4 Karakter Menarik dari Film ‘Spider-Man: Across the Spider-Verse’
Dari Spider-man berdarah India hingga Gwen Stacy yang dianggap representasi remaja trans, berikut empat karakter menarik dari film Spider-Man terbaru.
Setelah menunggu lima tahun, akhirnya sekuel Spider-Man: Across the Spider-Verse rilis, (31/5). Film ini melanjutkan kisah petualangan Miles Morales, Spider-Man Afro-Amerika dan Latino yang kembali bertemu dengan Gwen Stacy untuk menyelesaikan misi di multiverse.
Mereka harus mencegah ambisi the Spot, villain baru yang hendak merusak tatanan multiverse hingga mengancam nyawa Spider-People dari berbagai semesta. Karena misi inilah, ratusan karakter Spider-Man baru bakal dimunculkan. Beberapa di antaranya memiliki peran penting terhadap perjalanan Miles Morales sebagai protagonis utama.
Sejak rilis perdana, film ini berhasil memuncaki box office Amerika Serikat, bersanding dengan adaptasi live action The Little Mermaid yang dibintangi Halle Bailey. Dilansir dari Variety, sekuel dari film Sony yang memenangkan Oscar 2018 untuk kategori Best Animated Feature Film ini berhasil mengumpulkan US$120 juta pada debutnya di box office, atau tiga kali lipat dari film pertama.
Pendapatan fantastis tersebut juga berbanding lurus dengan ulasan positif di berbagai platform agregator film, seperti Rotten Tomatoes dan IMdB. Di Rotten Tomatoes, film ini mendapatkan rating 95 persen dari para kritikus dan 96 persen dari penonton umum. Sementara di IMdB, film ini mengantongi rating 9.1 dari total 57.994 ulasan.
Ulasan positif ini hadir bukan tanpa alasan. Spider-Man: Across the Spider-Verse berhasil memutuskan kutukan sekuel film yang enggak mungkin sebagus film pertamanya. Film ini justru melebihi ekspektasi banyak orang, baik secara alur cerita dan penggambaran tokoh-tokohnya.
Hal ini bikin banyak orang akhirnya terus membincangkan karakter film sekuel ini di media sosial. Setidaknya ada empat karakter yang menarik dari film ini.
Baca Juga: Ulasan ‘The Little Mermaid’ yang Perlu Dibaca Reviewer Rasis
1. Hobie Brown, Spider-Punk yang Seorang Anarkis
Salah satu kekuatan terbesar dari film Spider-Man: Across the Spider-Verse adalah tokoh-tokoh barunya dan satu di antaranya adalah Hobie Brown aka Spider-Punk. Hobie Brown pertama kali muncul dalam crossover komik “Spider-Verse” tahun 2015. Awalnya, dia dimaksudkan sebagai versi alternatif dari Prowler yang menjadi Spider-Man ketika tidak sengaja digigit laba-laba.
Sejak awal, Hobie Brown memang dikenalkan kepada pengikut setia Spider-Man sebagai seorang anarkis yang lekat budaya punk Inggris. Ia juga jadi contoh langka sosok anarkis yang digambarkan super keren dan tak munafik.
Ini terlihat dari bagaimana Gwen dan Miles kagum luar biasa pada sosoknya. Sebagai anarkis, Hobie benar-benar menentang kemapanan. Ia sering kali melontarkan komentar atau guyonan tentang relasi kuasa dan citra kapitalis yang menindas. Pemikirannya ini membuat sosok Hobie lebih “yolo” atau carefree.
Ia cenderung masa bodoh dengan segala aturan yang hanya mengekang dirinya sebagai manusia bebas. Ia tak mau terikat dengan kekuasaan tertentu, sehingga ia memutuskan “keluar masuk” sesuai kehendaknya sendiri. Ini terlihat sekali ketika ia tak takut mengasosiasikan Miguel O’Hara atas kemunafikan dan penindasan. Pun ia bersuka cita ketika Miles menimbulkan “kekacauan” dan bersedia membantu tokoh utama itu melawan Spider Society.
Dia berbeda dengan Manusia Laba-laba lainnya, namun karakternya tetap setia pada karakter Spider-Man, yang memang berjuang untuk kebaikan dan membantu orang lain. Inilah yang memuat Hobie Brown instan jadi favorit para penonton apalagi penonton muda yang sudah muak dengan kekangan kekuasaan yang buat hidup mereka merana.
2. Pavitr Prabhakar, Spider-Man Berdarah India
Selain karakter Hobie Brown yang berhasil menyihir para penonton, ada satu karakter lagi yang kini jadi kesayangan. Siapa lagi kalau bukan Pavitr Prabhakar, Spider-Man berdarah India yang berasal dari Mumbattan (Earth-50101). Sebelum debut di film, Pavitr pertama kali muncul di komik Spider-Man: India #1 pada Januari 2005. Dikutip dari Film Fare, ini adalah komik pertama kolaborasi antara Marvel Comics dan Gotham Entertainment Group yang punya misi untuk membawa pahlawan super dari Barat ke pasar India.
Pavitr adalah medium untuk masyarakat India bisa lebih familier dengan karakter Spider-Man yang diciptakan sebagai remaja kulit putih. Sebagai Spider-Man India, origin story Pavitri sedikit berbeda. Ia mendapatkan kekuatan bukan karena digigit laba-laba, tapi karena ia bertemu dengan seorang yogi kuno (praktisi yoga) yang memberinya kekuatan laba-laba.
Saat menjadi Spider-Man, Pavitri selalu hadir dengan kostum Spider-Man pada umumnya tapi dilengkapi dengan dhoti (celana) putih dan jooti (sandal) berwarna putih. Di film, kostumnya ini masih sama tapi dengan desain yang lebih mentereng. Rambut hitam bergelombang ikoniknya ia pertahankan dan dhoti serta Jooti yang ia pakai dibuat senada dengan kostum Spider-Mannya yang berwarna merah biru.
Kostumnya yang mentereng sejalan dengan kepribadian Pavitri. Berbeda dengan Miles yang cenderung kalem, Pavitri adalah Spider-Man yang cerewet dan ceria. Bisa dibilang dia adalah penggambaran yang cocok dari ball of sunshine. Eksistensi Pavitri bikin film sekuel ini berwarna dan enggak tegang-tegang banget.
Di film, kita melihat bagaimana Pavitri selalu jadi obat penawar dari rentetan adegan menegangkan. Ia gemar melontarkan guyonan, hobi nyerocos tanpa jeda, dan meledek Miles yang bahkan baru ia kenal. Kepribadiannya ini yang bikin Pavitri mendapatkan predikat baru di kalangan para penonton, beloved son.
Baca Juga: Membedah Bahaya Grooming Lewat Film ‘Palm Trees and Power Lines’
3. Cerita Gwen Stacy yang Dianggap Representasi Remaja Trans
Dari film pertamanya, penonton sudah mengenal sosok Gwen Stacy, si Spider-Woman yang jadi love interest Miles remaja. Dibintangi oleh Hailee Steinfeld, Gwen sejak awal sudah menarik perhatian penonton dengan kepribadiannya yang easy going tapi berani dan eksentrik walau sayang, porsi latar belakang karakternya tidak banyak dieksplorasi.
Baru pada sekuel Intro the Spider-verse, penonton diajak untuk mengenal sosok Gwen lebih dalam. Enggak cuma memperlihatkan perjalanan dan kesulitannya jadi Spider-Woman di tengah masa remaja, film juga mengangkat konflik Gwen dan ayah. Di dalam film diceritakan, sang ayah menuduh Spider-Woman telah membunuh Peter Parker.
Gesekan Gwen dan ayahnya ini sempat buat Gwen kabur dari rumah. Apalagi sang ayah serasa enggan mendengar penjelasan dari Gwen. Merasa ditolak oleh orang tuanya sendiri, Gwen mencari “rumah” baru yang menurut dia bakal menerima dia apa adanya tanpa penghakiman.
Ironinya, “rumah” baru yang ia singgahi juga enggak bisa buat dia nyaman dan justru berakhir menolaknya. Gwen pun balik ke rumahnya dan di situlah terjadi percakapan hangat antara dirinya dan ayah. Percakapan yang menggarisbawahi sebuah penerimaan ayahnya atas identitas Gwen sebagai Spider-Woman.
Penerimaan identitas Gwen ini menariknya di media sosial menimbulkan percakapan menarik bahkan menelurkan fan theory baru. Banyak penggemar dari film ini bilang kalau cerita Gwen tak lain adalah alegori dari perjalanan remaja trans. Pertama ini bisa dilihat dari poster “Protect Trans Kids” yang berada di dinding, tepat di atas pintu kamar tidur Gwen.
Lalu dalam film dengan berbagai gaya animasi, palet warna yang digunakan untuk semua adegan Gwen di Bumi-65 hampir selalu hadir dalam warna khas bendera Trans Pride, yaitu biru pastel, merah muda, dan putih. Pemilihan palet warna ini semakin terlihat jelas dalam adegan kunci di mana Gwen membuka diri kepada ayahnya yang seorang polisi, George Stacy (Shea Whigham), tentang identitasnya yang tersembunyi sebagai Spider-Woman.
Gwen dan lingkungan di sekelilingnya dibanjiri dengan warna-warna Trans Pride selama adegan tersebut. Selain itu, buat para penonton yang cukup jeli, dalam adegan yang sama, ada lencana bendera Trans Pride yang disematkan khusus pada seragam polisi ayah Gwen. Dari penemuan ini semakin kuatlah fan theory bahwa Gwen adalah remaja trans.
Sebab, mana ada orang tua yang dengan bangga memasang lencana Trans Pride kecuali kalau memang mereka sendiri punya anak trans, begitu kata para penggemar.
Baca Juga: ‘Mrs Chatterjee Vs Norway’, Penculikan Anak yang Disponsori Negara
4. Karakter Miles yang Lebih Fearless
Sebelumnya di film pertama, kita melihat bagaimana Miles adalah karakter remaja laki-laki pintar yang cenderung kalem dan bisa dibilang timid. Melihat Miles di film pertama tentu bikin penasaran, mau dibawa ke mana karakter Miles yang seperti ini. Apakah dia tidak akan banyak berubah?
Di film kedua, karakter dasar Miles ini ternyata tidak banyak berubah. Namun, jangan kecewa karena dibandingkan film pertamanya, karakter Miles sekarang ditampilkan lebih bernuansa. Dalam film yang berdurasi 2 jam 20 menit ini, penonton diperlihatkan bagaimana Miles berkembang sebagai individu di tengah banyak tantangan dan ikatan yang berusaha menjebaknya.
Miles di film kedua lebih berani mengungkapkan kemauannya dan ambil konsekuensi atas tindakan yang ia pilih. Ini terlihat dari adegan saat Miles dan kedua orang tuanya duduk bersama untuk menentukan arah pendidikan lanjut Miles di Universitas. Orang tua Miles terutama sang ibu bersikeras Miles tetap kuliah di Brooklyn.
Enggak mau masa depan yang ia akan jalani disetir oleh orang tuanya, Miles pun berani memberikan argumen. Ia bilang, Brooklyn tidak akan memberikan jaminan masa depan yang ia mau karena tak mengakomodasi universitas dan jurusan impiannya.
Selain berani angkat suara atas masa depannya sendiri, Miles juga berani melawan Miguel O’Hara dan Spider Society. Miles menyadari bagaimana setiap Spider-Man harus hidup sesuai dengan garis takdir yang sudah ditetapkan. Mereka akan kehilangan orang yang mereka cintai sebagai ganti menyelamatkan nyawa lebih banyak nantinya. Miles merasa takdir ini tidak adil. Kenapa ia harus pasrah dengan takdir yang justru akan buat dia menyesal seumur hidup? Kenapa pula ia harus manut takdirnya ini terus didikte orang lain?
Jengah dengan aturan ini, Miles pun melawan. Dia akhirnya berani ambil konsekuensi diburu dan dibunuh agar ia bisa bisa menentukan jalan hidupnya sendiri, bisa menulis sendiri takdirnya tanpa diatur-atur orang lain. Inilah yang bikin karakter Miles di film kedua lebih fearless dan makin dicintai penggemarnya.