December 18, 2025
Issues Lifestyle Opini

Diplomasi Kuliner: Sedia Makanan Indonesia di Tapas Bar Porto

Selama satu malam, kami mengambil alih dapur sebuah tapas bar dan menyajikan menu masakan Indonesia.

  • December 4, 2025
  • 3 min read
  • 501 Views
Diplomasi Kuliner: Sedia Makanan Indonesia di Tapas Bar Porto

Setelah sembilan  tahun menetap di Portugal, negara yang kaya akan sejarah dan hidangan lautnya yang lezat, ada satu ikatan yang terus menyertai saya di rantau: ikatan kuat yang terjalin dengan tanah air melalui bumbu dan aroma masakan Indonesia.

Meski tidak pernah merasakan kerinduan spesifik akan masakan tertentu, setiap kali kembali dari Indonesia, koper saya selalu penuh sesak dengan bahan-bahan masakan yang sulit didapatkan di Portugal, seperti terasi dan gula Jawa yang berkualitas baik, bumbu-bumbu dapur seperti kemiri, kencur, hingga daun salam.

Baca juga: Durian di Negeri Orang: Strategi Bertahan Hidup dan Aroma Rindu

Memasak, bagi saya, adalah wujud nyata untuk menjaga kehangatan rumah baru saya, sehangat rumah di kampung halaman yang ribuan kilometer jauhnya.

Keinginan saya bukan hanya untuk memenuhi kerinduan pribadi, melainkan untuk memperkenalkan kekayaan cita rasa Indonesia kepada masyarakat Portugal, yang sayangnya, masih menganggap masakan Asia hanya sebatas masakan Jepang atau Thailand.

Meja makan adalah cara paling sederhana untuk berbagi budaya dengan bangsa lain. Untungnya, suami saya cukup berani mencoba makanan baru, bahkan makanan dengan cita rasa kuat seperti rendang yang pedas atau sambal matah.

Langkah pertama saya adalah mengubah acara makan di rumah menjadi ajang perkenalan budaya. Setiap kali mengundang saudara, keluarga atau teman-teman Portugis ke rumah, saya selalu menyajikan hidangan Indonesia. Kebanyakan dari mereka tertarik untuk segera mencicipi, meskipun ada beberapa orang yang awalnya ragu untuk mencicipi masakan yang terlihat sangat berwarna dan beraroma kuat. Sejauh ini, respons mereka selalu positif. Rendang – yang telah dimodifikasi tingkat kepedasannya – gulai ayam, sate ayam dengan bumbu kacang, dan nasi goreng adalah hidangan yang paling digemari.

Makan malam atau makan siang bukan hanya sekedar acara makan, melainkan juga proses edukasi: menjelaskan perbedaan antara bumbu gulai ayam dengan kari India, atau mengapa membuat bumbu kacang harus dibuat dengan kacang goreng utuh, tidak bisa diganti dengan selai kacang dari supermarket.

Foto: Dok. pribadi penulis

Baca juga: ‘Duk Duk’ Cobek: Suara Kecil yang Selalu Membawaku Pulang

Merambah ruang publik: Indonesian Pop-Up Kitchen

Namun, saya menyadari bahwa pengenalan masakan Indonesia tidak bisa hanya berhenti di meja makan pribadi. Untuk menjangkau masyarakat lebih luas saya harus membawa dapur Indonesia ke ranah publik.

Beberapa tahun terakhir, bersama seorang teman, saya bekerja sama dengan beberapa bar lokal di Porto, Portugal untuk mengadakan Indonesian Pop-Up Kitchen. Kami memilih bar karena biasanya bar tidak menyajikan hidangan berat, hanya makanan ringan saja. Konsepnya sederhana: selama satu malam, kami mengambil alih dapur bar tersebut dan menyajikan menu masakan Indonesia.

Proyek ini memiliki tantangan yang berbeda. Selain harus menjaga keautentikan rasa masakan Indonesia kami juga harus menyesuaikan dengan preferensi rasa masyarakat Portugal, terutama tingkat kepedasan masakan. Selain itu, kami juga harus memilih hidangan yang mudah dicerna dan bisa disajikan cepat, seperti bakso atau siomay yg disajikan sebagai tapas.

Kolaborasi ini cukup sukses karena menawarkan sesuatu yang baru. Bar mendapatkan pelanggan baru yang tertarik dengan masakan eksotis, dan saya mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat Portugal, menjelaskan resep, dan menjawab pertanyaan mereka.

Hari ini, saya cukup senang melihat bagaimana masakan Indonesia perlahan mendapatkan tempat di hati teman-teman Portugis saya. Membawa bahan-bahan masakan di koper memang terlihat merepotkan, namun bisa menyajikan masakan dengan menjaga autentisitas rasa Indonesia kepada masyarakat Portugal memberikan kehangatan tersendiri dalam hati saya.

Saya berharap melalui dapur rumah dan inisiatif pop-up kitchen ini, suatu hari nanti kita akan melihat rendang, nasi goreng, sate ayam menjadi bagian dari peta kuliner global di sudut-sudut kota di Portugal.

Artikel ini merupakan bagian dari serial yang ditulis dan disusun oleh komunitas penulis diaspora Magdalene. Mereka banyak menceritakan soal suka duka hidup di negara asing dan bagaimana mengatasinya saat jauh dari rumah.

About Author

Yuliana W Nugraheni

Yuliana tinggal di Portugal, berlatar belakang pekerjaan di bidang Finance & IT, saat ini rehat dari dunia korporat. Mendedikasikan waktu untuk keluarga, passion memasak dan hobi hiking.