Gender & Sexuality

Ngobrol Asyik Seputar Seksualitas bersama Ngossek

Ngossek kembali lagi di musim keduanya. Dengan mendatangkan berbagai ahli di dalamnya, Ngossek menghadirkan perbincangan asyik seputar seksualitas.

Avatar
  • September 23, 2022
  • 5 min read
  • 1200 Views
Ngobrol Asyik Seputar Seksualitas bersama Ngossek

Masih ingatkah kamu, Juni lalu media sosial heboh memperbincangkan konten video Voox berjudul GirlsClass? Di dalamnya tergambar beberapa influencer yang berbagi pengalaman seksual mereka. Mulai dari kiat masturbasi sampai friends with benefits (FWB) alias hubungan seks kasual dengan seseorang tanpa ikatan.

Mulanya, Voox mengaku ini adalah cara mereka memberikan konten berbentuk pendidikan seksualitas. Namun, setelah ditonton dengan cermat, klaim edukasi seksualitas ini ternyata jauh dari kenyataan.

 

 

Pasalnya, alih-alih memberikan edukasi dengan mendatangkan para ahli dengan materi pembahasan lengkap seputar seksualitas, video ini justru fokus memamerkan pengalaman seksualitas para pembicaranya. Tak ada kaitannya dengan data atau penjelasan para ahli di dalamnya.

Penyampaian yang salah atas topik yang masih dianggap tabu ini akhirnya juga jadi pekerjaan rumah yang besar.

Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dr. Hasto Wardoyo bilang, pendidikan seks tak bisa disampaikan secara blak-blakan apalagi dengan format seperti Voox ini. Perlu ada sebuah modifikasi strategi penyampaian yang lebih “halus”, bisa melalui para ahli agar edukasi seputar seksualitas bisa diterima baik oleh masyarakat.

Baca Juga:  Benarkah Pendidikan seksual Hanya Bicara Soal Seks

Pentingnya Konten Edukasi Seputar Seksualitas

Menyusul kontroversi video Voox, Endah Triastuti, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia yang mendalami isu gender, poskolonial, etnografi, dan media digital melakukan riset belum lama ini. Ia mengurai percakapan di Instagram, Twitter, dan Youtube terkait salah satu video GirlsClass dari Voox pada 17-22 Juni 2022.

Melalui tulisannya di The Conversation, Endah memaparkan, meski sebagian warganet memahami isu ini dengan cukup baik, ternyata, mayoritas masih belum memiliki pengetahuan mendalam terkait seksualitas. Salah satunya adalah bagaimana warganet masih salah memahami apa itu edukasi seks sendiri dan apa esensinya.

Ini jadi pertanda, selama ini edukasi seksualitas tidak pernah disampaikan dengan baik dan menyeluruh. Berangkat dari situlah Magdalene membuat konten Ngossek bersama dengan Laci Asmara. Secara perdana, Ngossek telah tayang sejak 2019 dengan musim perdananya yang terdiri dari enam episode.

Dua tahun berlalu, Ngossek kembali hadir dengan tema-tema yang tak kalah seru seputar seksualitas. Dalam penyampaiannya, Devi Asmarani, editor in chief Magdalene mengungkapkan, seksualitas selalu jadi isu yang menjual di masyarakat. Sayangnya, konten-konten seputar seksualitas yang beredar di media sosial tidak semuanya bersifat edukasional. Ngossek adalah kebalikannya.

“Setiap episode dibawakan secara kasual tapi tanpa melupakan esensi yang mau dibawa. Expert di bidangnya, mulai dari seksolog, urolog, ginekolog (hadir di sini). Jadi benar-benar orang mumpuni di bidangnya yang ngebahas lewat pertanyaan yang mendasar dalam bentuk percakapan sehingga accessible, enggak boring dan tetap ada sisi edukasional,” jelas Devi.

Ia menambahkan, hadirnya Ngossek juga tak terlepas dari para audiens Magdalene yang banyak memiliki pertanyaan dasar seputar seksualitas. Sehingga, menurutnya, audiens Magdalene butuh konten dengan perspektif yang tak bias. Tentunya disampaikan secara lugas tapi juga santai.

Senada, Susanti Rendra, pendiri Laci Asmara mengungkapkan, tak banyak masyarakat Indonesia yang memiliki pemahaman mendalam terkait seksualitas. Ini tak lain karena kurangnya informasi yang terbuka, mudah, dan mencerahkan.

“Misalnya, untuk tema anatomi badan sendiri yang kita punya dan lihat tiap hari saja, seperti vulva, vagina, penis, masih saja ada banyak pertanyaan dan kesesatan informasi. Karena itulah, tema dasar ini penting ini diangkat di awal agar kita enggak tersesat,” jelasnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya membawa pakar di bidangnya masing-masing dalam membahas isu-isu seputar seksualitas. Baginya, begitu banyak yang memperbincangkan seksualitas tetapi perbincangan ini hanya mentok sampai bercandaan atau hanya dibahas di permukaannya.

Baca Juga: Ganti Nama Pendidikan seks Jadi Pendidikan Kesehatan Remaja

Ngossek, Cara Asyik Belajar Seksualitas

Menurut Susu, di Ngossek kali ini isu-isu yang diangkat dikemas dengan lebih mendalam, durasi lebih panjang, tapi mempertahankan gaya pembawaan yang santai.

Dengan total enam episode, Ngossek musim kedua akan diawali dengan pembahasan vulva dan vagina (sudah tayang episodenya) lalu disusul dengan penis. Dua episode ini penting untuk dibahas karena menurut Devi masih banyak isu-isu seputar organ reproduksi yang tak dijelaskan secara mendalam di masyarakat.

Dalam episode ketiga, Ngossek akan membahas mengenai pernikahan. Hal ini penting dibahas karena menurut Devi pernikahan di Indonesia selalu berhubungan dengan seksualitas. Mulai dari apa saja yang harus disiapkan dalam pernikahan hingga pertanyaan, kok bisa, sih pasangan enggak bosan berhubungan dengan orang yang sama.

Untuk episode empat, Ngossek bakal membahas orientasi dan aktivitas seksual. Pertanyaan mendasar seputar identitas gender dan orientasi seksual akan dijawab, disusul dengan episode lima yang membahas fantasi seksual. Pertanyaan tentang apa sebetulnya fantasi seksual, perbedaan fantasi dengan kink atau fetish akan dikulik bersama dengan pakarnya.

Terakhir adalah modern love. Jika relasi masih banyak dikenal sebatas monogami atau poligami, melalui episode ini, Ngossek lebih lanjut membahas mengenai relasi seperti poliamori. Apa pro kontranya beserta apa arti relasi ini bagi orang-orang yang mempraktikannya.

Baca juga: Magdalene Primer: Apa yang Perlu Diketahui tentang ‘Consent’

Melalui enam episode Ngossek, Devi berharap kolaborasi ini bisa menjawab banyak pertanyaan-pertanyaan mendasar tapi juga bisa merefleksikan kompleksitas masa kini mengenai seksualitas. Susu pun juga mengungkapkan hal yang sama.

“Ngosek bisa membuka lebih banyak warna buat kita semua. Karena dunia itu gak cuman hitem putih doank. There is no such thing as ’Normal’. It’s ok kalo kita tuh beda.”

Ilustrasi oleh Karina Tungari



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *