Panduan Nonton ‘Joko Anwar’s Nightmares & Daydreams’: Urutan Peristiwa Sampai Referensi Sejarah
Ini panduan buat kamu yang sudah menonton, tapi masih bingung.
Peringatan: Artikel ini mengandung spoiler
Sejak dirilis pada pertengahan Juni, Joko Anwar’s Nightmares & Daydreams (2024) menjadi perbincangan di medsos. Serial ini bercerita tentang sekelompok manusia yang berusaha menyelamatkan kemanusiaan, dari kaum yang sepertinya mengancam manusia.
Selaku kreator, Joko Anwar melakukan pendekatan di setiap episode melalui situasi yang familier dengan orang Indonesia. Di antaranya kemiskinan, generasi sandwich, kepemilikan lahan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan penyandang disabilitas yang sulit mendapatkan pekerjaan. Persoalan inilah yang dihadapi ketujuh karakter utama. Mereka menghalalkan berbagai cara demi mengatasi konflik, termasuk menghilangkan kemanusiaan.
Meski demikian, serial yang dikemas dalam genre science fiction supernatural ini membuat penonton berspekulasi tentang beberapa hal: Urutan peristiwa, entitas dalam dunia Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams, dan latar belakang kejadian yang relevan dengan sejarah. Lalu, bagaimana penjelasannya?
Baca Juga:Teori Siksa Kubur dan Jawaban Mengambang Joko Anwar
Episode yang Acak dan Pengalaman Menonton Sesuai Urutan Peristiwa
Salah satu yang ramai diperbincangkan tentang serial ini adalah urutan episodenya yang terasa acak. Ia hadir dengan format antologi, yang jika belum menyelesaikan semua episode, akan terasa seperti cerita terpisah. Sampai sekarang, mengapa urutan episode ini dibuat acak, belum terjawab sama sekali.
Dalam obrolan bersama Nessie Judge, Joko menyarankan untuk menyaksikan serial ini sesuai urutan episode. Namun, buat yang sudah menonton, kita akan bisa mengurutkan peristiwa dalam tiap episode berdasarkan kronologis yang ditampilkan lewat waktu dan latar kejadian di setiap adegan pembuka. Berkaca dari sana, berikut urutan kejadian yang terjadi di semesta Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams:
1. Episode 4: Encounter (Jakarta Utara, 1985)
Episode ini berlatar di Jakarta Utara pada 1985, menceritakan Wahyu (Lukman Sardi), warga Jakarta Utara yang bekerja sebagai nelayan kerang. Di antara tetangganya, Wahyu cenderung pendiam dan sering di-bully temannya, Rusman (Teuku Rifnu Wikana).
Namun, Wahyu mulai menjadi sorotan karena tak sengaja memotret malaikat menggunakan kamera instan. Sejak momen itu, ia dijadikan panutan saat warga menghadapi penggusuran. Banyak yang ingin dengar pendapat Wahyu, tentang apakah mereka harus pindah atau bertahan di tanah yang ditinggali? Bahkan, salah satu tetangga Wahyu percaya akan diselamatkan.
Puncaknya ketika Wahyu bertemu dengan Supreme Being (Happy Salma), yang hadir dalam wujud ibunya. Supreme Being memberikan Wahyu pengetahuan dan tanggung jawab atas segala peristiwa, sekaligus berpesan bahwa Wahyu berhak membagikan pemahaman kepada sesama manusia.
Kejadian tersebut mencerminkan bagaimana nabi dipilih dalam agama samawi. Mereka adalah manusia yang dipilih untuk mewartakan ajaran Tuhan kepada orang lain. Dalam Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams, Wahyu merupakan orang pilihan untuk memimpin manusia dalam melawan Agarthan—kaum yang berasal dari perut Bumi.
Baca Juga: ‘Pengabdi Setan 2: Communion’: Agama Kalah (Lagi) Melawan Kejahatan
2. Episode 5: The Other Side (Jakarta, 2004)
Perekrutan Antibodi berawal dari Dewi (Sita Nursanti) pada 2004, yang berusaha menyelamatkan suaminya, Bandi (Kiki Narendra), dari Agarthan.
Sepengetahuan Bandi, ia hanya pergi sebentar ke bioskop tempatnya bekerja sebagai penyobek tiket. Namun, di dunia nyata, Bandi meninggalkan keluarga selama dua tahun.
Sebenarnya, bioskop tersebut ilusi bikinan Agarthan. Bandi ditawarkan kenyamanan dan kesejahteraan berupa pekerjaan dengan penghasilan mencukupi, networking, dan dihormati oleh pengunjung bioskop—suatu kondisi berlawanan dengan kehidupannya di dunia nyata.
Sementara realitasnya, Bandi adalah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang hidup di jalanan. Karena itu, Dewi berusaha menyelamatkan Bandi di tengah perkumpulan Agarthan. Momen tersebut menjadi interaksi pertama Dewi dengan makhluk dari Agartha, yang memberikannya kekuatan berupa absorbing power.
3. Episode 1: Old House (Jakarta, 2015)
Panji (Ario Bayu) merupakan sopir taksi yang tinggal di Jakarta pada 2015. Sebagai generasi sandwich, ia tak mampu secara ekonomi lantaran harus menanggung kebutuhan anak sekaligus ibu. Begitu sebuah panti jompo menawarkan pelayanan gratis bagi ibunya—dengan syarat menjadi tukang masak, Panji mengambil kesempatan tersebut.
Ternyata, panti jompo ini bertujuan memperbudak masyarakat dari kelas ekonomi menengah ke bawah untuk mengabdi pada Agarthan. Mereka harus melayani penghuni panti jompo—yang adalah orang kaya berkuasa dan telah membuat perjanjian dengan Agarthan. Caranya lewat teknologi regenerasi yang dimiliki Agarthan, yaitu proses menyedot umur sang anak yang kemudian ditransfer kepada orang tua.
Dikarenakan Panji dan si ibu menolak, Agarthan gagal melakukan regenerasi itu. Dari fenomena ini, Panji mendapat kekuatan: Bisa menyembuhkan orang lain. Kekuatan ini muncul saat Panji berhasil menyelamatkan diri dari kobaran api yang menyambar tubuh.
Kemudian, setelah panti jompo terbakar, muncul empat jari tangan di gundukan tanah. Persis seperti anak yang diadopsi di episode dua. Kata Joko Anwar di broadcast channel Instagram Netflix Indonesia, anak itu lahir dari perut healer yang mati terbakar. Dan nantinya diberikan pada kelompok elite supaya tetap muda.
4. Episode 3: Poems and Pain (Jakarta, 2022)
Episode yang berlatar pada 2022 ini menyorot Rania (Marissa Anita), seorang penulis yang menemukan “cara instan” untuk menulis buku. Dalam proses tersebut, ia menemukan sesuatu yang janggal, tubuhnya memar dan lebam setiap menyelesaikan beberapa lembar halaman.
Setelah ditelusuri, Rania menemukan fakta bahwa cerita yang ditulis dan memar di badannya, merupakan cerminan dari KDRT yang dialami Laras, saudara kembar Rania yang terjebak di Agartha. KDRT itu adalah upaya Adrian—suami Laras yang berasal dari Agartha dan berkedok sebagai pejabat pemerintah—untuk memiliki kuasa atas manusia.
Dari pertemuan dengan Adrian, Rania mampu melakukan body swap. Ia bisa mengontrol tubuh orang lain, yakni Laras dan salah satu Agarthan di episode tujuh.
5. Episode 6: Hypnotized (Jakarta, 2022)
Ali (Fachry Albar) adalah tulang punggung keluarga yang menetap di Jakarta pada 2022. Dikarenakan hanya melihat dunia dengan visual hitam-putih, ia sulit mencari pekerjaan. Sampai akhirnya Ali harus memenuhi kebutuhan keluarga yang mendesak, sehingga memanfaatkan ilmu hipnotis untuk mencuri uang Dewi.
Sejak saat itu, Ali terjebak dalam dunia hipnotis Dewi. Ia melihat istri dan anak-anaknya juga melakukan kejahatan—yang juga membuat Ali frustrasi karena berlawanan dengan kemanusiaan.
Sebenarnya, momen tersebut merupakan pelajaran yang Dewi berikan untuk Ali. Ia melihat kemampuan Ali mengendalikan pikiran, bukan hanya diri sendiri melainkan orang lain. Maka itu, Dewi ingin melibatkan Ali sebagai Antibodi untuk menyelamatkan dunia.
6. Episode 7: P.O. BOX (Jakarta, 2022)
Sudah lima tahun, Valdya (Asmara Abigail) berusaha mencari kakaknya, Dara (Niken Anjani), yang hilang setelah mengikuti rekrutmen pekerjaan. Untuk mencari lebih lanjut, Valdya mengikuti jejak Dara dengan mengirimkan lamaran kerja ke P.O. BOX 888.
Saat menghadiri panggilan wawancara, Valdya berada di satu lift dengan calon pekerja lain. Dari profesinya, mereka punya anggota tubuh yang terlatih: kaki, tangan, jari tangan, otak, lidah, pita suara, jantung, penis, dan mata—milik Valdya yang berprofesi sebagai penaksir harga berlian.
Ternyata, rekrutmen pekerjaan yang diikuti mengantar mereka pada Agarthan, yang mencari bagian tubuh terlatih untuk disantap. Momen ini menjadi pertemuan Valdya dengan Agarthan sekaligus Antibodi, yang menyelamatkannya sekaligus merekrut sebagai salah satu anggota.
Meski episode P.O. Box berada di tahun yang sama dengan episode kedua, The Orphan, peristiwa di episode ini terjadi lebih dulu. Ini ditunjukkan lewat tanggal yang tertulis pada surat lamaran pekerjaan Valdya, yaitu April 2024. Sedangkan sertifikat rumah di episode kedua menunjukkan Oktober 2024.
7. Episode 2: The Orphan (Jakarta, 2024)
Episode ini menceritakan Iyos (Yoga Pratama) dan Ipah (Nirina Zubir), sepasang suami istri yang bekerja sebagai pemulung. Supaya keluar dari kemiskinan, Iyos menawarkan Ipah mengadopsi anak bernama Syafin, yang dipercaya mendatangkan kekayaan bagi orang tua angkat dalam waktu seminggu.
Namun, orang tua angkat harus menanggung konsekuensi. Mereka akan meninggal di hari ketujuh setelah mendapatkan kekayaan. Termasuk Iyos dan Ipah yang mendapatkan rumah mewah seperti yang diinginkan. Perbedaannya, Ipah diselamatkan oleh Syafin sehingga kemungkinannya akan hidup kembali.
Berbeda dengan episode lain, The Orphan tidak menjelaskan secara eksplisit siapa yang termasuk Antibodi dan Agarthan. Namun, berdasarkan petunjuk yang disebutkan Joko soal anak yang lahir dari perut healer, Syafin kemungkinan adalah Agarthan dengan kemampuan menyembuhkan.
Maka itu, cahaya putih di akhir episode adalah efek healer dari Syafin, yang menyelamatkan Ipah setelah bunuh diri. Kemungkinannya, Ipah menjadi Antibodi karena mengalami fenomena yang disebabkan oleh Agarthan.
Baca Juga: 5 Film Horor Rekomendasi Joko Anwar
Empat Entitas dalam Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams
Di ketujuh episode Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams, ada empat entitas yang membangun cerita:
1. Agarthan
Dalam Teori Bumi Berongga, Agarthan merupakan istilah untuk penghuni kerajaan Agartha yang terletak di inti bumi. Mereka hidup dengan keterbatasan sumber daya alam dan energi, sehingga berinovasi untuk memiliki peradaban lebih tinggi daripada manusia yang tinggal di permukaan bumi.
Maka itu, Agarthan memperlakukan manusia sesukanya. Salah satunya menawarkan privilese yang sebenarnya memperbudak manusia—seperti karakter Bandi dan ibu Panji.
Kemudian, dalam beberapa episode, muncul pemimpin Agarthan yang ingin mengambil keuntungan dari manusia. Dari penjelasan Netflix Indonesia di Instagram, mereka adalah penguasa yang terbaik di bidang sosial, politik, filosofi, dan sains. Ini menggambarkan bagaimana Agarthan dapat menyembuhkan berbagai penyakit dengan regenerasi sel, yang ditampilkan pada episode pertama.
Terlepas dari pemimpinnya, Agarthan enggak mengenal sistem negara, agama, gender, maupun pernikahan. Namun, mereka bisa memilih pasangan hidup lebih dari satu orang—yang menjelaskan relasi antara Adrian dengan Laras, karena ia juga berkeluarga di permukaan bumi.
2. Antibodi
Setiap karakter utama di tujuh episode Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams merupakan manusia. Kemudian, mereka menjadi Antibodi karena bertahan hidup setelah mengalami fenomena yang dilatarbelakangi oleh Agarthan.
Fenomena itu membuat Antibodi memiliki kekuatan khusus, yang bisa digunakan untuk melawan Agarthan. Seperti di episode tujuh, mereka menaklukan Agarthan dengan kemampuan masing-masing: Panji yang menyembuhkan Wahyu, Rania dengan kemampuan body swap membunuh Agarthan, Ali yang bisa menghipnotis dan membangun ilusi, dan Dewi punya kekuatan absorbing power. Sementara Wahyu adalah pemimpinnya, setelah diberikan berbagai pengetahuan oleh Supreme Being.
Dari keterangan Joko Anwar di broadcast channel Instagram Netflix Indonesia, Laksmi (Ayu Laksmi) yang mengatur perekrutan Antibodi untuk Wahyu. Ini menjelaskan di episode tujuh, beberapa kali ia menemui dan menyelamatkan Valdya. Namun, tampaknya kekuatan yang dimiliki Antibodi enggak lepas dari “earthly detachment” karena mereka harus kehilangan anggota keluarga.
3. Supreme Being
Supreme Being adalah sosok yang menciptakan manusia di permukaan bumi dan Agarthan di inti bumi. Ia yang menggunakan kata ganti “kami” (jamak), membekali pengetahuan soal kehidupan pada manusia, supaya mampu menaklukan Agarthan yang ingin menguasai Bumi.
4. Manusia
Keberadaan manusia di serial ini menggambarkan moral dan kemanusiaan, yang mereka pegang meski sedang menghadapi persoalan. Contohnya Panji yang dilema menitipkan ibunya ke panti jompo. Lalu Iyos dan Ipah, yang ingin membunuh Syafin demi menikmati kekayaan. Atau Ali yang awalnya enggan menghipnotis untuk mendapatkan uang.
Nilai-nilai kemanusiaan itu menjadi celah bagi Agarthan, yang kemudian dimanfaatkan untuk mengambil alih permukaan bumi dari manusia. Karena itu, mereka menyusup sebagai penguasa, yang menawarkan penyelesaian masalah dengan mudah.
Meniru Sejarah
Di beberapa episode, sejarah turut melatarbelakangi permasalahan yang dihadapi manusia—meski enggak sepenuhnya sesuai dengan peristiwa. Di antaranya:
1. Peristiwa Tanjung Priok 1984
Peristiwa Tanjung Priok merupakan bentrok antara militer bersenjata melawan masyarakat, mengakibatkan 400 orang tewas. Kejadian ini dilatarbelakangi oleh seorang ulama yang mengkritik Orba lewat ceramah terkait beberapa hal: Larangan penggunaan jilbab bagi siswa SMA, ceramah tanpa izin, dan penerapan asas tunggal Pancasila.
Bentrok antara militer bersenjata dan masyarakat inilah yang ditampilkan dalam Episode 4: Encounter. Perbedaannya, konflik dalam serial disebabkan oleh kepemilikan lahan—dan latar tempat enggak spesifik di Tanjung Priok. Mereka bersikeras menggusur tanah karena secara hukum, warga tidak berhak bermukim di wilayah tersebut.
2. Resesi 1997-1998
Keluarga Bandi dalam Episode 5: The Other Side, merepresentasikan masyarakat yang terdampak resesi pada 1998. Mereka kesulitan finansial setelah Bandi kehilangan pekerjaan, karena bioskop tempatnya bekerja tutup. Alhasil, Bandi bekerja sebagai pelukis poster film dan berharap kembali bekerja di bioskop setelah resesi selesai.
Krisis moneter waktu itu disebabkan oleh penurunan nilai tukar rupiah, melonjaknya utang luar negeri, dan situasi politik yang tak stabil. Salah satu dampaknya, perusahaan bangkrut dan memutus hubungan kerja karyawannya.
3. Pemberedelan Media Massa di Era Orba
Di Episode 3: Poems and Pain, ayah Rania mengungkapkan alasannya menyerahkan anak-anak untuk adopsi. Yaitu kesulitan ekonomi dan mendengar kabar akan ditangkap, lantaran bekerja sebagai wartawan di media yang berlawanan dengan rezim Orba.
Latar belakang kejadian tersebut adalah Peristiwa Malari 1974. Waktu itu, pemerintah lebih represif terhadap perbedaan pendapat di kalangan masyarakat maupun media, setelah masyarakat berunjuk rasa soal kenaikan harga pokok, korupsi, dan ketidaksetaraan penanaman modal asing. Akibatnya, pemerintah mencabut Surat Izin Penerbitan Pers (SIUPP) 12 media massa.