Kamis ke-500: Menuntut Keadilan yang Masih Sebatas Janji
Aksi setiap Kamis di depan Istana Merdeka untuk menuntut keadilan bagi korban-korban pelanggaran HAM telah mencapai hari ke-500.
Seperti Kamis-Kamis sebelumnya, payung hitam mulai terkembang di depan Istana Merdeka, namun hari ini ada sesuatu yang berbeda. Hari ini, 27 Juli 2017, payung-payung hitam tersebut lebih banyak jumlahnya karena hari ini menandakan 500 kali sejak dimulainya aksi “Kamisan” pertama 10 tahun lalu.
Bagi para korban pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia, Kamisan adalah aksi untuk menuntut keadilan. Payung hitam menjadi simbol perlindungan dan keteguhan iman. Kamisan kali ini juga bertepatan dengan peristiwa kerusuhan penyerangan kantor Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrasi Indonesia (DPP PDI) pada 27 Juli 1996 yang berbuntut kerusuhan — peristiwa yang dikenal dengan singkatan KUDATULI yang mulai dilupakan oleh banyak orang.
Momen ke-500 Kamis ini terlihat lebih semarak dari sebelum-sebelumnya. Berbagai kalangan mengekspresikan dukungan mereka lewat berbagai aktivitas, mulai dari pantomim, pertunjukan musik, puisi, mural, hingga stand-up comedy. Salah satu penyintas, Eyang Sri, dengan bersemangat memimpin massa menyanyikan Halo-halo Bandung. Grup musik Efek Rumah Kaca turut tampil di hari itu, dan masyarakat dari berbagai latar belakang hadir meramaikan, mulai dari mahasiswa, aktivis dari lintas isu, pekerja lembaga bantuan hukum, bahkan murid sekolah. Mereka dapat mengekspresikan dukungan untuk para korban, salah satunya dengan menulis pesan untuk Presiden Joko Widodo. Pesan-pesan ditulis di sticky note berwarna-warni dan ditempel di papan di satu pojok area Kamisan. Kamis ke-500 hari itu juga mempunyai slogan “500 Kamis Cuma Janji Manis”.
Dimulai dari beberapa orang yang berkumpul di depan istana pada tanggal 8 Januari 2007, aktivis aksi Kamisan telah tumbuh menjadi puluhan orang yang bergabung untuk saling menguatkan dan membantu para korban. Dipilihnya aksi diam bukan saja untuk menyimbolkan para korban yang telah kehilangan suara dan hak mereka sebagai warga negara, namun juga untuk menunjukkan diri sebagai bukan tukang rusuh, bukan warga negara yang susah diatur, meskipun tetap menuntut keadilan. Aksi berdiri untuk menunjukkan bahwa mereka tetap mampu berdiri dan memiliki hak sebagai warga negara Indonesia.
Dukungan untuk Kamisan juga terlihat di media sosial lewat tanda tagar #AkuKamisan di Instagram. Aksi Kamisan ini tidak hanya dilakukan di Jakarta saja tetapi juga di berbagai kota seperti Bandung, Surabaya, Malang, Banten, Sragen, Palu, Yogyakarta, Pare, Samarinda, Aceh, Karawang, Cirebon, Ternate, dan Medan.
500 aksi Kamisan ini menunjukkan bahwa, pemerintah masih abai terhadap kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia. Berapa ratus Kamisan harus dilakukan sebelum pemerintah serius menangani kasus-kasus yang masih tertahan di kejaksaan itu?
Bagi mereka yang berdiri di bawah payung-payung hitam di depan istana setiap Kamis, tidak ada kata menyerah sebelum keadilan menang dan kebenaran terungkap.
Elma Adisya adalah reporter magang terbaru Magdalene, dan manusia yang sedang menyelesaikan studi jurnalistik. Selain menulis dan memotret, ia juga ahli dalam hal fangirling fandom kesayangannya yang jumlahnya tak terhitung.