Dirikan 3 PAUD Gratis, Hera Handayani: ‘Cara Lain Cintai BTS’
Hera Handayani mengubah cintanya pada grup musik BTS dengan mendirikan PAUD gratis untuk anak-anak miskin.
Remaja labil. Fanatik. Histeris. Militan. Halu.
Sebutan ini kerap dialamatkan pada para penggemar K-Pop. Enggak cuma di media sosial, media massa juga senang menghakimi. Misalnya dalam tulisan Asumsi.co berjudul “Lakukan Segalanya Demi Idol K-Pop, Fans Militan Diharapkan Jangan Terbawa Fantasi”, jurnalisnya menganggap ARMY–fans BTS–lebay. Apalagi saat tahu idolanya gagal memboyong penghargaan pop duo/group performance di Grammy ke-63, 2021 lalu.
Media itu lupa memasukkan konteks kenapa ARMY kecewa berat. Padahal ada isu favoritisme, rasisme, politik, dan komite rahasia Grammy yang ARMY persoalkan. Sebaliknya, media itu justru mengaitkan respons ARMY dengan perilaku sasaeng. Ini adalah obsesi fans di luar nalar, seperti stalking, membobol akun pribadi, kejar-kejaran dengan kendaraan pribadi, sampai meracuni idol agar tak dimiliki orang lain.
Tulisan itu sendiri menjadi api yang menyulut publik untuk semakin mengolok-olok ARMY–yang mayoritas adalah perempuan. Namun di tengah narasi ini, ada perempuan ARMY yang berusaha mendobraknya. Ia adalah Hera Handayani, ARMY mom–sebutan bagi penggemar BTS yang sudah jadi ibu. Perempuan berusia 47 tahun itu bekerja di salah satu perusahaan tbk sebagai Vice President.
Sejak menjadi ARMY jalur pandemi pada 2020, Hera enggak cuma fokus menggeluti perannya sebagai fangirl dengan menikmati konten-konten hiburan idola. Ia juga menyebarkan pesan-pesan positif BTS lewat berbagai aksi sosial yang ia inisiasi bersama komunitas relawan ARMY yang ia dirikan, Bintang Ungu.
Salah satu aksi sosial yang ia lakukan dan sampai saat ini masih berjalan adalah mendirikan tiga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) gratis bagi masyarakat kurang mampu. Dua PAUD di Cilincing, Jakarta Utara dan satu sisanya di Sukmajaya, Depok, Jawa Barat.
Boleh enggak diceritain, Kak, awalnya menginisiasi Bintang Ungu kapan dan kok mutusin bikin PAUD gratis?
Awalnya Bintang Ungu (didirikan) pada 2020 pas pandemi. Aku basic-nya udah suka kegiatan charity, terus aku liat ARMY itu kalau member ulang tahun, suka bikin donasi. Hacin (salah satu ARMY yang kerap melakukan aksi sosial), menanam 8.000 pohon mangrove di Demak, Jawa Tengah.
Kayaknya ini sebuah culture yang sangat bagus ya. Mulailah waktu itu ulang tahun Jin kami berbagi sembako. Karena basic-ku udah punya relawan di lima kota aku bagi tuh ke lima kota, 100 lansia, dan pas ultah Kim Seokjin tuh relawan banyak (anggota) ARMY juga. Mereka happy ngerjainnya.
Untuk PAUD, awal berdirinya tuh pas kita lagi cari ide buat ngerayain ultah V. V kan suka anak-anak, jadi kita nyari apa ya project terkait anak-anak yang bagus. ‘Ah gimana kalau diriin PAUD aja ya’. Kebetulan untuk diriin PAUD juga enggak ada aturan harus terdaftar sebagai yayasan. Lebih gampang dibandingkan dengan bikin TK atau SD yang memang ada peraturan-peraturan yang harus dipenuhi dari pemerintah.
Selain itu, kita juga sebenarnya ingin berbagi apa yang kita dapat (dari BTS) untuk orang seluas-luasnya, sih. Enggak semua orang mau dengar BTS kan ya. Salah satu message BTS yang kita suka dan sangat bermanfaat buat kesehatan mental kita itu tentang love yourself, mencintai diri sendiri.
Kita ingin love yourself ini disebarkan seluas-luasnya, termasuk anak-anak, karena pembentukan karakter itu sejak usia di bawah 5 tahun. Anak di bawah 5 tahun ini kan PAUD, kebanyakan sekolah yang ada terutama yang menengah ke bawah itu, fokus ke pembentukan akademis. Bisa baca dan hitung tapi enggak fokus ke karakter, makanya kita masuk di situ.
Baca Juga: Ligwina Hananto: Di Balik Kecintaannya terhadap Komedi dan Cap “SJW” dari Netizen
Kenapa memutuskan untuk mendirikan PAUD di tiga wilayah itu kak?
Kenapa di tiga wilayah itu karena kita memang nyari wilayah anak-anak yang ndak punya akses pendidikan. Di Cilincing misalnya, kebanyakan orangnya banyak yang jadi buruh cuci, pemulung, pengupas kerang. Mereka pasti enggak kepikiran nyekolahin anak ke PAUD. Pasti langsung ke SD, itu pun telat. Kalau di Depok, itu banyak yang jadi pekerja rumah tangga dan supir ojek, yang hari-hari tidak punya waktu untuk sekolahin anaknya.
Jadi sebelum menentukan akan bangun PAUD di titik itu, kita survei. Kita lihat nih ada anak di suatu wilayah, perekonomiannya gimana. Kita survei ke rumah masing-masing, kemudian ketua RT mengonfirmasi apakah keluarga anak yang mau kita sasar ini termasuk warga miskin atau tidak. Kalau sudah OK, dan ada sekitar 30 anak, kita baru cari lokasi di situ yang bisa kita sewa.
Aku dengar PAUD Bintang Ungu ini gratis ya, Kak. Dana mendirikan sampai maintenance seperti bayar gurudari mana kalau begitu?
Iya tiga PAUD kita itu gratis semua. Semua dananya dari donatur. Tadinya (awal pendirian Bintang Ungu V), donatur cuma aku sama temenku aja, sekarang semua di Bintang Ungu dan beberapa ARMY lain di luar Bintang Ungu jadi donatur.
Untuk guru, kita cari yang memang relawan yang peduli. Kita enggak fokusin yang udah punya pengalaman. Kalau kita fokus nyari guru yang cari karier, enggak cocok mungkin bantuin Bintang Ungu karena kita berbasis relawan.
Jadi pas survei, kita cari juga yang sefrekuensi sama kita. Cari yang punya kasih sayang gitu biasanya, punya waktu dan ingin berbagi. Kita kasih dia ongkos transport dan uang makan.
PAUD Bintang Ungu kata Kakak lebih fokus pada perkembangan dan pembentukan karakter, kalau soal kurikulumnya bagaimana?
Kurikulum itu kan sekarang kalau dari pemerintah ada guideline sebetulnya. Misalnya mengenal binatang, kehidupan sekitar, atau pekerjaan. Termasuk di dalamnya pelajaran berhitung, membaca, tapi kita juga selipkan di kurikulum tema karakter dengan basis love yourself.
Gimana sih cara menumbuhkan love yourself? Ya berarti anak-anak ini harus dikelilingi orang-orang yang menyayangi dia juga, sehingga dia bisa menyayangi dirinya sendiri. Dari sisi, teman-teman psikolog kita bikin karakter dasar anak-anak PAUD Bintang, guideline utamanya kita bikin barang-bareng dan yang paling banyak kontribusi ya teman-teman psikolog.
Mulai dari gurunya juga harus memberikan kasih sayang ke anak tersebut, enggak boleh memakai kata-kata kasar, antara guru dan guru, guru ke anak, dan di rumah juga kita bikin program buat keluarganya.
Dalam enam bulan pertama juga kita fokuskan ke orang tua. Ibu gendong anak di depannya, kemudian saling mengucapkan sayang. Jadi anaknya ngomong sayang ke ibu, ibu membalas, dan mereka berpelukan. Ternyata pelukan itu sangat luar biasa dampaknya untuk kepercayaan diri dan kebahagiaan anak itu.
Kelihatan itu dampaknya setelah enam bulan. Pernah satu event kita tanyakan ibu-ibu, bagaimana, Bu kesannya menyekolahkan anaknya di sini. Ibu-ibu lain mengiyakan. Ada yang ngomong, “Anak saya dulunya suka marah-marah, suka ngomong kasar, sekarang dikit-dikit bilang ‘Aku sayang mama, mama baik, terima kasih mama.’” Terharu, sih.
Terus juga sebelum sekolah, mereka itu suka jambak-jambakan sampe tampar-tamparan. Serem. Abis enam bulan udah kalem, duduk manis, ditanya jawab. Mereka akan cenderung berbuat baik, enggak gampang ngerebut. Cenderung ngebantu anak-anak lainnya.
Baca Juga: Mpu Uteun: Kelompok Perempuan Pelindung Hutan Aceh yang Melawan Patriarki
Selain menanamkan karakter dari pesan BTS Love Yourself itu, apa lagi, Kak yang membuat PAUD Bintang Ungu berbeda dari PAUD lain?
Mulai 2022 kita ada satu relawan. Mantan eks guru PAUD Kepompong, Kemang, Jakarta Selatan yang gunakan kurikulum internasional. Ketika ada dia, kita mulai memperkaya pembelajaran dengan hands on experience. Pembelajaran atau materi-materi kita jadi lebih kaya daripada sekolah biasa, baik sekolah gratis atau menengah ke bawah.
(PAUD Bintang Ungu) lebih ke arah ke sekolah Montessori. Jadi kita bukan fokus pada hasil akhir. Bukan menghapal tapi memahami. Kemudian kita fokus pada perkembangan psikologi anak, pengembangan motorik halus, motorik kasar, sensor benda kasar dan halus. Kita kenalkan dengan bahan-bahan sederhana di sekitar kita, seperti beras, kacang hijau. Jadi fokusnya tuh lebih di kemampuan mental, psikomotorik, dan karakter.
Selain bikin PAUD kan Bintang Ungu juga aktif melakukan kegiatan sosial lain. Boleh enggak ceritakan beberapa aksi sosial Bintang Ungu?
Timeline pelaksanaan event itu disusun setiap ada member yang ulang tahun dan biasanya kegiatan akan dikaitkan dengan kesukaan member. J- hope suka fashion, makanya kita berbagi sandang yang masih layak pakai. Jin suka makan, makanya kita bikin food for Jin. Suga care sama lansia sampai enggak tahan tangis lihat lansia yang rumahnya jelek, dan dia bantuin, makanya kita buat program Suga Happy Homes. Program perbaikan rumah lansia.
Terus waktu itu, ada temen Suga yang masuk penjara dan Suga menulis surat bahwa semua orang bisa melakukan kesalahan dan punya kesempatan kedua untuk berbuat kebaikan. Nah, kemudian apa, sih yang bisa dilakukan di lapas? Salah satunya di antaranya dengan memperkaya kemampuan, memperkaya wawasan dan itu melalui buku. Jadi waktu itu kita book charity ke Lapas Sukamiskin.
Pernah enggak dapat nyinyiran dari kegiatan atau aksi sosial yang Kakak inisiasi?
Kalau dari netizen pasti ya. Kita dibilangnya caper. “Ngapain, sih caper, orangnya (BTS) juga enggak tahu”. Tapi in real life, kayak pas kita bikin trash boom di Kendari. Pas Jungkook ocean care, kita bikin penghalang sampah untuk masuk ke laut karena laut Kendari yang salah satu tercemar sampah dari perkotaannya. Nah itu wali kota, kepala dinas lingkungan setempat, polisi, itu ikut turun tangan.
Terus kalau pas PAUD ada, sih yang nyinyirin. Lebih ke lingkungan kita, dari teman-teman kita, “Bikin PAUD BTS? Lo mau ngajarin nari, ngajarin nyanyi? Apaan, sih yang diajarin?” banyakan gitu. Tapi kalau di masyarakat setempat, kita jelasin kurikulumnya, apa yang mau dipelajarin, mulus banget, sih masuknya, enggak ada hambatan.
Baca juga: Kak Lily, Warisan Ruang Aman, dan Perjuangan Melawan Dominasi: Sebuah Obituari
Walau dinyinyirin, kenapa Kak Hera tetap bertahan melakukan semua aksi sosial ini tanpa dibayar?
BTS udah bikin kita lebih bahagia, lebih memahami diri kita, lebih bisa mengerti mengenai kejadian-kejadian di hidup kita. Dengan kita merasa bahagia, kita ingin berbagi. Pada saat kita berbagi, kebahagian yang didapatkan akan berkali-kali lipat apalagi melihat dampak dari hasil kerja relawan yang kita lakukan. Bahagianya dobel-dobel. Itu yang ngebuat aku tetap bertahan.
Pertanyaan terakhir untuk Kak Hera, apa pesan buat para fangirl yang takut untuk menunjukkan antusiasme mereka?
“Fangirling” itu enggak ada batasan umurnya. Aku kenal ARMY yang umurnya 60 tahun juga ada kak, dan antusiasme masih sama kalau ngomongin Bangtan Boys. Semua orang berhak bahagia dengan caranya masing-masing, yang penting cara kita menyukai sesuatu tidak merugikan orang lain jadi ya, tolong enggak men-judge.