Mengenali Diri Lebih Baik lewat ‘Online Dating’
Menjelajah online dating ternyata bisa menjadi salah satu cara untuk mengenali diri lebih baik.
Banyak yang mengernyitkan dahi ketika saya bercerita bahwa sekarang saya main online dating alias kencan daring. Saya masih belum mengerti, mengapa respons orang-orang sebegitunya. Apakah karena orang seperti saya dianggap tidak cocok mencari peruntungan di sana, atau karena ada anggapan jelek soal kencan daring itu sendiri? Kecurigaan saya soal dugaan kedua berawal ketika beberapa teman justru meminta saya berhati-hati saat berkecimpung dalam kencan daring, daripada mendukung temannya yang sudah lama tidak menjalin hubungan romantis dengan seseorang.
Bagi saya, kencan daring adalah berkah. Untuk orang-orang yang pergaulan di dunia nyatanya terbatas, entah karena alasan kesibukan atau memang karena sulit bersosialisasi tatap muka, kencan daring membuka peluang yang besar untuk mengenal orang-orang di luar lingkaran kita. Dari pengalaman saya sendiri, mayoritas karyawan di kantor saya adalah perempuan dan dengan merekalah saya lebih sering berinteraksi. Sedikitnya karyawan laki-laki di sana membuat terbatasnya pilihan dalam hal jodoh. Belum ada yang sreg di hati, masa mau dipaksakan?
Pergaulan di luar kantor juga tak ada bedanya. Teman kampus, teman dari kantor lama, atau teman dari kelompok lain juga kebanyakan perempuan. Memanfaatkan jalur pertemanan untuk diperkenalkan ke temannya teman juga sudah dilakukan, tapi lagi-lagi belum ketemu. Jadi, apa boleh buat, online dating pun menjadi pilihan yang tak terhindarkan.
Apa rasanya pertama kali memanfaatkan sarana kencan daring? Menemukan diri saya sibuk swipe kanan dan kiri pada foto-foto yang terpampang di layar ponsel awalnya membuat saya merasa risi. Saya risi karena menyadari diri saya begitu penuh penghakiman sejak awal. Ternyata saya bisa ya sebegitunya memandangi, membaca profil, lalu menilai kecocokan hanya dari satu dua foto. Padahal, prinsip saya awalnya adalah membuka peluang seluas-luasnya. Tapi, ujung-ujungnya saya menyortir orang-orang yang berpotensi match dengan saya.
Baca juga: ‘Fuckboy’ adalah ‘Bad Boy 4.0’: Setuju atau Tidak?
Belum lagi merasa kecewa karena melewatkan orang yang sebelumnya. Setelah nun jauh geser kiri, saya kemudian berpikir bahwa yang sebelumnya lebih baik dari pilihan-pilihan berikutnya. Sebenarnya, saya bisa geser mundur dengan cara mengaktifkan fitur tertentu, yang tersedia bagi pemilik akun level premium. Tapi saya pikir, masa buat mencari gebetan saja mesti bayar, sih? Apa daya, rasa menyesal dan gerutu kecil pun menemani aktivitas saya menyortir foto aplikasi kencan daring.
Hal lain yang saya sadari adalah saya akhirnya mengetahui selera saya. Tentu setiap orang memiliki selera tersendiri untuk memilih gebetan yang, kalau di dunia nyata, sering kali kalah dengan ketersediaan. Ibarat hukum pasokan dan permintaan dalam ilmu ekonomi, adanya itu ya dicoba saja dulu.
Dalam kencan daring, hal seperti itu bisa dengan sangat mudah dihindari. Ada seabrek pilihan di depan mata dan kita bisa bebas memilih mana yang kira-kira cocok dan tidak untuk dijajaki. Dari aktivitas itu akhirnya muncul pola ketertarikan kita terhadap calon jodoh. Kita jadi sadar ada kriteria tertentu yang mesti tercentang sebelum menggeser foto seseorang.
Salah seorang teman yang sudah lebih dulu berkecimpung di online dating bercerita bahwa ternyata ia memiliki ketertarikan dengan laki-laki indo alias blasteran. Susah menemukan laki-laki indo di kehidupan sehari-hari dan aplikasi kencan daring menawarkan kemudahan.
Teman lain juga baru ngeh kalau ia menyukai gebetan dengan profesi yang menurutnya tidak biasa, yaitu bukan pegawai kantoran. Gebetan yang membuatnya tertarik adalah yang berprofesi sebagai chef, arsitek, dokter, bahkan pembalap. Profesi-profesi macam itu baginya lebih seksi dibanding karyawan dengan embel-embel manajer atau direktur sekalipun. Namanya selera, tiap orang pasti berbeda. Masak mie instan dengan telur saja ada banyak gayanya, masa nyari gebetan enggak?
Baca juga: 5 Tipe Cowok di Aplikasi Kencan yang Tampak Normal Tapi ‘Unmatchable’
Di lain sisi, tidak dapat dimungkiri bahwa kriteria kita memilih gebetan sejatinya sangat tipikal. Hal-hal yang dijadikan standar antara saya dengan orang lain ya umumnya itu-itu saja. Misalnya pada tahap seleksi pertama, wajah alias ganteng atau cantiknya seseorang jadi pertimbangan. Bagi banyak orang, tinggi dan berat badan juga tak kalah penting dari paras rupawan. Hal lain yang biasanya dijadikan standar adalah pekerjaan dan pendidikan. Kerja di mana, sebagai apa, lulusan apa, dalam atau luar negeri juga bisa menjadi dasar pertimbangan kita memilih gebetan.
Bermain aplikasi kencan membantu saya menemukan apa yang sesungguhnya saya inginkan. Lebih dari itu, aktivitas swipe di sana membuat saya lebih mengenal diri saya sendiri.
Ada momen-momen di mana saya menyadari bahwa “Oh ternyata saya begitu, ya”. Misalnya, saat saya kehilangan selera setiap memandang foto gebetan dengan otot yang menggelembung di sana-sini, atau saat saya menemukan keseruan ketika mengobrol dengan gebetan yang sama-sama penggemar film.
Ternyata selama ini saya banyak membatasi diri saat belajar memahami diri saya sendiri. Pikiran memang kadang menipu. Saya pikir saya sukanya hanya tipe A, ternyata B, C, D juga tidak masalah buat saya. Saya kembali pada keleluasaan yang selama ini menjadi prinsip hidup saya.
Saya menikmati setiap momen yang menyadarkan saya bahwa diri ini sebenarnya tidak terbatas. Manusia adalah sosok penuh kejutan yang diseragamkan lewat aturan atau norma dan karenanya, hidup terasa begitu-begitu saja.
Tidak perlu menetapkan standar yang kaku sejak awal, apalagi terjebak dalam imaji ideal tentang calon pasangan. Eksplorasi di kancah online dating bisa menjadi salah satu cara untuk mengenal diri, bahkan untuk menemukan pemenuhan diri. Kalau enggak mencoba, mana kita tahu?