ia melanjutkan cerita tentang seorang temannya yang membeli 500 beha dengan berbagai ukuran. Konon mereka melemparkannya di kawasan prostitusi sambil membayangkan seberapa besar payudara yang dapat mengisi penuh beha tersebut. Pembahasan masih berlanjut. Kini ia menjelaskan bahwa bentuk payudara itu berbeda-beda, ada yang ini, itu, bla bla bla. Penonton laki-laki makin terpingkal, termasuk saat nomor ukuran beha yang disebut makin tinggi secara numerik.

 

 

Tak terbatas beha dan susu, guyonan seksual masih muncul lagi beberapa kali dalam rangkaian ceramah rohani si tokoh. Mulai dari jenis-jenis perempuan sampai hubungan suami istri, dengan tema perempuan tetap menjadi target paling mudah. Para laki-laki, yang mendominasi hadirin, makin gandrung. Yang perempuan, ada yang ikut tertawa, ada juga yang merasa risih.

Tak lama saya lihat ada dua perempuan muda berjalan menyisir hadirin. Kebetulan payudara salah satu dari mereka cukup besar dan beberapa laki-laki di belakang saya tak bisa menahan tawanya. “Aku yo fokus nang susune c*k, lha salahe gede!“.

Acara yang saya hadiri malam tadi adalah gelaran rohani bertajuk kemerdekaan dengan pembicara populer yang tujuannya mewujudkan ketenangan spiritual. Tapi alih-alih tenang, saya justru dibuat gelisah dan bertanya-tanya.

Bukan hanya tokoh ini yang suka menggunakan guyonan seksual atas tubuh perempuan untuk meraih simpati publik. Banyak pembicara publik masih menjadikan tubuh perempuan sebagai bahan bercanda favorit.

Satu pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran saya, apa lucunya? Selucu apa tubuh perempuan dan hal-hal yang berkaitan dengannya hingga begitu renyah ketika jadi guyonan? Sejenaka apa aktivitas seksual hingga semua orang terpingkal ketika membicarakannya? Semiskin apa mereka secara seksual hingga butuh guyonan seperti itu?

Ketika payudara ditelanjangi dalam bentuk lelucon, sebagai perempuan saya tidak menemukan di mana letak humornya. Tidak juga malu, dan jauh dari rasa jijik. Menggunakan hal-hal terkait tubuh perempuan sebagai materi komedi sama saja dengan menormalisasi seksisme atas perempuan. Guyonan seksual dianggap biasa dan dibiasakan, dianggap tak berbahaya meski tak bersahabat dengan mentalitas perempuan. Guyonan seksual hadir di mana-mana hingga masyarakat tidak sadar bahwa guyonan itu bisa menurunkan standar toleransi mereka pada diskriminasi terhadap perempuan.

Kita bisa menemukan guyonan seksual di kelas, baik oleh guru maupun siswa; di kantor, dari bos maupun karyawan; atau seperti yang saya temui, terlontar dari mulut tokoh nasional dalam acara yang digelar pemerintah. Bahkan guyonan seksual dengan mudah ditemukan pada acara ceramah agama, TV, film, hingga novel dan linimasa media sosial kita.

Karena sudah dianggap sebagai sesuatu yang lumrah, maka perempuanlah yang harus mengalah. Meski menjadi obyek guyonan seksual, dengan ramah hati perempuan harus menerima. “Kan cuma bercanda! Jangan terlalu baper!” Tubuh dan segala atribut perempuan dilihat lucu. Mengguyoni tubuh perempuan dianggap sah, tidak sama dengan mengguyoni tubuh difabel, berbeda dengan mengguyoni orang tua atau pejabat. Women just need to lighten up and learn to take that fu*king joke!

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Western Carolina University dan University of Surrey yang hasilnya mengatakan bahwa guyonan seksual atas tubuh perempuan berkaitan erat dengan perilaku seksual seseorang. Berpengaruh pula pada cara pandang pelaku terhadap posisi perempuan di dunianya. Guyonan seksual juga merombak mentalitas dan citra diri si perempuan, karena secara sengaja telah diturunkan nilainya dalam bentuk guyonan.

“Tapi kan ini cuma guyonan, candaan saja, tidak serius!” Apa ini artinya mereka yang tidak suka dengan guyonan seksual seperti saya tidak punya selera humor yang bagus? Toh, terkadang tubuh laki-laki juga sering digunakan sebagai bahan guyonan juga dan mereka biasa saja. Oke, mungkin selera humor kami memang rendah, tapi tolong dilihat lagi, meskipun tubuh laki-laki juga jadi bahan guyonan seksual secara umum, pelakunya adalah juga laki-laki sendiri. Selain itu sejarah dan tingkat pelecehan seksual terhadap laki-laki sangat minim.

Berbeda dengan perempuan. Sudah sejak lama perempuan mendapatkan stereotip, dipenjara sistem patriarki, disubordinasi, didiskriminasi, dan diobyektifikasi secara seksual. Latar belakang ini seharusnya membuat banyak orang sadar kalau tak seharusnya guyonan seksual atas tubuh perempuan dianggap normal. Karena kita tak hanya sedang membicarakan lelucon di sini, namun juga mentalitas sekaligus cara pandang yang akan terbentuk pada perempuan-perempuan seperti kami yang dibesarkan secara patriarkal.

Stop making fun of a woman just because she is a woman!


Avatar
About Author

Fera

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *