December 5, 2025
Issues Politics & Society

Bukannya Berbenah, Polisi Keluarkan Aturan Baru soal Penindakan Aksi

Dengan Perkap terbaru, polisi leluasa menggunakan senjata api serta menangkap pihak-pihak dengan dalih mengancam keselamatan personal dan fasilitas Polri.

  • October 15, 2025
  • 4 min read
  • 706 Views
Bukannya Berbenah, Polisi Keluarkan Aturan Baru soal Penindakan Aksi

Bukannya berbenah, kepolisian kembali menciptakan kontroversi. Setelah beberapa waktu lalu membentuk tim reformasi internal, Polri menerbitkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penindakan Aksi Penyerangan terhadap Polri pada (30/9). Dari siaran resmi Humas Polri disebutkan aturan ini bukan respons terhadap demonstrasi akhir Agustus, melainkan pedoman menyeluruh yang bersifat antisipatif dan preventif. 

Kabag Penum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol.) Erdi A. Chaniago, menegaskan hal tersebut. Ia menyatakan Perkap ini dibuat untuk memberikan pedoman internal bagi seluruh jajaran kepolisian dalam menghadapi kemungkinan penyerangan terhadap personel atau fasilitas Polri. 

Baca juga: Ironi di 40 Hari Kematian Affan: Polisi Bebas, Ratusan Demonstran Masih Ditahan 

Namun, pandangan berbeda disampaikan Maidina Rahmawati, Deputi Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Menurut Maidina, penerbitan Perkap ini merupakan lanjutan dari tindakan kepolisian terhadap masyarakat sipil pada Agustus lalu, dan ia menyoroti potensi prosedural maupun legal yang menjadi perhatian. 

“Siapapun bisa dengan mudah ditangkap setelah ini. Mereka (kepolisian) bahkan lebih mudah menggunakan senjata api,” kata Maidina kepada Magdalene

Kajian ICJR bersama lembaga lain dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) menunjukkan Perkap Nomor 4 Tahun 2025 mengandung beberapa persoalan prosedural. Pembuatan aturan internal semacam Perkap seharusnya tidak menyentuh ranah yang diatur undang-undang, terutama kewenangan dalam hukum acara pidana. Faktanya, Perkap ini menyinggung ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Selain itu, beberapa ketentuan dalam Perkap berkaitan dengan hak asasi manusia (HAM). Aturan ini tidak sejalan dengan Peraturan Kapolri sebelumnya, termasuk Nomor 1 Tahun 2009 dan Nomor 8 Tahun 2009, yang mengatur prasyarat penggunaan kekuatan dan implementasi prinsip HAM dalam kerja kepolisian. Maidina menegaskan aturan ini dapat menimbulkan ketidaksesuaian antara prosedur internal dan ketentuan hukum yang berlaku. 

“Seharusnya aturan-aturan semacam Perkap itu enggak ada, enggak bisa digunakan sewenang-wenang. Kepolisian enggak bisa mengukuhkan aturan tersendiri sebelum diundang-undangkan sama DPR. Masalahnya kan, ini enggak terjadi sekali. Dan karena tidak ada yang menegur, jadilah terbit Perkap yang terbaru ini,” jelas Maidina. 

Baca juga: Ramai-ramai Penangkapan Demonstran: Wajah Penegakan Hukum yang Serampangan dan Anti-Kritik 

Cacat Prosedural dan Kontroversi Legal 

Perkap Nomor 4 Tahun 2025 menjabarkan kewenangan polisi dalam menanggapi aksi penyerangan terhadap institusi Polri. Polisi dapat menghentikan dan mengendalikan perbuatan yang dianggap melanggar hukum, termasuk penyerangan pada markas, ksatrian, asrama atau rumah dinas Polri, satuan pendidikan, hingga rumah sakit Polri. Ketentuan ini juga berlaku bagi personel kepolisian dan keluarga mereka. 

Perkap memberikan pedoman mengenai penggunaan senjata api, mencakup amunisi karet maupun tajam, serta menetapkan prosedur penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan barang bagi pihak yang dianggap menyerang institusi Polri. Aturan ini mencakup langkah-langkah penegakan hukum dalam berbagai skenario penyerangan, termasuk perlindungan terhadap personel dan fasilitas. 

Beberapa pasal juga mengatur tata cara dokumentasi dan pelaporan internal setiap kali kewenangan ini digunakan. Polisi diinstruksikan melakukan pencatatan prosedural terkait setiap tindakan, mulai dari penangkapan hingga penyitaan, sesuai mekanisme internal yang diatur dalam Perkap. Ketentuan ini berlaku di seluruh jajaran kepolisian yang menghadapi insiden penyerangan, untuk memastikan prosedur internal dijalankan secara konsisten. 

Baca juga: Reformasi Polisi Bisa Dimulai dari Mendidik Aparat Muda, Begini Caranya 

Potensi Represi dan Pengawasan 

Isi enam halaman Perkap memperluas pedoman internal bagi aparat kepolisian dalam menangani aksi penyerangan. Polisi dapat melakukan tindakan preventif hingga represif sesuai ketentuan yang tercantum, termasuk penangkapan dan penggunaan senjata api. Maidina menjelaskan tanpa pengawasan eksternal dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau lembaga independen, aturan semacam ini menjadi bagian dari mekanisme internal kepolisian yang memiliki risiko ketidaksesuaian dengan prosedur hukum nasional. 

“Kalau enggak ada kontrol eksternal, aturan bisa dipakai sewenang-wenang. Itu berbahaya untuk masyarakat sipil, dan kita lihat ini terjadi berulang kali,” tambah Maidina. 

Para pakar menyoroti pentingnya pengawasan terhadap pelaksanaan Perkap dan penyesuaian prosedur internal dengan KUHAP. Selain itu, pendidikan HAM bagi aparat kepolisian menjadi bagian dari upaya memastikan setiap tindakan aparat sesuai dengan ketentuan hukum dan prosedur internal yang berlaku. Perkap ini mencakup panduan internal untuk pelaporan, dokumentasi tindakan, dan prosedur operasional dalam menanggapi insiden penyerangan. 

Dalam konteks ini, publik dapat memahami bagaimana aturan internal Polri berfungsi sebagai pedoman operasional bagi aparat. Setiap pasal dan ketentuan dalam Perkap Nomor 4 Tahun 2025 diarahkan pada tata kelola internal, mekanisme pelaporan, dan prosedur penggunaan kewenangan, termasuk prosedur penggunaan senjata api dan penanganan penyerangan terhadap personel atau fasilitas kepolisian. 

Maidina menekankan perlunya langkah-langkah sistemik dalam tata kelola kepolisian, termasuk pengawasan dari lembaga legislatif atau independen, agar prosedur internal dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini juga mencakup pemahaman dan penerapan prinsip HAM dalam kerja kepolisian. 

Dengan demikian, Perkap Nomor 4 Tahun 2025 menjadi dokumen penting bagi aparat dalam merespons ancaman terhadap institusi Polri, sekaligus menjadi acuan prosedural internal yang harus dipahami seluruh jajaran kepolisian untuk menjalankan tugas mereka sesuai dengan mekanisme yang diatur. 

About Author

Syifa Maulida

Syifa adalah lulusan Psikologi dan Kajian Gender UI yang punya ketertarikan pada isu gender dan kesehatan mental. Suka ngopi terutama iced coffee latte (tanpa gula).