Lifestyle Travel & Leisure

Memaknai Kembali “Berbenah” dari Marie Kondo yang Menyerah Rapikan Rumah

Marie Kondo, Ratu Berbenah kini menyerah menjaga rumahnya tetap rapi. Ia memaknai ulang konsep “berbenah”-nya yang sempat populer.

Avatar
  • February 1, 2023
  • 6 min read
  • 870 Views
Memaknai Kembali “Berbenah” dari Marie Kondo yang Menyerah Rapikan Rumah

Marie Kondo. Nama perempuan asal Jepang ini selalu identik dengan kerapian. Ia mulai melejit saat dirinya merilis buku The Life-Changing Magic of Tidying Up: The Japanese Art of Decluttering and Organizing pada 2010. Buku yang dilansir dari CNBC Indonesia telah diterjemahkan ke dalam 44 bahasa.

Baca Juga:Mengapa Kita Harus Membela ‘Thrift Shop’?

 

 

Lewat bukunya ini, Kondo pertama kali memperkenalkan metode KonMari pada dunia, Metode merapikan barang dengan cara mempertahankan benda-benda yang dianggap dapat memicu kebahagian dan membuang yang tidak membuat bahagia. Dengan memilah-milah barang di rumah dan merapikannya sesuai kategori, metode decluttering ala Kondo menawarkan cara hidup minimalis yang menekankan kesehatan emosional.

Apa yang ditawarkan Kondo lewat KonMari ternyata berhasil menciptakan gelombang obsesi baru masyarakat terhadap kerapian. Namun, belakangan ini Kondo, Si Ratu Berbenah membuat pernyataan yang cukup kontradiktif dengan personanya. Kondo kini “menyerah” menjaga rumahnya tetap rapi.

“Rumah saya berantakan,” katanya dikutip langsung dari The Washington Post.

Semenjak melahirkan anak ketiga pada 2021, ia belajar untuk tidak memusingkan lagi rumahnya yang “tidak rapi”. Ia menyadari rumah yang tertata rapi sempurna adalah hal yang tidak realistis. Sehingga ia pun mulai belajar menerima keadaan rumahnya yang berantakan atau tidak serapi dulu.

“Saya agak menyerah pada hal itu (merapikan rumah)… Sekarang saya menyadari yang penting bagi saya adalah menikmati menghabiskan waktu bersama anak-anak saya di rumah.”

Tak Ada yang Salah dengan Rumah yang “Sedikit” Berantakan

Bendera putih yang dikibarkan Kondo dalam urusan merapikan rumah tentunya menimbulkan gelombang reaksi dari masyarakat dunia. Namanya hangat dibicarakan di media dalam dan luar negeri. Di media sosial, Twitter contohnya, nama Kondo dan pernyataannya kerap jadi hit tweets alias cuitan dengan engagement tinggi.

Banyak orang menilai pernyataan Kondo sebagai sebuah pembelajaran hidup yang penting tentang merelakan dan pengingat untuk bersikap lebih santai dalam hidup. Menariknya, pembelajaran ini menurut Business Insider cukup banyak diamini oleh para ibu.

“Ini terasa seperti perkembangan alami ketika kamu memiliki lebih banyak anak. Hidupmu akan menjadi lebih kacau,” kata ” Emilia Caby, ibu empat anak.

Peran tambahan perempuan sebagai ibu, terkadang membuat mereka frustrasi menavigasikan diri dan lingkungan sekitarnya. Banyak hal yang mungkin akan berubah dan harus mereka relakan di masa depan. Dan mereka harus bisa menerima dan beradaptasi dengan realitas barunya ini.

Baca Juga:Tak Perlu Resolusi, Kadang Kamu Cuma Harus Terima Kasih pada Diri

Lantai tak lagi bersih setiap saat. Barang-barang seperti pot mungkin akan terancam jatuh tersenggol anak-anak yang sedang berlarian. Atau ruang keluarga yang diidamkan rapi dengan barang yang sangat terorganisir tak bisa lagi selalu rapi karena dipenuhi oleh mainan anak-anak.

Cara merelakan dan menerima realitas baru yang dialami Kondo dan banyak ibu di luar sana juga dialami Mama saya sendiri. Sejak saya berumur 19, Mama adalah orang yang cukup perfeksionis. Terutama jika berhubungan dengan kerapian rumah.

Dia mungkin bukan pengikut setia metode KonMori. Tetapi, membersihkan barang-barang yang tidak perlu dan merapikannya sudah jadi kebiasaan Mama sejak saya kecil. Kebiasaan yang dia ingin anak-anaknya lakukan setelah tumbuh dewasa.

Sayangnya, saya tidak tumbuh dewasa sesuai keinginannya. Dari dulu saya tipe orang yang cenderung “bodo amat” dengan keadaan kamar saya. Kamar saya tidak berantakan dalam artian seperti “kapal pecah”. Tapi, memang di bagian tertentu seperti bagian tertentu dalam lemari baju, kasur, dan meja kerja, kadang suka saya biarkan sedikit berantakan (saya sudah terlalu capek harus membereskannya tiap hari).

Kalau saya memang butuh merapikannya agar suasana hati saya lebih baik, saya pasti akan merapikannya tanpa disuruh. Mama tiap hari pasti melakukan inspeksi kamar dan selalu menemui kamar saya tak pernah bisa selalu rapi. Akibatnya, saya berkali-kali jadi sasaran omelan.

Hal ini diperparah dengan keluarga saya yang memutuskan memelihara kucing. Salah satu kucing kami, Cemong, bisa dibilang cukup hiperaktif. Berbeda dengan bapak kandungnya, Chizzle yang super-anteng, Cemong suka sekali tiba-tiba lari dengan kecepatan tinggi dan loncat-loncat. Alhasil, kadang ada saja perabot rumah yang bergeser atau pot yang jatuh gara-gara ulahnya.

Melihat “kelakuan” saya dan Cemong jelas membuat Mama risih. Obsesi untuk rapi ini membuatnya langsung turun tangan membereskan segala kekacauan. Mulutnya mengomel dengan tangan sibuk merapikan “kekacauan” yang kami berdua perbuat. Tapi perlahan-lahan Mama saya mencapai fase merelakan ala Kondo. Ia sudah “pasrah” dan menerima fakta setiap jengkal rumahnya tak bisa rapih setiap waktu.

Kalau Mama sudah capek mengajar dan melihat rumah berantakan, ia kini sudah tidak buru-buru lagi merapihkannya. Sebaliknya, ia akan lebih mementingkan waktu istirahat. Duduk di sofa menonton TV, menggendong kucing-kucingku, atau meminum jamu. Hasilnya, Mama saya jadi tidak gampang bad mood atau stress lagi setiap melihat ada ketidakberesan di rumah. Hal yang kini dikatakan beliau sebagai “masalah yang ia ciptakan sendiri.”

Memaknai Ulang Konsep “Merapikan”

Kondo melalui metode KonMori telah menjual fantasi tentang kontrol penuh pada masyarakat luas. Kontrol penuh yang bisa didapat dengan kehidupan rapi dan selalu penuh keteraturan sehingga mendatangkan kebahagiaan (sparks joy).

Tapi sayangnya fantasi ini tidak berjalan sesuai realita kehidupan manusia yang penuh dengan hal tak terduga dan di luar kuasanya. Ia menyadari hal ini lewat pengalamannya menjadi ibu dari tiga anak dan kini ia berusaha membagikan perspektif barunya tentang “merapikan”.

Baca Juga: Kita Tak Dirancang buat Bahagia, Tapi Kenapa Industri Kebahagiaan Subur?

Dalam buku terbarunya Marie Kondo’s Kurashi at Home: How to Organize Your Space and Achieve Your Ideal Life, Kondo berbagi perspektif barunya lewat eksplorasi konsep kurashi. Kata kerja kurasu berarti menghabiskan waktu sampai matahari terbenam atau menghabiskan satu hari. Dengan kata lain, kurashi berarti cara yang ideal untuk menghabiskan waktu kita.

Lewat Kurashi, “merapikan” tidak dimaknai sempit secara fisik. Ini bukan lagi soal merapikan barang, membuang hal-hal yang dianggap tak “membahagiakan”, menyusunnya sesuai kategori, dan menjaganya tetap bahkan selalu rapi. Sebaliknya, lewat kurashi “merapikan” bisa dimaknai ulang dengan membenahi hidup lewat menjalani kehidupan yang menyenangkan (joyful life).

Ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan melakukan aktivitas kecil yang mampu hadirkan kedamaian dan kegembiraan di tingkat yang lebih dalam pada kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, ia mendorong semua orang untuk membuat rutinitas atau habit baru dariapa yang membuat mereka bahagia dan merasa lebih baik.

Kondo pun memberikan contohnya berdasarkan pengalamannya sendiri. Dalam kurashi, cara ia “merapikan” adalah dengan rutin meminum teh tiga kali sehari untuk relaksasi, membuat scrapbook berisi potongan foto dari majalah sesuai warna dan membacanya sebelum tidur, dan memakai piyama satin atau katun. Dengan melakukan rutinitas ini, Kondo memicu kebahagiaan setiap harinya. Ia “merapikan” hidupnya dalam makna yang lebih mendalam. “Kalau beberes membuatmu stres, istirahatlah. Buatlah secangkir teh untuk diri sendiri dan berhenti sejenak untuk merenungkan gaya hidup dan hal-hal di sekitarmu,” tulis Kondo dalam buku yang kemudian ia tambahkan, “Melalui proses memilih apa yang membuat kamu bahagia dan melepaskan apa yang tidak membuatmu bahagia, kamu mulai melihat apa yang paling penting dirimu dan membuatmu ingin menikmati setiap hari sepenuhnya.”



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *