Culture Opini Screen Raves

Alasan Kita Mudah Mencintai Chandler Bing ‘Friends

Ia bisa jadi sahabat sejati yang kita butuhkan atau pencair ketegangan di tengah ruangan dengan celotehan lucunya. ‘Chandler Bing is everything.’

Avatar
  • November 1, 2023
  • 6 min read
  • 1640 Views
Alasan Kita Mudah Mencintai Chandler Bing ‘Friends’

Perjumpaan pertama saya dengan serial Friends baru di 2010-an. Saat itu, pikir saya, Friends imejnya tua. Lagipula siapa yang mau menonton lima orang biasa duduk-duduk di sofa warung kopi, mengobrol tentang keseharian yang tak kalah biasa?

Namun, semua kesan saya luntur setelah menonton sendiri serial yang kini mengudara di Netflix itu. Saya bisa memahami kenapa orang bisa ikut tertawa terbahak-bahak hingga tesedak, atau menangis tersedu-sedu.

 

 

Saya yakin ada banyak alasan kenapa sitkom ini populer dan menjadi salah satu warisan budaya dekade 90-an yang paten. Saya bisa menulis 100 halaman soal ini. Akan tetapi bagi saya sendiri, ada satu nama yang membuat Friends begitu nyaman untuk disaksikan: Chandler Bing.

Ia berbeda dengan karakter yang cenderung komikal lain, seperti Barney Stinson (Neil Patrick Haris) di How I Met Your Mother. Stinson enggak bisa konsisten mempertahankan kelucuan, sedangkan Chandler Bing on the other hand is everything. Kenapa saya bilang begitu?

Saya mungkin tidak lahir dengan privilese atau bapak saya memang tidak menjadi transpuan. Namun, kurang lebih situasi rumah saya mirip dengan Chandler karena kerap melihat kedua orang tua bertengkar.

Di salah satu episode Friends yang lucu (The One With The Boobies, season 1 episode 13), Chandler agak kesal ketika gebetan Phoebe (Lisa Kudrow) menganalisis karakternya dengan tepat. Chandler menggunakan humor untuk membuat jarak dengan orang-orang di sekitarnya. Orang seperti Chandler hampir susah untuk bertingkah serius karena suasana menegangkan akan membuatnya teringat dengan trauma masa kecil. Dari kecil orang yang dekat dengan dirinya secara emosional tidak invested dengan hidup dan itu membuat ia selalu *insert lagu* bercanda.

Percayalah, aku paham betul alasan Chandler melakukannya.

Baca juga: 10 Alasan Kenapa Phoebe Buffay adalah yang Terbaik

Seperti halnya Chandler, saya hampir selalu bercanda. Saya tidak suka momen serius, bahkan ketika bekerja. Kalau kita bisa tertawa kenapa tidak tertawa saja? Saya susah sekali untuk mengobrol serius atau bahkan curhat tentang perasaan. Satu-satunya momen saya merasa jujur adalah ketika berkarya.

Selain itu, kami bisa menemukan saya mengeluarkan lelucin enggak penting setiap hari. Teman saya selalu bilang, “Gue nggak mau deketan sama lo,” tiap kali ada di posisi yang aneh karena saya pasti akan membisikkan hal-hal bodoh. 

Akan tetapi, jokes bukan hanya senjata Chandler Bing. Mudah sekali untuk menyebut Chandler sebagai badut karena dia memang orangnya tidak pernah serius. Namun, ada satu karakter paling jelas tentang Chandler yang membuat judul Friends terasa genuine: Chandler adalah teman yang sangat baik. Memang sih, tidak ada satu pun karakter Friends yang jahat. Bahkan Janice (Maggie Wheeler) pun kesalahannya hanya karena dia annoying. Tapi bagi saya, Chandler adalah teman yang saya inginkan.

Chandler sama sekali tidak pernah memaksa orang lain untuk mengikuti keinginannya. Kalau kamu teman Chandler dan ingin serius menekuni karier menjadi pawang hujan atau pawang ular misalnya, Chandler adalah jenis teman yang tidak akan menyarankanmu untuk ganti cita-cita. Ia mungkin akan menertawakan dan membuat seribu jokes soal keputusan ini, tapi dia akan di sana untuk mendukungmu. Persahabatan antara Chandler dan Joey (Matt LeBlanc), bagaimana ia mendukung Joey baik secara finansial dan emosional, adalah salah satu pondasi terkuat kenapa Friends sampai sekarang tetap enak untuk ditonton. 

Kisah Cinta Chandler

Apalah masa muda tanpa cinta. Kalau kisah cinta Ross (David Schwimmer) dan Rachel (Jennifer Aniston) lebih memusingkan daripada semua filmnya Christopher Nolan jadi satu, Joey terlalu mencintai dirinya sendiri untuk bisa normal, dan Phoebe terlalu nyentrik, maka kisah cinta paling baik dari Friends adalah kisah cinta Chandler dan Monica (Courtney Cox).

Saya bisa membayangkan, ketika para penulis Friends memutuskan untuk membuat kedua karakter ini jatuh cinta, di atas kertas ide ini adalah ide yang terlalu out of the box. Tapi nyatanya, kisah cinta mereka ternyata menjadi satu-satunya love story paling ideal selama 10 musim.

Melihat bagaimana Chandler dan Monica masing-masing mempunyai kehidupan asmara masing-masing sampai akhirnya mereka berdua ketemu di London (“In LONDDDOONNN?” – Joey), saya diajak untuk melihat dengan lucu sekaligus jujur tentang bagaimana kedua orang yang saling bertolak belakang akhirnya jatuh cinta. Namun ternyata perbedaan mereka ini yang membuat keduanya menjadi saling mengisi. Monica suka mengatur dan Chandler enggak pedulian. Monica gemar menjadi leader dan Chandler yang tidak pernah mau effort hanya iya-iya saja. Tapi yang penting: Mereka mencintai satu sama lain.

Empat musim pertama Friends memang menggemaskan. Namun, semua episode favorit saya adalah ketika Chandler dan Monica sudah bersama. Bagian paling golden tentu saja musim kelima ketika Chandler dan Monica backstreet dan satu per satu personil mereka mulai mencium hubungan mereka.

Saya tidak pernah tertawa sekencang itu ketika Chandler terpaksa harus pura-pura tertarik dengan Phoebe hanya untuk menjaga hubungan mereka (The One Where Everyone Finds Out, season 5 episode 14). Chandler dan Phoebe bersama dalam satu frame by itself sudah lucu tapi menyaksikan Chandler harus mesra-mesraan dengan Phoebe yang dari awal sudah tidak punya chemistry selain sebagai teman, oh boy. Tears streaming down my face. Pertama kali saya nonton, saya sampai harus menekan tombol pause supaya saya bisa tertawa puas.

Baca juga: ‘Friends: The Reunion’ Mungkin Hambar Tapi Membuat Berkaca-kaca

Matthew Perry mungkin bukan Leonardo diCaprio atau Joaquin Phoenix yang bisa berubah 100 persen dengan karakter barunya. Kalau menyaksikan sitkom-sitkomnya Mr. Sunshine, Go On, The Odd Couple, atau bahkan Studio 60 on the Sunset Strip, kamu mungkin bisa melihat peran-peran ini hanyalah variasi Chandler Bing dengan sedikit modifikasi.

Akan tetapi bahkan dengan penilaian ini, kamu tidak bisa menghiraukan bahwa Chandler Bing memang ditakdirkan untuk menjadi milik Matthew Perry. Saya sudah menonton 10 musim Friends dari awal sampai akhir lebih dari 10 kali dan saya selalu tertawa ketika melihat Chandler Bing.

Matthew Perry punya kemampuan yang baik untuk mengucapkan dialognya. Buatnya, mengeluarkan dialog sarkas sama normalnya seperti bernapas. Tidak mengherankan juga kalau penulis Friends sering konsultasi dengannya untuk dialog-dialog lucu karena dari Matthew Perry tidak hanya tahu Chandler Bing luar dalam, ia adalah penulis yang baik.

Jujur, saya mengharapkan Friends akan hadir kembali. Saya tahu para pemain ini sudah sangat sibuk dengan semua proyek dan kehidupan mereka. Menurut kreatornya pun Friends harus berhenti karena sitkom itu menceritakan tentang masa muda yang indah. Namun, saya selalu membayangkan apa yang terjadi dengan orang-orang ini ketika dewasa. Apakah mereka masih berteman? Sesering apa mereka bertemu? Apakah Chandler dan Monica masih sering debat? Seperti apa anak-anak mereka? Bagaimana rasanya punya Chandler sebagai bapak?

Saya sangat sedih dengan perginya Matthew Perry. Di kehidupan nyata, orang-orang bersaksi bahwa ia adalah keluarga, sahabat, dan saudara yang baik. Ia berjuang lepas dari ketergantungannya pada alkohol dan obat-obatan terlarang. Ia turut membantu mereka yang kecanduan lewat yayasan yang sedang dibangunnya, Perry House.

Ia bersama pemain Friends lain telah menjadi teman saya di awal-awal saya merantau di Jakarta. Ketika saya belum punya banyak teman, ialah yang menjadi penghibur saya. Saya tidak pernah merasa kesepian karena Chandler Bing selalu ada di sana untuk membuat saya tertawa. So long Chandler Bing. I’m going to miss you.

10 musim Friends dapat disaksikan di Netflix.



#waveforequality


Avatar
About Author

Candra Aditya

Candra Aditya adalah penulis, pembuat film, dan bapaknya Rico. Novelnya ‘When Everything Feels Like Romcoms’ dapat dibeli di toko-toko buku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *