Pelajaran dari Nikah Muda Berujung Cerai: Tanggung Jawab adalah Kunci
Keputusan menikah muda berbuah petaka ketika perempuan ini mendapati suaminya tidak bertanggung jawab dan melakukan kekerasan berulang kepadanya.
Menjalani sebuah pernikahan selama sepuluh tahun tentunya bukan perkara mudah, apalagi jika pasanganmu sebenarnya belum siap membina keluarga.
Tumbuh di dalam keluarga besar yang banyak melangsungkan pernikahan muda dan tidak pernah berakhir cerai, “Indira” pun memiliki mimpi menikah muda. Dalam pikirannya, menikah muda adalah hal yang sama menyenangkannya dengan berpacaran. Ditambah lagi, nantinya ia bisa memiliki anak yang usianya tidak terpaut jauh darinya.
Tak heran bila saat sang pacar, “Ari” melamarnya, Indira segera mengiyakan tanpa mempertimbangkan lebih jauh nasihat dari orang-orang. Selama berpacaran dengan Ari, Indira tidak pernah melihat sisi buruk atau kejanggalan dari pacarnya tersebut. Ari adalah sosok yang rajin bekerja dan tidak pernah bermain tangan setiap bertengkar dengannya.
Namun, semua itu berubah ketika mereka menikah. Indira merasa seakan menikahi orang yang berbeda. Ari menjadi sosok yang sangat tidak bertanggung jawab, melakukan kekerasan fisik terhadap dirinya, bahkan berani berselingkuh.
Selama satu dekade, Indira menahan diri untuk tidak bercerai karena buah hati mereka masih kecil. Namun, rasa kesal dan muak terhadap perilaku suami akhirnya tidak terbendung sehingga ia memutuskan untuk bercerai.
Keputusan Indira untuk bercerai semakin mantap ketika ada sebuah kejadian yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidup. Waktu ia ingin merundingkan keputusannya bercerai bersama Ari dan mertuanya, ibu Ari justru menuduh Indira yang tidak-tidak.
“Beliau ngomong, ‘Memang kenapa enggak bisa dipertahankan lagi? Oh, Indira udah punya pacar ya, makanya mau cerai? Oh, emang udah beda, sih kodratnya, Indira enggak bisa hidup susah’. Saya malah yang dipojokin,” ungkapnya.
Tidak sampai di situ saja, ibu mertua Indira bahkan menekankan, jika mereka bercerai pun, hal itu tidak berpengaruh pada Ari karena Ari sebagai laki-laki tidak meninggalkan “bekas” pascamelakukan hubungan seksual dan melahirkan. Sakit hati karena ucapan ibu mertuanya ini, Indira akhirnya membulatkan tekadnya untuk bercerai.
Baca juga: Beranilah untuk Berpisah
Menikah dengan Laki-Laki yang Tidak Bertanggung Jawab
Tak pernah terbayangkan oleh Indira bahwa Ari menjadi sosok yang begitu tidak bertanggung jawab setelah mereka memasuki tahun kedua pernikahan. Ketika itu, masa kontrak kerja Ari sebagai teknisi di sebuah BUMN sudah habis. Alih-alih mencari pekerjaan baru, Ari justru memilih berdiam saja di rumah. Mau tak mau untuk menyambung hidup keluarga, Indiralah yang mencari nafkah dengan bekerja mulai sebagai sales person hingga akhirnya kini menduduki posisi business manager.
Mungkin tak jadi soal kalau Indira yang bekerja sementara Ari mengurus rumah. Namun realitasnya, setiap Indira pulang, ia selalu disuguhkan dengan pemandangan rumah yang berantakan dengan anak-anak mereka yang dibiarkan seenaknya melakukan apa pun tanpa pengawasan.
“Ini saya kerja, di rumah berantakan, anak-anak pada enggak bener, emosi enggak? Saya pengin kerja sama lah. Ya dia lagi nganggur, saya cari duit, dia harusnya bantuin [urus] anak-anak’, siap-siapin berangkat sekolah, nyiapin seragam. Kalau saya udah berangkat ke kantor, otomatis pengin dong, suami yang kontrol [anak]. Kan itu anaknya, bukan anak orang lain,” keluh Indira.
Berkali-kali Indira juga mendorong Ari untuk kembali bekerja. Namun dengan ijazah SMA yang ia miliki, cukup sulit mendapat pekerjaan yang layak baginya. Ari memang sempat mencoba peruntungan dengan melamar ke berbagai kantor dan diterima, namun ia hanya bertahan satu atau dua bulan saja karena alasan yang konyol.
“Dia ini nih, pas ditanya kenapa, jawabnya, ‘Enggak sesuai, capek’. Ya kerja mana ada sih yang enggak capek?” ujar Indira. Ia semakin dibuat kesal oleh Ari karena setiap Ari keluar dari kantornya, laki-laki itu tidak pernah merundingkan terlebih dahulu keputusannya ini. Keputusan-keputusan gegabah Ari jelas mempengaruhi pemasukan keluarga kecilnya. Di samping itu, Indira juga kecewa kepada Ari karena baginya, laki-lakilah yang seharusnya menjadi pencari nafkah utama keluarga.
Setelah bekerja, Indira berhasil mengumpulkan uang yang sebagian ia pakai untuk memodali Ari bekerja, yakni dengan membelikannya sepeda motor untuk memudahkan mobilisasi. Namun, memang pada dasarnya sang suami malas, modal yang diberikan Indira itu tidak membuahkan apa-apa. Ari tetap bersantai-santai di rumah tanpa peduli istrinya sudah bekerja keras, bahkan menyokongnya untuk maju.
Indira kemudian juga tidak habis pikir ketika ia sudah bekerja banting tulang untuk menafkahi keluarganya, Ari justru bereaksi negatif kepadanya. Ari menganggap Indira enggan mengurus pekerjaan domestik karena kerap pulang larut bertemu klien. Dengan pemikiran bahwa sudah seharusnya seorang istri melakukan tugas-tugas rumah, Ari menginginkan Indira tetap mengurus anak-anak dan melakukan pekerjaan domestik sepulang kantor. Hal inilah yang memicu banyak sekali pertengkaran dalam keluarga Indira sampai pada satu titik, perempuan itu pernah berhenti bekerja.
“Saya pernah tuh keluar kerja gara-gara ribut sama suami mulu, dikomplain mulu, katanya anak jadi terbengkalai. Lah, terus kalo saya enggak kerja, dapat duit dari mana?” keluh Indira.
Baca juga: Kesetaraan dalam Rumah Tangga Tak Cuma Urusan Privat, Tapi Juga Negara
Perselingkuhan, Kekerasan, dan Kasus Hukum yang Memperparah Keadaan
Di samping sikap tak bertanggung jawab dan menyalahkan Ari, Indira juga dibuat kesal oleh ulahnya yang berselingkuh dengan perempuan lain. Indira mengetahui Ari punya kekasih gelap ketika ia menemukan handphone kedua yang Ari gunakan untuk bertukar pesan dengan perempuan lain.
Awalnya memang suaminya ini secara sembunyi-sembunyi berselingkuh, namun semakin lama dirinya semakin tidak tahu malu. Berulang kali Indira memergoki Ari bertukar pesan dengan perempuan lain ketika ia semestinya serius mencari pekerjaan.
Tidak hanya berselingkuh, selama pernikahannya, Indira pun mengalami kekerasan fisik. Jika sudah bertengkar, Ari akan menjadi sosok yang tidak segan memukul, menarik paksa dirinya, berteriak, dan melempar barang-barang di rumah. Kekerasan fisik mulai terjadi hampir berbarengan dengan saat Ari mulai jadi pengangguran.
Selama menerima kekerasan dari Ari, Indira sebisa mungkin menutupinya dari keluarganya maupun keluarga Ari. Hal ini ia lakukan semata-mata karena ia masih menjaga nama suaminya di depan keluarganya sendiri dan keluarga Ari. Namun pada suatu hari, kekerasan yang dialami oleh Indira ini mulai terkuak ketika sepupu Ari datang ke rumah mereka. Saat itu, sepupu Ari tidak sengaja melihat di tubuh Indira ada lebam-lebam. Dari kejadian ini, Indira mau tidak mau akhirnya menceritakan kondisinya.
Sepupu Ari lalu menelepon ibu Ari yang akhirnya menasihati anaknya tersebut. Namun sayangnya, walau sudah dinasihati, kekerasan tetap saja terjadi selama Indira dan Ari berdebat besar.
Hal lain yang membuat Indira tersadar tentang susahnya membangun pernikahan yang harmonis adalah ketika pada suatu hari Ari tersandung kasus hukum. Ia harus berurusan dengan kepolisian dan akhirnya dipenjara karena kepemilikan narkotika.
Baca juga: Ibu Bekerja Rentan Terkena Gangguan Mental
Indira tentu sangat shock mengetahui berita penangkapan suaminya. Sudah kewalahan dengan perilaku Ari, ia masih harus menghadapi anak-anaknya yang saat itu mulai menanyakan ayah mereka yang tidak kunjung pulang ke rumah. Karena kasus Ari itu, Indira lantas buru-buru menggadaikan mobil untuk menebus suaminya.
“Pusing banget, sampai dia bebas itu saya yang tebus. Dari situ saya kesel, mungkin saya udah enough sama semua kelakuannya,” ujar Indira.
Kini Indira telah keluar dari pernikahan yang telah membelenggu dirinya bersama seorang laki-laki yang begitu toksik. Ia sekarang tinggal sendiri di apartemen di Jakarta dan menitipkan buah hatinya di rumah ibu mertuanya yang kebetulan bersedia mengurus anak-anaknya tersebut.
Ia memang memiliki love and hate relationship dengan ibu mertuanya ini, namun ia berusaha untuk legowo dengan masa lalunya bersama ibu mertuanya tersebut. Hal ini ia lakukan karena ia masih melihat kesungguhan hati ibu mertuanya dalam mengurus anak-anaknya ketika ia sibuk bekerja.
Dengan harapan ingin membangun kehidupan baru bersama kedua buah hatinya, Indira sekarang sedang membangun rumah impiannya di daerah Depok. Ia berharap, setelah rumahnya tersebut selesai dibangun, ia bisa mengambil kembali anak-anaknya dan mampu membesarkan anak-anaknya jauh dari sosok sang suami yang membuat 10 tahun hidupnya tidak bahagia.
Proyek jurnalistik ini didukung oleh International Media Support.