Jurnalis Foto ‘Antara’ Dipukul Aparat, AJI: Hentikan Kekerasan pada Jurnalis!
Foto oleh Tommy Triardhikara/Magdalene
Hari ini, Senin, 25 Agustus, ribuan masyarakat yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, pekerja, pedagang dan lainnya turun ke jalan di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka menuntut tunjangan rumah anggota DPR sebesar 50 juta rupiah untuk ditarik segera.
Aksi yang seharusnya berjalan damai, justru diwarnai dengan tindakan represif aparat kepolisian kepada pengunjuk rasa dan jurnalis. Dikutip dari Tirto, Jurnalis Foto Antara, Bayu Pratama Syahputra menjadi korban pemukulan polisi saat sedang meliput aksi demonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat. Bayu mengatakan, awalnya dia datang ke lokasi demo untuk menjalankan tugas meliput peristiwa demonstrasi.
Saat datang sekitar pukul 13.00 WIB, Bayu sudah melihat kelompok massa berseteru dengan aparat. Dia lalu mengambil posisi berdiri di balik polisi dengan harapan dapat mengambil foto dengan aman. “Saya ke barisan polisi supaya lebih aman, ya sudah saya mau ‘motret-motret’ ternyata pas itu ada oknum ‘mukulin’ masyarakat, saya juga langsung dipukul tiba-tiba,” kata Bayu dikutip Antara (25/8).
Bayu menduga dia dipukuli karena memotret salah satu anggota kepolisian yang tengah menganiaya massa pendemo. Bayu dipukul di kepala dan tangan. “Peristiwa pemukulannya persis di bawah JPO di depan gedung DPR,” jelasnya.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum Pers mengutuk tindakan tersebut.
AJI dan LBH Pers mengatakan kejadian ini selalu terjadi berulang oleh polisi kepada jurnalis dan masyarakat. Dalam siaran pers yang diterima oleh Magdalene, aparat kepolisian yang mengamankan gedung DPR bertindak represif saat membubarkan massa aksi. Mereka juga memukul mundur pendemo dan seorang jurnalis foto Antara, Bayu Pratama S.
Padahal saat meliput, Bayu sudah memakai atribut lengkap–helm dan kartu pers. Agar bisa membedakan kerja jurnalis dan massa aksi. Meski begitu, Bayu tetap mendapatkan perlakuan kasar dari aparat kepolisian. Akibatnya, kamera yang dipegang rusak dan ia mengalami cedera di lengan dan tangan.
AJI Jakarta sudah mencatat sepanjang Juni 2024 sampai Juni 2025, ada 20 laporan terkait kekerasan jurnalis oleh aparat kepolisian. Sumber kekerasan itu terjadi ketika jurnalis meliput demonstrasi seperti pada Aksi May Day, Tolak RUU TNI, dan sejenisnya. Secara nasional, AJI mencatat ada 52 kasus kekerasan jurnalis hingga Juni 2025.
AJI dan LBH Pers merasa tindakan polisi ini tak bisa dibiarkan. Karena sekali lagi mereka sudah gagal menjalankan amanat dari Pasal 8 Undang-undang Pers untuk memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas.
Kapolri harus segera berbenah dan evaluasi agar kejadian tidak terus terjadi berulang-ulang. Kekerasan ini merupakan pelanggaran pidana dan serangan langsung terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pelaku jelas melanggar Pasal 4 Ayat (3) yang menjamin tidak adanya penyensoran dan pelarangan siaran terhadap pers nasional, dan Pasal 18 Ayat (1) dengan ancaman penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
















