Community Events Issues

Diskusi ‘Invest in Women, Invest in All’: Dorong Kesetaraan Gender di Tempat Kerja

Untuk mendorong kesetaraan gender di tempat kerja, perusahaan perlu menyadari ‘unconscious bias’ yang menghambat perkembangan karier perempuan.

Avatar
  • March 9, 2024
  • 4 min read
  • 6496 Views
Diskusi ‘Invest in Women, Invest in All’: Dorong Kesetaraan Gender di Tempat Kerja

Memperingati Hari Perempuan Internasional yang dirayakan setiap 8 Maret, Magdalene bekerja sama dengan Unilever Indonesia, mengadakan diskusi “Invest in Women, Invest in All: How Gender Equality Benefits Everyone”. Acara yang diselenggarakan pada (5/3) ini, membicarakan tentang pentingnya mendorong kesetaraan gender di tempat kerja.

Sebab, realitasnya perempuan yang memegang jabatan eksekutif masih minim. Hal ini terlihat dari laporan Grant Thornton pada 2019. Secara global, secara keseluruhan perempuan memegang 29 persen kepemimpinan senior. Angka tersebut hanya naik 10 persen dalam 15 tahun terakhir. Selain itu, hanya 15 persen bisnis di dunia yang memiliki perempuan CEO.

 

 

Baca Juga: Tingkatkan Kesetaraan Gender di Tempat Kerja

Padahal, salah satu indikator Sustainable Development Goals (SDGs), adalah setiap orang memperoleh manfaat pembangunan terlepas dari gendernya. Lagi pula, meningkatkan kepemimpinan perempuan bukan hanya menjadikan bisnis lebih inklusif, melainkan menguntungkan berbagai pihak.

Situasi ini disebabkan oleh budaya patriarki, yang menghambat perkembangan karier perempuan. Tepatnya lewat cara pandang, norma, dan kebijakan yang dipengaruhi oleh bias gender.

Perusahaan sering menganggap, mempekerjakan perempuan justru merugikan. Sebab, perempuan memiliki berbagai hak yang harus dipenuhi lewat cuti—seperti cuti haid, hamil, dan melahirkan. Belum lagi beban ganda sebagai pekerja perempuan, serta ibu yang bertanggung jawab atas beban domestik.

Yang tak dilihat, hal itu merupakan unconscious bias. Akibatnya, perusahaan sulit mendukung perkembangan karier perempuan.

Baca Juga: Upaya Sektor Swasta Dukung Perempuan Indonesia Bekerja

Apa yang Bisa Dilakukan?

Program Manager Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), Zelda Lupsita mengatakan, perusahaan harus mulai berkomitmen menciptakan kesetaraan gender di tempat kerja. Upaya ini dapat dilakukan dari top leadership, dengan meninjau kebijakan yang ada—apakah inklusif atau ada yang perlu diperbaiki. Kemudian, diikuti edukasi menyeluruh kepada pekerja, supaya memiliki persepsi yang sama tentang pentingnya kesetaraan gender di tempat kantor.

Unilever Indonesia adalah salah satu perusahaan, yang memiliki kebijakan untuk mencapai kesetaraan gender di tempat kerja. Mereka memiliki Equity, Diversity & Inclusion Board (ED&I), yang dibentuk untuk mendorong dan mengimplementasikan berbagai program, berfokus pada tiga pilar ED&I: keadilan gender, keadilan bagi penyandang disabilitas, dan penghapusan diskriminasi serta stigma di lingkungan organisasi maupun masyarakat.

Dalam diskusi yang sama, Human Resources Director Unilever Indonesia, Willy Saelan mencontohkan program itu dalam pengambilan keputusan, yang sering kali terdapat unconscious bias. Tujuannya agar tak ada kelompok yang tersisihkan.

“Sebelum mengambil keputusan untuk suatu kebijakan, saya mempertanyakan, apakah (kebijakan itu) sudah memikirkan kelompok yang kurang terwakili (gender, agama, atau ras)?” ujar Willy.

Unconscious bias itu bukan hanya perlu disadari oleh perusahaan, melainkan pekerja. Dengan memberikan pelatihan, harapannya pekerja dapat mengambil keputusan secara adil saat menjadi pemimpin. Sebab, mengabaikan unconscious bias sama halnya dengan melanggengkan stereotip.

Di samping itu, Unilever Indonesia memiliki beberapa upaya yang mendukung kebijakan keadilan gender di perusahaan. Seperti waktu kerja yang fleksibel, fasilitas daycare, ruang laktasi, hak cuti melahirkan selama empat bulan bagi ibu, dan cuti ayah selama tiga minggu.

Sebenarnya, meningkatkan kesetaraan gender merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya perempuan. Peran laki-laki pun mampu menggeser cara pandang patriarkal, dan menentukan tercapainya kesetaraan gender. Hal ini menjadi semangat Aliansi Laki-laki Baru (ALB), dalam mendorong keterlibatan laki-laki memperjuangkan kesetaraan.

Baca Juga: Apa Itu ‘Power Harassment’, Kekerasan yang Dinormalisasi di Dunia Kerja

Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru Wawan Suwandi menegaskan, upaya tersebut dapat dimulai dari pola asuh keluarga, sebagai ruang yang memberikan pendidikan pertama bagi anak.

Misalnya perihal pengelompokan mainan dan warna. Umumnya, orang tua mengarahkan anak laki-laki untuk memainkan mobil-mobilan dan menyukai warna biru, sedangkan mainan anak perempuan berkaitan dengan tugas domestik dan menggemari warna pink. Tanpa disadari, pengelompokkan itu memilah sisi feminin dan maskulin anak.

“Harusnya orang tua mengenalkan sisi feminin dan maskulin ke anak laki-laki dan perempuan. Nanti anak akan tahu, kecenderungannya ke mana,” terang Wawan.

Selain itu, ayah juga berperan sebagai role model bagi anak-anak untuk memperkenalkan nilai-nilai kesetaraan, penghargaan, dan keadilan. Contohnya mempraktikkan berbagi tanggung jawab domestik, serta tidak memprioritaskan anak laki-laki dan mengesampingkan anak perempuan.


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *