Community

Institut Ungu Menggelar Dialog Seni dan HAM

Dialog Seni dan HAM menyambut Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia, 25 November - 10 Desember 2020.

Avatar
  • November 24, 2020
  • 4 min read
  • 251 Views
Institut Ungu Menggelar Dialog Seni dan HAM

Dalam rangka menyambut 16 Hari kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan Hari Hak Asasi Manusia, pada 25 November – 10 Desember 2020, INSTITUT UNGU mengadakan kegiatan bertajuk „DIALOG SENI DAN HAM‟. Tujuan acara ini bermaksud mengajukan gagasan bahwa Hak Asasi Manusia dan seni, termasuk seni teater, mempunyai hubungan yang sangat dekat dan saling membutuhkan.

Apabila Hak Asasi Manusia dan demokratisasi mempunyai tempat dan penghargaan yang baik, seni akan berkembang dengan kaya dan dinamis. Ini akan juga mendorong terbentuknya sebuah kehidupan kebudayaan yang terbuka dan demokratis. Karya-karya seni juga bisa sesuatu yang menjelaskan, bahkan membela hak asasi.

 

 

RANGKAIAN ACARA DIALOG SENI & HAM

1. Teater Film ‘WAKTU TANPA BUKU’

Pertunjukan daring teater film dari produser Faiza Mardzoeki berjudul „WAKTU TANPA BUKU‟ disingkat WTB, yang digarap oleh 5 sutradara perempuan yaitu Ramdiana dari Aceh, Heliana Sinaga dari Bandung, Ruth Marini dari Jakarta, Shinta Febriany dari Makassar dan Agnes Christina dari Yogyakarta. Selain itu melibatkan seniman teater Wawan Sofwan untuk menjadi konsultan pertunjukan.

Pertunjukan ini dikerjakan dengan pendekatan aspek-aspek teater dan film. Pembacaan para sutradara terhadap naskah WTB dari awal sudah dengan kesadaran bahwa pertunjukan ini akan diselenggarakan secara daring. Sehingga mereka menyiasati tidak terpaku pada kaidah pemanggungan saja. Mereka juga berpikir tentang pengambilan adegan secara sinematik. Setiap sutradara menggalinya melalui diskusi, mencari referensi dan sudah melibatkan dari awal sudut pandang kamera. Meskipun ada juga sutradara yang tetap mempertahankan sesuai dengan kaidah pemanggungan teater, tetapi tetap memperhitungkan sudut dan posisi kamera dalam prosesnya. Dengan begitu, para sutradara ini sudah memiliki kesadaran penuh untuk menghadirkan kamera tidak hanya sebatas dokumentasi.

Teater film WTB berdasarkan naskah drama yang ditulis oleh Lene Therese Teigen, dramawan Norwegia, yang mengangkat cerita tentang memori para korban kediktatoran masa lalu di Uruguay. Naskah tersebut ia tulis berdasarkan riset dan wawancara dengan para eksil dari Uruguay di Eropa. Kemudian naskah tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Faiza Mardzoeki. Ia berpendapat bahwa drama tersebut sangat universal dan dekat sekali dengan kita di sini, di Indonesia. Drama WTB ini membongkar memori personal individu yang berangkat dari pengalaman pusaran besar gejolak politik bangsanya. Karakter-karakter yang diciptakan sangat kuat dan bisa menjadi representasi siapa saja yang mungkin pernah mengalami hal serupa. Drama ini juga mampu berbicara kepada mereka yang hanya pernah mendengar secara bisik-bisik tentang apa yang pernah terjadi, maupun untuk pembaca generasi muda yang sama sekali jauh dari sejarah negerinya di masa lalu.

Bersama Institut Ungu, ia mengajak para sutradara perempuan untuk menggarap naskah tersebut sebagai pernyataan bahwa persoalan hak asasi manusia menjadi bagian tak terpisahkan dari hak kaum perempuan. „Women’s rights are human rights’. Akan ditayangkan secara daring pada tanggal 1-10 Desember yang didedikasikan untuk menyambut Hari Hak Asasi Manusia.

2. ACARA 5 DISKUSI SEPUTAR SENI & HAM

Kegiatan selanjutnya adalah peluncuran buku naskah drama dan Teater Film WTB pada tanggal 25 November yang akan menghadirkan tim kerja teater film, dramawan Nano Riantiarno dan perwakilan dari Kedutaan Norwegia, sebagai pendukung kegiatan ini. Di hari yang sama, acara diskusi SENI & HAM dengan topik pembahasan “Bagaimana seni bisa berperan dalam pembelaan Hak Asasi

Manusia dan Keadilan Sosial” dengan menghadirkan pembicara pekerja seni yang telah melahirkan karya-karya kuat bicara isu-isu HAM masalah keadilan sosial lainnya. Acara lain yaitu diskusi “Antar Generasi Bicara HAM” berupa podcast yang akan dirilis melalui platform spotify dan youtube. Diskusi ini mengajak mahasiswa, pengajar, seniman dan penyintas korban pelanggaran HAM masa lalu, yang akan dirilis pada tanggal 23 November 2020. Lalu Pembuatan video „Anak Muda Bicara HAM‟ melibatkan pelajar dan mahasiswa yang akan dirilis apda tanggal 30 November 2020.

Sebagai penutup rangkaian acara „Dialog Seni & Ham‟, menghadirkan diskusi dengan tema „Women‟s Rights Are Human Rights‟ pada tanggal 10 Desember 2020 dengan topik pembahasan “Apakah secara umum perempuan Indonesia sudah terpenuhi Hak Asasinya dan bagaimana negara bisa memenuhi dan melindungi hak asasi perempuan tanpa diskriminasi’

Keseluruhan acara ini menghadirkan para pembicara pekerja teater, sastrawan, pembuat film yang sudah berkiprah nyata misalnya Linda Tagie, Dicky Senda, Nano Riantiarno, Naomi Srikandi, Yulia Evina Bhara, Fanny Chotimah, Hafez Gumay dan Band Tashoora. Juga menghadirkan akademisi muda dan para aktivis hak asasi manusia dan hak-hak perempuan serta kesetaraan gender yang secara konsiten dan aktif terus terlibat menyuarakan berbagai isu penting yang berurusan dengan hak asasi manusia dan kesetaraan gender. Mereka misalnya Dana Fahadi, Ayu Diasti Rahmawati, Mutiara Ika Pertiwi, Ris Carolina, Anindya Vivi dkk.


Avatar
About Author

Magdalene