5 Buku tentang Palestina yang Harus Kamu Baca
Cerita pemerkosaan perempuan, pembunuhan, genosida, anak-anak di Gaza, deretan buku ini bakal memperluas wawasanmu tentang apa yang terjadi di Palestina.
Bagaimana orang-orang merespons serangan Israel ke Palestina? Mereka terbelah dua: Yang pro Israel cenderung mengambinghitamkan Hamas sebagai pemantik, yang kontra menyebut Zionist melakukan genosida.
Pro kontra itu juga mewarnai rangkaian serangan di tanah Palestina, termasuk yang terjadi pada Selasa kemarin. Al Jazeera melaporkan, lima puluh warga Palestina dibunuh dalam serangan udara Israel ke kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara, menurut tenaga medis dan pihak berwenang setempat. Sebaliknya, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) berdalih, serangan penting dilakukan demi menargetkan Ibrahim Biari, salah satu komandan Hamas yang bertanggung jawab atas serangan (7/10).
Masing-masing pihak punya pembela. Berdiri di tengah-tengah adalah mereka yang cenderung tak menunjukkan keberpihakan, meski genosida yang dilakukan Israel, terus menargetkan korban perempuan dan anak-anak. Mereka umumnya masih melihat apa yang kini terjadi di Gaza, sebatas konflik Hamas vs Israel. Ada yang juga memisahkan konteks sejarah apartheid dan pendudukan tanah selama tujuh dekade. Ada yang sekadar mengaitkan teror di Palestina sebagai konspirasi Iran, dan sebagainya.
Agar kamu lebih paham soal fakta-fakta di Palestina, berikut Magdalene merekomendasikan lima buku tentang Palestina:
1. Eliyas Explains: What’s Going on in Palestine (2023)
Jika kamu kerepotan membaca buku tebal, pas sekali jika mengintip satu ini. Dirilis pada 2023, penulis Zanib Mian mengajak pembaca mengikuti perbincangan Eliyas dengan kedua orang tua mengenai Palestina. Eliyas bingung karena selama beberapa minggu TV lokal terus berkata tentang Palestina.
Ia juga penasaran, kenapa sang ibu selalu menangis saat membaca berita Palestina di ponselnya. Ia lantas menanyakan pada kedua orang tua apa yang sebenarnya terjadi di sana. Secara bergantian ibu dan ayah Eliyas menjelaskan fakta penting tentang Nakba, pendudukan dan genosida pertama di Palestina pada 1948; pengepungan Gaza selama 17 tahun lewat kontrol penuh hak-hak dasar warga Palestina seperti air, makanan, dan listrik; hingga kejahatan perang Israel yang jelas-jelas telah melanggar konvensi internasional Geneva.
Keduanya juga menjelaskan, apa yang terjadi pada Palestina bukan isu agama. Banyak warga Palestina yang beragama Kristen dan banyak pula orang Yahudi yang membela hak-hak warga Palestina.
Buku ini bisa diunduh gratis: https://www.muslimchildrensbooks.co.uk/single-post/an-explanation-of-palestine-for-kids
2. Light in Gaza (2022)
Gaza sering disebut sebagai “penjara terbuka” karena ketatnya pembatasan terhadap akses masuk keluar warga. Ingin membantah narasi Israel tentang Gaza yang dihuni teroris, buku kumpulan tulisan dari orang Gaza, baik penduduk, pengungsi domestik, atau pengungsi imigran dihadirkan.
Buku ini mengungkap mimpi, ketakutan, dan aspirasi penduduk dan diaspora Gaza. Secara tematis, cerita-cerita ini berbicara tentang kehidupan di bawah pendudukan dan kekerasan, dengan keluarga dan perjalanan menjadi dua tema utamanya. Pendudukan Israel telah membatasi perjalanan di dalam dan luar negeri (sebagian besar untuk tujuan pendidikan dan medis), memisahkan keluarga, dan menghilangkan bagian dari warisan budaya Palestina.
Karena itu, kebebasan selalu menjadi jantung dari perjuangan warga Palestina. Kebebasan itu sesederhana dapat melihat pegunungan Tepi Barat, datang dan pergi dengan bebas ke universitas di luar atau untuk mendapatkan bantuan medis, berkunjung ke negara-negara lain dan menemukan ide-ide baru. Pun, bisa melakukan perjalanan dan mengunjungi tempat asal keluarga.
Buku ini bisa diunduh gratis: https://www.haymarketbooks.org/books/1861-light-in-gaza
3. Minor Detail (2017)
Frankfurt Book Fair, acara literasi dan pameran buku yang hadir sejak 1949, secara terbuka mengecam serangan Hamas ke wilayah selatan Israel pada (7/10). Dalam pernyataan resmi di CNN Indonesia, mereka juga menegaskan suara Israel akan ditonjolkan dalam pameran tersebut dan memutuskan untuk menunda penghargaan kepada penulis Palestina, Adania Shibli.
Lahir di Palestina pada 1974, Adania Shibli memang terkenal sebagai penulis dan esais yang vokal bersuara soal Palestina. Novel ketiganya, Minor Detail yang diterjemahkan dalam Bahasa Inggris oleh Elisabeth Jaquette, mengisahkan tentang pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan militer Israel.
Cerita ini ditulis dalam dua bagian. Bagian pertama berlatar Agustus 1949, setahun setelah peristiwa Nakba. Tepatnya ketika perwira Israel mengawasi pembukaan Gurun Negev dan pendirian perbatasan dengan Mesir. Ketika melakukan patroli rutin, beberapa tentara bertemu dengan sekelompok orang Arab dan segera membunuh para laki-laki dalam kelompok tersebut.
Mereka membawa perempuan muda kembali ke perkemahan, memperkosa berulang kali, dan membunuhnya. Pada bagian kedua yang berlatar masa kini, perempuan yang tidak disebutkan namanya, membaca kejahatan tersebut di koran. Setelah itu, ia merasa terdorong untuk mencari tahu apa yang terjadi, dengan hanya menggunakan beberapa peta daerah tersebut sebagai panduannya.
4. The Ethnic Cleansing of Palestine (2006)
Sejarawan dan akademisi Israel, Ilan Pappe menuliskan buku non-fiksi yang memuat fakta pembersihan etnis Palestina, yang dimulai sejak perang kemerdekaan 1948.
Berfokus pada Rencana Dalet (rencana militer Zionis untuk menaklukkan wilayah di Palestina) yang disusun pada 10 Maret 1948, Pappe menunjukkan bagaimana pembersihan etnis bukanlah sebuah situasi perang. Namun, itu tujuan yang disengaja dari pertempuran yang diorganisasi oleh unit-unit militer Israel awal yang dipimpin oleh David Ben-Gurion.
Pappe berargumen, pengusiran paksa terhadap 800.000 orang Palestina antara 1948 dan 1949 merupakan rencana Zionis untuk membangun negara ras murni Yahudi. Untuk menyusun buku ini, ia menelusuri laporan yang sangat rinci tentang keterlibatan militer Israel dalam penghancuran dan pemindahan ratusan desa, serta pengusiran ratusan ribu penduduk Arab.
Pappe sendiri menyerukan agar semua pengungsi Palestina bisa pulang ke negerinya, dan pendudukan Israel segera diakhiri.
5. The Sea Cloak and Other Stories (2019)
Nayrouz Qarmout adalah jurnalis, penulis, dan aktivis perempuan. Ia jadi pengungsi di Kamp Yarmouk, Damaskus pada 1984. Satu dekade kemudian, ia kembali ke Jalur Gaza, tepatnya usai Perjanjian Perdamaian Israel-Palestina 1994 diteken.
Dengan latar belakangnya ini, Qarmout menelurkan buku berisi sebelas cerita pendek yang berfokus pada kehidupan di Gaza. Pembaca dibiarkan hanyut dalam keseharian anak-anak yatim piatu yang berjuang untuk bertahan hidup di tengah reruntuhan bom.
Kisah-kisah yang Qarmout tulis menawarkan wawasan yang langka tentang salah satu kota yang paling banyak dibicarakan, tetapi paling sedikit dipahami di Timur Tengah.
Untuk cerita utamanya yang berjudul The Sea Cloak, Qarmout misalnya memperkenalkan pembaca pada gadis yang selalu mengenang masa lalu dengan bermain gim “Yahudi dan Arab”.
Ini sekaligus pengingat, masa kecil anak-anak Gaza telah direnggut. Sejak dini, kekerasanlah yang terus dilihat dan dialami. Kematian menjadi sahabat yang mau tak mau harus dirangkul dan kebebasan bagaikan musuh yang terus menjauhi diri.