Hari Perempuan Internasional 2024: “Butuh 300 Tahun untuk Capai Kesetaraan Gender di Dunia”
Butuh waktu 300 tahun untuk mencapai kesetaraan gender dan USD 300 miliar per tahun untuk mendanainya.
Kali ini keseluruhan International Women Day (IWD) 2024 mengangkat tema ‘Invest in Women: Accelerate Progress’ yang berarti berinvestasi pada perempuan untuk mempercepat kemajuan. Investasi ini pun dianggap penting untuk melihat kesenjangan gender kelompok perempuan yang selama ini merasakan hal tersebut.
Dalam memperingati Hari Perempuan Sedunia yang selalu jatuh di tanggal 8 Maret, Badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Indonesia atau UN Indonesia juga turut hadir dalam peringatan ini, dengan mengadakan media briefing di Kantor PBB Indonesia di Menara Thamrin, Jakarta Pusat, pada 1 Maret lalu.
Kepala program UN Women Indonesia, Dwi Faiz yang hadir di acara ini mengatakan berapa dan mau untuk apa investasi tersebut. Sebaiknya investasi-investasi ini diberikan untuk hal yang urgent, seperti memerangi diskriminasi gender pada perempuan.
Tak hanya itu ada beberapa hal penting yang disorot dalam media briefing untuk kepentingan perempuan itu sendiri. Berikut beberapa di antaranya.
Baca juga: Tingkatkan Kesetaraan Gender di Tempat Kerja
1. Tantangan Utama di Tahun 2030
Dwi juga menambahkan salah satu tantangan utama dalam mencapai kesetaraan gender di 2030 adalah pendanaan yang kurang. Diperkirakan butuh sekitar USD 30 miliar per tahun untuk mencapai kesetaraan gender di dunia. Peran ekonomi juga harus mengaitkan perempuan dalam peran ekonomi, karena keuntungannya bukan hanya untuk mereka tapi masyarakat keseluruhan.
Ia menyoroti untuk menutup kesenjangan gender dalam pekerjaan dapat meningkatkan domestik bruto per kapita sebesar 20 persen.
Selain itu agar tercapai hasil yang konkret, investasi pada perempuan harus dilakukan dengan dua faktor, investasi publik terhadap kebutuhan perempuan dan investasi dalam sektor swasta. Apalagi ada beberapa upaya untuk pemberdayaan perempuan yang terlibat dalam usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Banyak tantangan yang dihadapi oleh perempuan wirausaha seperti akses keuangan, inklusi digital, akses pasar, norma sosial dan lain-lain.
Baca juga: Ramai-ramai Adili Jokowi di Hari Perempuan Internasional 2024
2. 300 Tahun Lagi untuk Mencapai Kesetaraan Gender
Masalah kesetaraan gender memang selalu jadi momok di setiap pembahasan mengenai perempuan. Bahkan Agnes Gurning, Gender Analyst dari UNDP Indonesia mengatakan butuh waktu sekitar 300 tahun lagi untuk mencapai kesetaraan gender ini. Artinya enggak akan terjadi di masa hidup sekarang tapi masih beberapa turunan lagi.
Angka yang cukup mengerikan mengingat masih adanya gap atau jarak untuk kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki.
Agnes menambahkan gap kesehatan dan pendidikan antara laki-laki dan perempuan memang hampir tertutup. Tapi gap ekonomi antara keduanya yang masih belum bisa ditutupi. Padahal menurut Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian (Prospera), jika kesenjangan ekonomi dikurangi seperempat saja, maka pertumbuhan ekonomi bisa ditingkatkan setengah.
Baca juga: Diskusi ‘Invest in Women, Invest in All’: Dorong Kesetaraan Gender di Tempat Kerja
3. Tiga Kunci Investasi dari UNDP Indonesia
Maka dari itu untuk memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, UNDP memiliki 3 kunci investasi untuk hal ini:
-Kapasitas lembaga-lembaga publik untuk mengintegrasikan gender ke dalam lembaga-lembaga tersebut. Masing-masing sektor perlu ditingkatkan, terutama di sektor non-tradisional.
-Penganggaran responsif gender perlu diterapkan dan diperluas di berbagai sektor untuk memastikan pembelanjaan yang memadai untuk kemajuan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
-Pembangunan menuju ketahanan iklim dan bencana memberikan manfaat peluang untuk mendorong kemajuan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, baik dalam aksi serta pendanaan iklim.
Baca Juga: Kesetaraan Gender adalah Hak Semua Perempuan termasuk Pekerja di Desa
4. Investasi yang Dilakukan UNFPA Indonesia
Pada diskusi kali ini UNFPA Indonesia membeberkan beberapa investasi yang akan mereka lakukan untuk menghentikan kekerasan berbasis gender dan praktik-praktik berbahaya.
Ada tiga tujuan transformatif yang akan dilakukan seperti, nol kebutuhan KB yang belum terpenuhi, nol kematian ibu yang dapat dicegah dan nol kekerasan berbasis gender (KBG) dan praktik-praktik berbahaya.
“Pemenuhan hak-hak reproduksi akan menjadi landasan untuk mencapai gender equality untuk mencapai Indonesia emas di 2045,” ujar Risya Kori, Gender Programme Specialist UNFPA Indonesia yang hadir pada acara yang sama.
Karena saat ini perempuan Indonesia terdapat dalam tiga situasi. Pertama, satu dari empat perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan dalam hidupnya (fisik dan seksual). Kedua, 55 persen perempuan usia 15-49 tahun mengatakan anaknya mengalami Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP). Ketiga, satu di antara sembilan anak perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun.
Ketiga situasi ini diambil dari hasil pendataan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021 dan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2021.
Untuk itu UNFPA pun punya strategi untuk penghapusan kekerasan berbasis gender dan praktik-praktik berbahaya seperti perkawinan anak dan P2GP. Mereka mengajak semua pihak untuk sama-sama mengupayakan hal ini menjadi nyata.
Baca Juga: ‘The Subject of Herstory’: Menyoal Identitas Perempuan lewat Seni
Strategi awal dengan pencegahan. Menerapkan pendekatan transformatif gender, intervensi berbasis bukti seperti keterlibatan laki-laki dan anak laki-laki, pendidikan kesehatan reproduksi remaja, perubahan norma sosial, dan termasuk untuk mengatasi kekerasan berbasis gender dan praktik-praktik berbahaya.
Lalu dilanjutkan dengan respons. Di sini UNFPA bersama Kementerian Kesehatan akan melakukan penguatan sistem kesehatan yang tanggap KBG. Dan juga ditemani oleh KemenPPA akan melakukan penguatan peran layanan kekerasan terhadap perempuan dan anak (KtPA).
Respons ini pun diharapkan akan menciptakan lingkungan yang mendukung perubahan. Agar membuat pemerintah meninjau ulang undang-undang dan kebijakan serta memantau implementasinya di tingkat nasional dan daerah.
Barulah setelah itu mendukung sistem data prevalensi dan administratif. UNFPA dan KemenPPA akan melakukan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN), memperkuat SIMFONI, sistem informasi KBG milik KemenPPA, Data P2GP, Dashboard MONEV Pencegahan Perkawinan Anak.
Terakhir UNFPA ingin mengajak semuanya berperan aktif dalam upaya penghapusan kekerasan berbasis gender dan praktik-praktik berbahaya dengan melakukan kolaborasi yang melibatkan KemenPPA, Kemenkes, BAPPENAS, Komnas Perempuan, KUPI, Puan Amal Hayati, Yayasan Pulih, Yayasan Kesehatan Perempuan, IPSPI serta masyarakat secara luas.