Menjalin hubungan jarak jauh selama tiga tahun bukan perkara mudah bagi Bian (21). Sejak 2019, ia dan mantan pasangannya berkomunikasi secara virtual, tanpa bertemu langsung. Kendati demikian, Bian menyatakan jarang terjadi pertikaian dalam relasinya. Kuncinya terletak pada komunikasi setiap muncul permasalahan.
“Misalnya waktu baru memulai hubungan, saya enggak mau ngomongin umur dan kesibukan, jadi (mantan) pasangan sempat mempermasalahkan saya yang suka ngilang,” tutur Bian. “Sempat bertengkar sedikit, tapi saya ngalah dan coba jujur perihal umur dan kesibukan. Kebetulan waktu itu masih sekolah.”
Itu bukan satu-satunya konflik yang muncul dalam hubungan Bian. Ia dan mantan pasangannya bahkan pernah break akibat terjadi kesalahpahaman. Namun kembali berhubungan setelah Bian berusaha menghubungi, membuka percakapan, dan saling minta maaf.
Melihat relasi romantis yang dijalani teman-teman, Bian menyimpulkan hubungan yang sering bertengkar cenderung tidak bertahan lama. Hal itu membuat Bian memahami, hubungan yang sehat minim perkelahian, sebagai tanda pihak yang terlibat saling terbuka dan memahami.
Karenanya, Bian dan kekasihnya saat itu jarang menghadapi konflik. Keduanya memprioritaskan komunikasi—baik ketika terjadi persoalan kemudian mengintrospeksi diri, ataupun sekadar memberi kabar.
“Setiap hari kami menyempatkan untuk ngabarin lewat chat, atau ngebahas hal-hal random. Kalau ada kegiatan mendadak saling kasih kabar, karena nanti enggak bisa dihubungi selama beberapa waktu,” cerita Bian.
Baca Juga: Pasangan Belum Sadar Soal Kesehatan Mental, Akankah Memengaruhi Relasi?
Walaupun memahami minimnya konflik mencirikan hubungan yang sehat, bukan berarti Bian tidak pernah mempertanyakannya. Sesekali Bian bertanya pada mantan pasangannya, apakah merasakan hal yang sama. Kemudian, mereka memikirkan penyebab jarang bertengkar. Jawabannya adalah saling memahami, serta memiliki kesamaan pada hobi dan ketertarikan sehingga tak ada yang perlu dijadikan permasalahan.
Mungkin Bian dan mantan pasangannya hanyalah segelintir orang, yang mempertanyakan kualitas relasinya lantaran jarang bertengkar. Lalu, apa yang menyebabkan anggapan ini muncul?
Pertikaian yang Ditampilkan Budaya Populer
Sebagian orang mungkin berasumsi hubungannya tidak sehat, atau menganggap relasinya tidak realistis, apabila relasinya berjalan baik tanpa perselisihan. Sebab, perbedaan opini, preferensi, dan kebutuhan dengan pasangan pada dasarnya tidak dapat dihindari.
Namun, asumsi perihal pertikaian tak luput dari representasi hubungan romantis di budaya populer, yang memotret argumentasi antara pasangan secara agresif dan penuh emosi.
Misalnya dalam Marriage Story (2019), dipertontokan perkelahian Charlie (Adam Driver) dan Nicole (Scarlett Johansson). Masalahnya terletak pada perbedaan keinginan mereka. Nicole ingin hidup di Los Angeles, di mana mimpinya sebagai sutradara bisa direalisasikan. Sementara Charlie ingin menetap di New York, dengan perusahaan teaternya yang berkesempatan tampil di Broadway.
Baca Juga: Mendadak Ragu Sebelum Menikah, Wajarkah?
Di sebuah adegan, pertengkaran mereka dipotret begitu hebat, baik lewat dialog maupun ekspresi. Salah satunya meneriaki dan menyalahkan satu sama lain atas permasalahannya.
Adegan itu kemudian menjadi representasi, bagaimana argumentasi dapat berlangsung. Sedangkan realitasnya, perkelahian bukan tolok ukur sehatnya suatu hubungan—setidaknya tidak harus diatasi dengan demikian. Meskipun permasalahan dapat membantu hubungan, ataupun yang terlibat di dalamnya, tumbuh sebagai individu.
Lagi pula, persoalan dapat diselesaikan dengan komunikasi. Hal ini diyakini psikolog klinis Joshua Klapow. Menurutnya, pasangan yang tidak pernah bertengkar bukan berarti tidak pernah berselisih. “Pertentangan diselesaikan dengan baik, atau didengarkan dan berusaha menyelesaikannya,” ujar Klapow dikutip dari Elite Daily.
Di sisi lain, konflik yang tidak sehat justru membahayakan relasi dan siapa pun yang terlibat. Terutama jika terus berlangsung dan tidak terselesaikan, hingga menimbulkan ketegangan, serta mengurangi kekuatan dan kepuasan hubungan.
Dalam tulisannya di Verywell Mind, penulis Elizabeth Scott menyebutkan, ada dua tipe konflik dalam hubungan. Pertama, konflik yang tidak diakui. Jenis konflik ini termasuk tidak sehat, karena terjadi ketika seseorang menekan emosinya, dan diabaikan pasangannya. Kedua, konflik yang dikelola dengan buruk. Ketika mengetahui suatu konflik tidak terselesaikan, seseorang cenderung meluapkan emosinya dengan cara apa pun.
Keduanya bukan cara yang tepat untuk mengelola pertengkaran. Apabila itu yang terjadi, Scott menjelaskan, akan ada dampak yang berakibat pada fisik maupun mental. Misalnya depresi, burnout, gangguan kecemasan, dan stres. Kondisi ini dapat berdampak pada tingkat imunitas yang menurun, sehingga lebih rentan terpapar penyakit—seperti masalah pencernaan, rambut rontok, insomnia, dan disfungsi seksual atau perubahan libido.
Pertanyaannya, hubungan yang baik perlu banyak pertengkaran, atau sebaliknya?
Baca Juga: Hilangnya Keintiman dalam Hubungan, Apa yang Perlu Dilakukan?
Minim Konflik dengan Pasangan, Tanda Hubungan Baik-baik Saja
Ketika sebagian orang mempertanyakan hubungannya jika jarang bertengkar, Klapow menyatakan hal itu justru menunjukkan komunikasi yang baik. Artinya, pasangan mampu mengomunikasikan keinginan, kebutuhan, dan opininya, dengan cara yang dapat diterima satu sama lain.
Cara penyampaian yang dimaksud adalah secara jujur, dapat dipercaya, dan menekankan untuk saling belajar dari informasi yang disampaikan—bukan perkara siapa yang paling benar ketika berpendapat.
“Setiap pasangan menghadapi perbedaan. Bagaimana mereka mengelola supaya tidak menjadi pertengkaran adalah kuncinya,” terang Klapow.
Kendati demikian, ada juga pasangan yang tidak berselisih lantaran menghindari persoalan. Perilaku ini justru mengarah pada miskomunikasi, kesalahan persepsi, dan berdampak pada kualitas hubungan—karena berusaha menjauhi pasangannya.
Terdapat beberapa hal yang dapat kamu tanyakan, apabila keadaan tersebut yang dihadapi. Misalnya mencari tahu, adakah topik, situasi, atau permasalahan yang tidak terselesaikan. Kemudian, apakah menghindari perselisihan lantaran khawatir dengan respons pasangan. Atau mungkin enggan berdebat karena tidak peduli lagi untuk mencoba berkomunikasi.
Jika minimnya perselisihan dalam relasimu terjadi karena menghindari konflik, artinya ada permasalahan komunikasi dengan pasangan yang perlu diselesaikan. Setidaknya dibicarakan baik-baik. Tujuannya bukan hanya mencari solusi, melainkan meningkatkan kualitas dan intimasi hubungan.