Issues Politics & Society

Di Balik Latah Pemerintah Gandeng Seleb Tiap Bikin Kebijakan

Jokowi memboyong selebriti dan ‘influencer’ ke IKN untuk jadi ‘endorser’. Kenapa siasat ini sering dilakukan?

Avatar
  • August 10, 2024
  • 4 min read
  • 447 Views
Di Balik Latah Pemerintah Gandeng Seleb Tiap Bikin Kebijakan

Presiden Joko “Jokowi” Widodo memboyong sejumlah artis dan pegiat seni ke Ibu Kota Nusantara (IKN) pada (28/7) lalu. Dari Atta Halilintar, Raffi Ahmad, Aurel Hermansyah, Nagita Slavina, hingga Baim Wong. Mengutip laman resmi Kementerian Sekretariat Negara RI, mereka diajak Presiden untuk konvoi motor menjajal jalan tol baru, glamping, dan menilik peresmian Jembatan Pulau Balang, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur. 

Tindakan Jokowi panen kritik dan memicu kontroversi. Kepada Sindonews, Uchok Sky Khadafi, pengamat anggaran politik sekaligus Direktur Center for Budget Analysis (CBA), menilai, pelibatan artis dan influencer ke IKN merupakan pemborosan uang negara. Sementara, pakar politik Dedi Kurnia Syah berkata pada Medcom, tindakan Jokowi sebatas pencitraan dan membangun reputasi belaka. 

 

 

Hobi menggandeng pesohor sebagai bagian strategi komunikasi pemerintah, sebenarnya bukan praktik baru. Misalnya saat mempromosikan kebijakan vaksin Covid-19, sampai mendorong pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja. Siasat ini sering disebut sebagai strategi endorsement. Menurut The Britannica Dictionary, endorsement artinya dukungan terhadap seseorang atau sesuatu, seperti memberikan pernyataan atau persetujuan publik. 

Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat, setiap kali pemerintah memakai jasa para endorser, dana yang digelontorkan tak main-main. Menyadur Kompas.com, setidaknya, anggaran sebesar Rp90,45 miliar digulirkan dari 2017 hingga 2020 untuk mengajak influencer. Meski tak disebutkan secara gamblang, dana mengajak Raffi Ahmad cs ke IKN tahun ini pun diprediksi juga relatif besar. 

Lepas dari besarnya anggaran dana, praktik endorse selebriti merupakan tindakan yang sah untuk dilakukan. Kuntayuni, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Warmadewa bilang, jika dilakukan secara tepat dan efisien, taktik endorse artis sebenarnya bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat. Pemerintah juga bisa memanfaatkan momen ini sebagai sarana menciptakan ikatan emosional yang baik dengan publik. 

Baca juga: Nasib Masyarakat Adat di Indonesia: Terabaikan, Termarginalisasi, Tak Dilindungi

Dampak Negatif 

Meski bisa dipakai, strategi endorsement IKN itu tak bisa meredam kritik publik dan media soal buruknya megaproyek tersebut. Menurut Kunta, sudah semakin banyak warga bisa menilai secara objektif bahwa proyek IKN adalah pemborosan besar yang tak menunjukkan progress signifikan. 

“Saya melihat ini lebih ke pemborosan dan tidak efektif ya. Realitas itu bisa dicari tahu oleh masyarakat sendiri, baik dari media, atau bahkan dari kerabatnya yang tinggal di sana. Kalau memang tujuan pemerintah untuk mempromosikan IKN, ya seharusnya tampilkan kesiapan perpindahan itu,” jelasnya pada Magdalene baru-baru ini.  

Menurut Kunta, pemerintah punya tugas penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa IKN sudah layak huni. Pemerintah juga harus meyakinkan publik, proses pembangunannya tidak merugikan rakyat atau merusak lingkungan Sayangnya, dari apa yang tersiar sejauh ini, pembangunan IKN nyatanya justru mengorbankan masyarakat adat.  

Dede Wahyudi, Staf Kebijakan dan Advokasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang mendampingi masyarakat adat terdampak IKN, angkat bicara. Kepada Magdalene Dede menyampaikan, pembangunan IKN masih mengabaikan hak masyarakat adat setempat. 

“Sampai hari ini persoalan tumpang tindih lahan masih jadi persoalan. Akses ke air bersih juga jadi satu hal yang sulit buat saat ini. Bahkan, air masyarakat adat setempat itu hampir semua rata-rata keruh. Enggak ada sumber air bersih yang layak untuk kita minum. Belum lagi debu yang diakibatkan dari lalu lalang kendaraan besar proyek IKN. Sepanjang jalan itu, kalau kita lewat, itu truk-truk gede, ngangkut apa dan sebagainya itu kan, itu sangat menimbulkan debu. Tidak ada penanganan untuk itu,” papar Dede.  

Baca juga: 75 Tahun Indonesia Merdeka, Masyarakat Adat Masih Berjuang untuk Kesetaraan

Endorse Artis Sebatas Gimik 

Melihat realitas pembangunan IKN, kata Kunta, pemerintah tak bisa lagi menganggap sepele rakyat lalu potong kompas dengan mengajak selebriti. “Ketika ini konteksnya ibu kota negara, saya rasa perlu ada sinergi yang jelas antara eksekutif, legislatif, dan badan-badan lainnya. Selama ini kita lihat lembaga eksekutif mendominasi. Nah, hal ini harus mulai diubah. Masyarakat perlu dilibatkan. Harus ada pendekatan yang lebih komprehensif, agar kebutuhan semua pihak bisa terakomodasi. Kemudian masyarakat juga percaya untuk bisa pindah dan menganggap bahwa IKN itu sebagai tempat yang layak,” jelas Kunta.  

Saat ini Kunta melihat, alih-alih mengupayakan solusi konkret, pemerintah justru menggandeng selebriti yang modal tenar saja. Mereka merupakan representasi kelompok masyarakat menengah ke atas berprivilese, yang tercerabut dari masalah rakyat kelas bawah. 

Baca juga: Intoleransi Sistematis Halangi Komunitas Sunda Wiwitan Jalankan Keyakinan

“Pemerintah mestinya berhati-hati dalam memilih artis, latar belakangnya bagaimana. Salah-salah, hal ini justru bisa mengancam kredibilitas pemerintah itu sendiri. Artis-artis ini kan dianggap uangnya banyak, begitu. Jadi walaupun dia mau ke IKN, akan sangat mudah untuk beli tiket pesawat dan pindah. Beda dengan rakyat biasa yang harus berpikir keras, ‘Sanggup enggak ya saya tinggal di sana dengan keluarga? Apakah penghasilannya bisa menyambung hidup,’” tutupnya. 



#waveforequality


Avatar
About Author

Syifa Maulida

Syifa adalah pecinta kopi yang suka hunting coffee shop saat sedang bepergian. Gemar merangkai dan ngulik bunga-bunga lokal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *