Proyek SURAT Bantu Narapidana Perempuan Temukan Suara Lewat Tulisan
Sebuah inisiatif pelatihan menulis membantu narapidana perempuan di Jakarta menemukan suaranya.
Sudah dua tahun Nicky Sylvana menjadi warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pondok Bambu, Jakarta Timur, dan ia sudah terbiasa dengan ritme kehidupan di dalam penjara.
Ia tidak lagi terlalu merindukan ponsel dan gawai lainnya untuk berkomunikasi, cukup mengantre wartel yang hanya bisa digunakan untuk menelepon ke luar. Ruang kamar yang penuh sesak dan tanpa privasi serta standar higiene rendah sudah tidak lagi dirasakannya terlalu pengap.
Namun rasa tertekan dan sedih masih membayanginya. Meskipun keinginan bunuh diri, yang sempat dicobanya saat baru masuk Lapas, sudah hilang.
Ketika Nicky dan tujuh perempuan warga binaan Lapas mendapatkan pelatihan menulis “Suara Perempuan dari Balik Sekat” (SURAT), mereka seperti mendapat angin segar dan ruang untuk membicarakan apa yang mereka rasakan.
“Mereka sangat antusias dengan pelatihan ini, dan mengatakan bahwa pelatihan ini merupakan safe space untuk mereka,” ujar Astried Permata, aktivis bantuan hukum dan inisiator SURAT, dalam diskusi yang membahas perempuan dan narkotika di Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Rabu (28/11).
Inisiatif tersebut merupakan kerja sama antara Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) dan Magdalene, Konde.co, serta Jurnal Perempuan. Selama delapan minggu sejak Juli 2019, para warga binaan atau narapidana perempuan di Pondok Bambu diberikan pengetahuan dasar tentang kepenulisan.
Hasilnya adalah lebih dari 30 artikel tentang pengalaman para warga binaan ini, yang diterbitkan di tiga media tersebut.
Baca juga: Surat dari Penjara: Duniaku 1.200 Meter Persegi
Penjara penuh sesak
Astried mengatakan tujuan lain dari pelatihan menulis itu adalah untuk menghilangkan stigma di dalam masyarakat terhadap narapidana perempuan. Menurutnya, banyak perempuan narapidana yang menjadi korban, terutama dalam kasus narkotika, di mana banyak dari mereka yang mendapat tekanan dari pasangan untuk melakukan kejahatan. Akibatnya, banyak perempuan yang ditangkap dan penjara penuh sesak, ujarnya.
Komisioner Komnas Perempuan Magdalena Sitorus mengatakan bahwa banyak napi perempuan yang mengalami kekerasan berbasis gender, yang dilakukan oleh suami atau pacar.
“Kekerasan berbasis gender yang mereka alami sangat beragam. Salah satunya adalah, kemiskinan akibat ditelantarkan oleh suami. Hal ini yang masih luput dari pertimbangan aparat penegak hukum dalam memutus perkara yang dihadapi perempuan,” ujar Magdalena.
Hera Diani, salah satu pendiri dan Redaktur Pelaksana Magdalene, yang juga menjadi salah satu fasilitator dalam pelatihan SURAT, mengatakan bahwa pelatihan menulis ini membuka fakta-fakta kekerasan berbasis gender yang dialami oleh para napi perempuan, yang luput dari sorotan media.
“Tidak sulit melihat bahwa mereka sebenarnya adalah korban. Dari tulisan yang terkumpul, dan dari pembicaraan yang terjadi, terungkap bahwa mereka juga korban dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kemiskinan, penelantaran. Hampir semua peserta tidak memiliki figur ayah,” kata Hera.
Baca juga: Sutradara Dokumenter Soroti Napi Perempuan yang Hamil dan Melahirkan di Penjara
Luviana, Co-founder Konde.co dan juga salah satu fasilitator SURAT, mengatakan mengingat situasi sulit yang dihadapi para napi perempuan ini, SURAT lebih fokus pada bantuan pemulihan kesehatan mental mereka.
“Kami tidak ingin memicu trauma mereka. Para peserta bebas menulis apa pun, kami hanya memberikan dasar-dasar teori. Mereka tidak perlu menuliskan tentang kasusnya,” ujarnya.
Cerita-cerita yang telah dimuat mendapatkan respons yang baik dari pembaca di ketiga media. Sejumlah orang, baik wartawan maupun penulis, menyatakan ingin terlibat dan ikut menjadi mentor menulis. Inisiatif serupa ini telah dilakukan oleh beberapa organisasi untuk para napi di Bandung dan Tangerang, Jawa Barat.
“Setelah ini, Konde.co dan Jurnal Perempuan akan menyatukan cerita-cerita ini dalam sebuah buku esai, sedangkan dari Magdalene membuatnya dalam bentuk komik. Intinya, semua medium akan kami gunakan agar advokasinya juga sampai ke masyarakat maupun pemerintah,” kata Luviana.