Environment Health Issues

Polusi Udara Jakarta: Lima Pencemar Udara Berisiko Tinggi Bagi Kesehatan Kita

Selain kabut yang membatasi jarak pandang, ada zat kimia berbahaya tak kasat mata dalam udara kita.

Avatar
  • September 20, 2023
  • 5 min read
  • 1475 Views
Polusi Udara Jakarta: Lima Pencemar Udara Berisiko Tinggi Bagi Kesehatan Kita

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa hampir seluruh populasi dunia (99 persen) terpapar udara yang mengandung zat berbahaya melebihi batas minimal yang masih dapat ditoleransi sesuai ketentuan WHO. Hal ini menjadi faktor risiko kematian utama di kota-kota besar.

Polusi udara berkontribusi terhadap 1,6 juta kematian atau 17 persen dari seluruh kematian di Cina. Di Kota Bangkok, Thailand, ditemukan peningkatan rawatan rumah sakit akibat penyakit pernapasan dan kardiovaskular akibat polusi udara.

 

 

Sementara itu, di India, ada sekitar 23 persen pasien asma bermukim di daerah dengan kadar polusi udara yang tinggi.

Baca juga: Krisis Polusi Udara di Jakarta Bisa Ancam Kesehatan Reproduksi Perempuan

Sedangkan di Jakarta, polusi udara dapat berkontribusi terhadap 50 ribu kasus rawat inap karena penyakit pernapasan dan kardiovaskular, 7 ribu masalah kesehatan serius terhadap anak-anak, dan berkontribusi terhadap 10 ribu kematian setiap tahunnya. Dalam berapa pekan terakhir, kualitas udara di Jakarta begitu buruk.

Pencemar di udara tidak hanya terlihat sebagai kabut yang memengaruhi jarak pandang, melainkan terdapat zat kimia berbahaya tidak kasat mata yang lebih mengkhawatirkan dan bisa merusak kesehatan.

Berikut adalah lima pencemar udara utama (criteria air pollutant) yang berpengaruh terhadap kesehatan.

1. Partikulat

Ukuran partikulat beragam dari ukuran paling kasar hingga paling halus yaitu PM10 (≤ 10 mikron), PM2,5 (≤ 2,5 mikron), dan ultra fine particulate (≤ 0,1 mikron).

Sebagai perbandingan, diameter partikel PM10 adalah 1/7 diameter rata-rata rambut manusia atau kurang. Saat terhirup, partikulat yang kasar akan tetap berada di saluran pernapasan bagian atas. Namun semakin halus ukurannya, partikulat akan bertahan dalam permukaan alveoli (kantung halus di paru-paru tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida) dan menyebabkan kerusakan fungsi paru.

Baca juga: Polusi Udara DKI Jakarta Kian Buruk, WFH Bisa Jadi Jalan Ninjanya

Partikulat dapat membawa alergen ke dalam paru-paru dan menyebabkan respons berlebihan saluran napas. Selain itu, partikulat yang sangat halus dapat memasuki saluran peredaran darah dan meningkatkan berbagai risiko kesehatan terutama penyakit kardiovaskular.

Partikulat terutama berasal dari kendaraan bermotor, pembangkit listrik, fasilitas industri, pembakaran sisa panen, dan kebakaran hutan.

2. Karbon Monoksida (CO)

CO adalah gas beracun dan mematikan yang tidak berbau serta tidak berasa. Gas ini berasal dari pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar fosil.

CO yang terhirup langsung masuk ke dalam peredaran darah dan mengikat oksigen lebih kuat daripada hemoglobin. Ini mengakibatkan pasokan oksigen dalam tubuh berkurang sehingga menyebabkan penurunan fungsi vital.

Dalam waktu yang singkat, paparan CO dalam kadar tertentu dapat menyebabkan sakit kepala hingga kematian mendadak.

3. Ozon (O3)

Ozon yang termasuk dalan pencemar udara kriteria adalah ozon trofosferik. Ini adalah ozon yang berada antara 8-15 kilometer di atas permukaan tanah.

Ozon merupakan polutan sekunder yang terbentuk karena adanya reaksi oksida nitrogen (NOx) dan senyawa organik yang mudah menguap/volatil (VOC) dengan sinar matahari. Sebagai polutan yang “tidak terlihat”, ozon telah terbukti memiliki bahaya kesehatan yang signifikan.

Baca juga: Polusi di Jabodetabek Memburuk, Kami Harus ‘Bayar’ Udara Bersih

Ozon merupakan oksidan yang kuat karena merusak sel dan cairan pelapis pada saluran napas, menyebabkan otot-otot di saluran udara menyempit, sehingga memerangkap udara di alveoli.

Efek buruk yang dirasakan adalah kesulitan bernapas hingga pemburukan fungsi paru-paru.

4. Nitrogen Dioksida (NO2)

NO2 mayoritas terbentuk dari kegiatan pembakaran dan terlihat seperti kabut berwarna coklat kemerahan.

NO2 dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan peradangan pada saluran pernapasan. Hal ini menyebabkan penurunan kekebalan yang menyebabkan organ pernapasan rentan mengalami infeksi.

5. Sulfur Dioksida (SO2)

SO2 terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur. Sulfur berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (batu bara dan minyak bumi) dan peleburan bijih mineral (aluminium, tembaga, seng, timbal, dan besi) yang mengandung belerang. Gas ini berbau tapi tidak berwarna.

Gas ini dapat bereaksi dengan senyawa lain di atmosfer untuk membentuk partikel halus yang mengurangi jarak pandang (kabut). SO2 dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan (selaput lendir hidung, tenggorokan dan saluran pernapasan).

Risiko yang lebih berbahaya terjadi jika SO2 berubah menjadi polutan sekunder yang lebih berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan pada organ tubuh vital serta bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Angka kematian akibat SO2 meningkat sebesar 1,4 persen terutama pada suhu 22,8–29,4°C.

Selain pencemar udara kriteria, kita juga mengenal pencemar udara berbahaya (hazardous air pollutant) seperti Volatile Organic Compounds (VOC), logam berat, dan dioksin. Zat ini dapat memberikan efek karsinogenik dan kelainan fungsi organ. Sumber pencemar udara berbahaya terutama berasal dari pembakaran limbah beracun dan berbahaya (termasuk plastik dan limbah medis), merokok, penggunaan bahan-bahan mengandung logam, dan kebakaran tempat pembuangan sampah).

Cepatnya perkembangan teknologi dan industri yang berpotensi menghasilkan banyaknya zat berbahaya baru perlu disertai dengan kajian risiko kesehatan yang komprehensif.

Mengapa Kualitas Udara Semakin Buruk di Tengah Isu Pemanasan Global?

Isu perubahan iklim dan pemanasan global berdampak pada skala lokal dan regional. Masalah itu berhubungan dengan kualitas udara di suatu wilayah.

Perubahan cuaca ekstrem seperti kemarau panjang, akan meningkatkan kejadian kebakaran hutan dan pembakaran biomassa (material dari tumbuhan). Berkurangnya curah hujan, meningkatnya kekeruhan tanah, dan peningkatan kecepatan angin permukaan akan menyebabkan peningkatan aktivitas partikulat di udara.

Peningkatan suhu diprediksi akan meningkatkan konsentrasi ozon di Amerika Utara, Eropa dan Asia terutama di wilayah yang berpolusi.

Selain itu, suhu udara yang panas akan menyebabkan musim semi yang lebih lama. Ini berhubungan dengan lebih banyak penyakit terkait alergi, seperti asma karena banyaknya serbuk sari di udara.

Perlunya Pengelolaan Kualitas Udara yang Komprehensif

Pada dasarnya, pencemaran di lingkungan terdiri dari sumber, media, dan reseptor. Untuk sumber pencemar, perlu adanya inventarisasi emisi untuk mengetahui sumber-sumber pencemaran udara beserta konsentrasinya.

Di udara ambien sebagai media perantara, titik monitoring pencemaran udara yang lebih representatif dan pemantauan berkelanjutan diperlukan untuk melihat kualitas udara yang diterima masyarakat.

Untuk reseptor yaitu manusia, studi toksikologi dan epidemiologi diperlukan untuk mengetahui risiko dan dampak kesehatan yang muncul dari zat-zat pencemar di udara.

Oleh karena itu, lima pencemar berbahaya di udara tersebut harus diwaspadai keberadaannya karena dapat secara signifikan memberikan kerugian bagi kesehatan. Terutama pada penyakit pernapasan dan kardiovaskular pada kelompok rentan yang berada pada area-area yang menjadi sumber polusi udara.The Conversation


Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.



#waveforequality


Avatar
About Author

Putri Nilam Sari

, Assistant Professor of Environmental Health, Universitas Andalas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *