‘Oh My Ghost Clients’: Drakor Horor-Komedi Penyemangat Pekerja ‘In This Economy’
Sebagai penonton lama drama Korea—dari era Winter Sonata, Jewel in the Palace, hingga Full House—satu hal yang membuat saya terus kembali adalah keberanian industri hiburan Korea Selatan dalam mengeksplorasi tema dan gaya bercerita. Sejak awal 2010-an, drakor sudah meninggalkan formula cinta-cintaan red flag ala Boys Before Flowers dan mulai menyisipkan kritik sosial yang relevan.
Misalnya, Reply 1997 menampilkan konflik generasi dalam keluarga kelas menengah ke bawah. Dream High menyinggung isu perundungan di sekolah. The King 2 Hearts menyentuh ketegangan politik Korea Utara dan Selatan. My Husband Got a Family menggambarkan lika-liku perempuan bekerja yang harus berhadapan dengan ekspektasi keluarga besar suaminya. Semuanya disajikan dengan pendekatan yang akrab dan emosional, khas drakor.
Kini, lebih dari satu dekade kemudian, kemampuan drakor bukan cuma dalam menyelipkan isu sosial, tapi juga mengemasnya dalam bungkus yang ringan, kadang absurd, kadang campy, tapi tetap menyentuh. Oh My Ghost Clients adalah contoh terbaru dan paling segar dari tren ini.
Dibintangi Jung Kyung-ho sebagai Noh Mu-jin, drama ini membuka cerita dari premis yang tak biasa: Mu-jin adalah pengacara perusahaan besar yang memutuskan keluar demi berbisnis crypto bersama temannya. Tapi belum sempat memulai, temannya meninggal dalam kecelakaan. Hidupnya langsung kacau, istri hengkang dari rumah, dan ia langsung bangkrut.
Atas saran temannya, ia banting setir menjadi pengacara buruh. Belum juga bangkit, ia malah hampir mati dan terlibat dalam kasus supranatural. Di ruang antara hidup dan mati, ia bertemu sosok spiritual bernama Bo Sal yang menawarinya “pekerjaan baru”: menjadi pengacara bagi arwah para buruh yang belum sempat mendapat keadilan di dunia nyata.

Baca juga: Rekomendasi K-Drama dengan Karakter ‘Red dan Green Flags’
Formula ampuh supranatural quirk dan komedi
Premis ini mungkin terdengar seperti drama horor, tapi justru dari sanalah kekuatan Oh My Ghost Clients muncul. Dengan menggabungkan tema supranatural dan komedi, drama ini mengikuti jejak sukses drakor-drakor sebelumnya seperti My Love from the Star atau Guardian: The Lonely and Great God, tapi dengan fokus baru: perjuangan kelas pekerja.
Yang membuat drama ini menonjol adalah caranya menyajikan isu pekerja secara ringan namun tajam. Setiap episode membawa kasus berbeda, dari kecelakaan kerja karena alat berat yang tak layak, perawat muda yang dirundung seniornya, pekerja bersih-bersih kampus yang diberhentikan secara halus karena usia, hingga korupsi proyek pembangunan.
Tapi benang merah dari semuanya adalah pentingnya solidaritas dan keberanian untuk bersuara. Dalam tiap kasus, tokoh-tokohnya—baik hidup maupun gentayangan—menemukan kekuatan lewat dukungan komunitas. Mu-jin, meski awalnya terpaksa, lama-lama terseret dalam semangat perjuangan dan rasa tanggung jawab. Ia tak sendirian: ada Na Hee-ju (Seol In Ah), adik iparnya yang penuh ide dan semangat Gen Z, serta Gyeon-u (N), seorang YouTuber nasionalis yang menggunakan platformnya untuk menyuarakan kasus buruh.

Chemistry antara Hee-ju dan Gyeon-u menjadi napas segar di tengah cerita. Hee-ju yang lincah, tech-savvy, dan penuh semangat adalah kontras sempurna bagi Mu-jin yang lebih hati-hati dan cenderung sinis. Gyeon-u menambahkan dimensi media sosial dalam perjuangan mereka, menyindir bagaimana isu serius sering baru dapat perhatian setelah viral. Dinamika trio ini membuat setiap episode hidup dan penuh energi.
Di Oh My Ghost Clients, para aktor ini tampil total sebagai karakter yang konyol dan karikatural. Tak hanya para protagonis yang memperjuangkan hak-hak pekerja, karakter antagonis seperti pengusaha lalim, pejabat korup, hingga senior nyebelin juga digambarkan secara komikal. Mereka tetap jahat, tapi ditampilkan dengan sisi konyol dan planga-plongo yang membuat penonton terhibur sekaligus gemas. Ini membuktikan bahwa seberat apa pun isu yang diangkat, Oh My Ghost Clients konsisten dengan jati dirinya sebagai drama komedi yang campy namun mengena.
Baca juga: ‘Extraordinary Attorney Woo’: Woo Young Woo dan Lee Jun-ho yang Menggemaskan
Melihat solidaritas pekerja yang memberi harapan
Namun, Oh My Ghost Clients tidak hanya menghibur. Ia juga memotret realitas sosial Korea Selatan—dan secara tak langsung, banyak negara lain (termasuk Indonesia)—dengan cara yang relatable. Dalam episode 5 dan 6 misalnya, drama ini menyoroti diskriminasi usia di tempat kerja. Ibu Mu-jin yang bekerja sebagai petugas kebersihan di universitas dipaksa mengikuti ujian aneh demi bisa diberhentikan. Semua soal ujian tak relevan dengan pekerjaannya, menunjukkan cara licik institusi mengganti pekerja senior dengan tenaga kerja baru yang lebih “murah”.
Human Rights Watch bahkan baru saja merilis laporan soal ageism di Korea Selatan, menyebut bahwa pensiun dini dan pemotongan gaji bertahap adalah praktik umum yang merugikan pekerja paruh baya. Drama ini menyentuh isu itu dengan cara yang menyentil, namun tetap membungkusnya dalam cerita dan ending yang memuaskan dan menyentuh.

Tak hanya itu, drama ini juga berani mengkritik sistem. Dalam salah satu episode yang membahas perundungan di rumah sakit, solusi yang diangkat bukan sekadar hukuman untuk pelaku, tapi juga perubahan aturan institusi. Ini menunjukkan bahwa Oh My Ghost Clients tidak berhenti pada balas dendam individu, tapi mendorong perubahan struktural.
Dari sisi estetika, drama ini juga menarik. Gaya visualnya penuh warna, musik pengiringnya catchy, dan editing-nya cepat tapi tidak membingungkan. Akting para pemain utama, terutama Jung Kyung-ho, juga patut diapresiasi. Dengan matang, ia berhasil membawakan karakter Mu-jin dengan keseimbangan antara komedi slapstick dan empati yang tulus.
Di tengah tekanan ekonomi, job insecurity, dan berita korupsi yang makin absurd, Oh My Ghost Clients muncul sebagai tontonan yang relatable sekaligus menghibur. Bukan karena menawarkan solusi, tapi karena ia menyajikan absurditas sistem dalam bentuk yang bisa kita tertawakan bersama.
Baca juga: Kampanye HAM lewat Drakor, Kita Harus Belajar dari Korea Selatan
Lewat kisah hantu buruh yang belum move on dan pengacara yang setengah ogah-ogahan membantu mereka, drama Korea ini secara tidak langsung mengingatkan bahwa perjuangan untuk keadilan jarang rapi, sering kali melelahkan, dan kadang datang dari tempat yang tak terduga . Dan mungkin itu intinya. Bahwa di tengah kelelahan kolektif, kita butuh cerita yang bilang, “Ya, sistemnya rusak. Tapi kita masih bisa saling bantu. Masih bisa ketawa. Masih bisa marah bareng.” Bahkan kalau itu harus dimulai dari cerita hantu.
















