Lifestyle

Cowok Bule dan Stereotip Soal Perempuan Asia

Masih banyak saja cowok kulit putih yang melekatkan pandangan rasialis dan stereotip pada perempuan Asia.

Avatar
  • October 4, 2019
  • 7 min read
  • 3320 Views
Cowok Bule dan Stereotip Soal Perempuan Asia

Waktu gue kerja di kantor lama ‘kan banyak urusan sama bule, secara megang produk-produk western. Pas lagi meeting atau company dinner, ada aja yang ngegodain gue karena gue keliatansmall, cute, harmless, innocent’…Tapi lo tau, ‘kan, gue aslinya judes, no-nonsense. Gue sering dikomentarinyou should act like a normal Asian woman’.” (N, 28)

Pengalaman N tersebut menimbulkan banyak tanya bagi saya. Pertama, bukannya menggoda rekan kerja dalam suasana profesional adalah pelecehan di tempat kerja? Kedua, seperti apa, sih, “normal Asian woman” itu? Siapa yang bisa menentukan? Kenapa si bule bisa berkata seakan-akan N gagal menjadi dirinya sendiri? Dan apa yang membuat dia merasa pantas mengatakan hal-hal seperti itu pula?

 

 

Tumbuh dan besar di Indonesia, saya melihat orang kulit putih kerap dipandang menarik, berdaya, cerdas, dan maju. Dinamika ini menimbulkan ketimpangan dalam hubungan antara orang Indonesia dan orang kulit putih dalam dunia nyata. Sebuah contoh sederhana adalah bagaimana menikah dengan orang kulit putih untuk “memperbaiki keturunan” menjadi ujaran yang kerap dilontarkan dalam kehidupan sehari-hari. Frase ini menormalisasi pandangan bahwa orang kulit putih memiliki nilai lebih dan bahkan menormalisasi pandangan bahwa ada yang salah secara inheren pada orang Indonesia pada umumnya.

Cara pandang ini menempatkan orang kulit putih di posisi yang strategis di tengah masyarakat Indonesia. Mereka dipandang berbeda, tapi dengan hormat dan kekaguman. Sayangnya, cara pandang ini tidak berjalan dua arah. Pada kasus-kasus tertentu, para orang kulit putih yang datang ke wilayah Asia Tenggara, khususnya Indonesia, datang membawa pandangan orientalis mereka.

Orientalisme, secara umum, adalah gagasan dan pandangan dunia Barat mengenai dunia Timur. Ilmuwan AS, Edward Said, kemudian mendekonstruksi orientalisme sebagai pandangan dan gagasan dunia Barat terhadap dunia Timur yang cenderung merendahkan. Hal ini mencakup gagasan bahwa dunia Timur adalah terbelakang dan tidak dinamis seperti dunia Barat, dan hal ini menyebabkan objektifikasi terhadap dunia Timur.

Jadi setidaknya ada setitik keyakinan dalam diri laki-laki kulit putih bahwa dirinya benar saat menuding N tidak bersikap seperti “normal Asian woman”. Ada paling tidak setitik keyakinan dalam dirinya bahwa dia tahu dan berhak untuk menentukan seperti apa perempuan Asia normal itu seharusnya karena mereka mempelajarinya. Mereka sudah “mempelajari” kita sejak ratusan tahun yang lalu, mereka yakin merekalah ahli-nya.

Pandangan ini jelas jadi bermasalah karena stereotip, rasialis, dan melekatkan stigma pada perempuan Asia. Hal ini jadi merugikan karena stigma-stigma yang dilekatkan pada perempuan Asia, termasuk Indonesia, juga membangun pandangan orientalis di kalangan orang-orang kulit putih mengenai Indonesia itu sendiri. Saat ini, tidak sedikit laki-laki kulit putih yang memandang Indonesia sebagai tujuan wisata seks.

Baca juga: Stop Pandang Kulit Putih Lebih Superior

Sentimen yang demikian tidak sulit ditemukan di Reddit atau di media sosial. Sejumlah kisah pelepasan keperjakaan atau petualangan seks yang dilakukan oleh para laki-laki kulit putih ini bertebaran di media-media ini. Di dalam kisah-kisah tersebut, mereka juga secara spesifik menceritakan pengalaman mereka dan pandangan mereka mengenai Indonesia sebagai salah satu tempat tujuan “sexcapades” terbaik. Tidak lupa mereka mendeskripsikan para perempuan yang mereka temui dengan berbagai karakteristik yang merendahkan, mulai dari gampangan, murah, dan liar.

Stigma-stigma yang dilekatkan ini pun jadi menempel pada perempuan Indonesia yang mungkin tidak menikmati gaya hidup yang demikian. Hal inilah yang kemudian menciptakan stereotip bagi sebagian kalangan laki-laki kulit putih dari dunia Barat sana, seperti yang dialami oleh R.

R adalah seorang perempuan Indonesia yang hanya menggunakan aplikasi kencan ketika berada di Jepang, karena ia merasa hal itu lebih aman. Tapi suatu kali ia kecolongan bertemu dengan pria kulit putih dengan tabiat yang tidak menyenangkan.

“Dia nanya gue pernah have sex sama orang mana aja. Terus dia bilang kalau di Asia, dia pernah sama (orang) Korea, Jepang, Thailand, Indonesia. Tapi dia seperti merendahkan orang Thailand dan bilang mereka murahan banget,” ujarnya.

Ketidaknyamanan R dan N yang dipandang dengan stigma-stigma yang dilekatkan itu hanyalah sedikit dari sekian banyak kerugian dari pandangan orientalis terhadap perempuan Asia. Memang tidak semua laki-laki kulit putih memiliki pandangan seperti ini. Namun harus disadari bahwa perempuan Indonesia mengemban sejumlah stigma dari sudut pandang orientalis.

Subkultur Incel

Pada tahun 2014, negara bagian California, tepatnya di Isla Vista, dihebohkan oleh kejahatan Elliot Rodger, 22, yang membunuh tiga teman sekamarnya dengan pisau, tiga orang lain dengan senjata api, dan mencederai 14 orang lain. Saat disergap polisi, Rodger sudah tidak bernyawa lagi akibat bunuh diri. Di balik peristiwa pembunuhan ini, ada subkultur yang menguak dan tumbuh subur di negeri Paman Sam: incel.

Incel, atau involuntary celibacy, adalah sebuah subkultur internet di kalangan laki-laki yang merasa menjadi korban gerakan feminisme yang mendukung otonomi diri perempuan sehingga para incel tidak mampu mendapat pacar atau mitra seks. Subkultur internet ini berkembang dalam berbagai forum diskusi yang sarat akan kebencian, misogini, dan rasialisme. Kelompok ini mengekspresikan pentingnya menjatuhkan feminisme sebagai ideologi yang menghalangi mereka mengakses tubuh perempuan, bahkan dengan jalur kekerasan.

Kasus Rodger membuktikan bahwa setidaknya subkultur internet ini memiliki ideologi yang dapat membahayakan di kehidupan nyata. Pasalnya, di dalam video dan manifesto yang Rodger unggah sebelum melancarkan tindakan kriminalnya, ia secara terang-terangan membeberkan pandangan dan sentimen yang mencerminkan subkultur incel.

Baca juga: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Balik ‘Eksotis’

Di akun YouTube-nya, ia mengunggah keluhannya ditolak oleh perempuan dan rasa dengkinya terhadap laki-laki yang aktif secara seksual. Di video tersebut, ia juga mengungkapkan bahwa ia akan “menghukum” para perempuan yang alih-alih tertarik dengan dirinya yang ia sebut “supreme gentleman”, malah melemparkan diri mereka kepada laki-laki yang menurutnya nista. Secara garis besar, ia ingin melakukan “balas dendam” terhadap kemanusiaan dan masyarakat atas penderitaannya.

Mimpi buruk tidak berhenti di situ karena pasca pembunuhan ini, nama Elliot Rodger digaungkan dengan kekaguman di ruang-ruang incel. Pemujaan terhadapnya juga tampak dari sejumlah unggahan dan meme. Di forum incel Lookism.net, dia kerap dibicarakan sebagai orang terpinggir dengan beragam masalah mental yang berani mengambil tindakan atas apa yang “menimpa” dirinya. Rodger diperlakukan layaknya pahlawan oleh sebagian komunitas incel dan bahkan menjadi inspirasi bagi incel lain seperti Alek Minassian di Toronto dan George Sodini di Pennsylvania untuk melakukan hal yang sama.

Misogini yang mengakar kuat di dalam subkultur ini patut dikhawatirkan karena komunitas yang serupa supremasi laki-laki ini membawa ancaman nyata bagi perempuan. Indonesia sempat ricuh dengan fenomena pick-up artist bernama David Bond (Steven Mapel) yang membuat sejumlah video cara berkenalan dengan perempuan-perempuan Indonesia dengan sikap yang misoginis dan rasialis. Seperti yang dilansir dari wawancara Bond dengan Vice, Bond tidak mengklaim dirinya sebagai incel, tapi memperlihatkan pandangan yang selaras dengan subkultur tersebut.

Dia menyebutkan bahwa ia tidak menyukai dan bahkan menghina perempuan kulit putih. Dia lebih tertarik  kepada perempuan Asia atau Amerika Latin, maka dari itu dia melakukan perjalanannya. Perihal ketertarikan seksualnya terhadap perempuan Muslim berhijab, dia berkata tidak pernah melihatnya dan merasa perempuan yang berhijab atau pakai burqa itu seksi. Tidak hanya itu, Bond juga diketahui memasarkan video-videonya dengan bumbu seks.

Konten-konten ini dia jual kepada pengikut setianya yang sebagian adalah, tentu saja, komunitas incel. Dokumentasi Bond atas gaya hidupnya ini sukses memberi validasi terhadap gagasan-gagasan orientalis dan rasialis dari incel. Ia menciptakan gambaran negara-negara Asia sebagai surga seks bagi laki-laki sambil menawarkan berbagai strategi seharga beberapa dolar untuk menaklukkan perempuan Asia.

Kasus David Bond hanyalah satu contoh pick-up artist yang kebetulan terekspos di media lokal, tapi bagaimana dengan pick-up artist lain yang tidak terdeteksi? Atau persona-persona Reddit yang sekedar membagi pengalamannya utas demi utas? Selama konten yang seperti ini beredar, selalu akan ada penikmat dan simpatisan yang bisa jadi mendapat inspirasi darinya. Selalu akan berseliweran utas dengan tajuk “Watching Brandon has helped me lose my virginity today! after almost 15 years of never having the courage” yang isinya cerita laki-laki yang sengaja ke Indonesia untuk berwisata seks.

Ilustrasi oleh Sarah Arifin



#waveforequality


Avatar
About Author

Nikita Devi

Nikita Devi adalah pembelajar sepanjang hidup, beraspirasi menjadi penulis, dan pencinta kucing. Ia tertarik dengan studi gender dan seksualitas, dan sangat bersemangat menyapa kucing dan anjing yang ditemuinya di jalan. Powered By Geniee

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *