Sedang Tren, Apa Alasan Perempuan Senang ‘Solo Travelling’?
Menemukan diri kembali hingga menyembuhkan luka jadi beragam alasan perempuan memilih 'solo travelling'.
Kamu pernah ada dalam kondisi merencanakan liburan bersama teman-teman satu circle, tapi kandas karena yang lain kebanyakan wacana? Lalu akhirnya kamu memutuskan untuk melancong sendiri. Tenang, kamu tak sendirian.
Beberapa tahun terakhir ada tren peningkatan perempuan yang doyan melancong atau berlibur sendiri (solo travelling). Agen perjalanan di Inggris mencatat, 59 persen klien perempuan mereka kini lebih sering bepergian sendirian dibandingkan 10 tahun yang lalu.
Hal ini juga terjadi di Asia. Semakin banyak perempuan memilih untuk bepergian sendirian. Perubahan perilaku perjalanan ini menarik untuk dilihat dari berbagai sisi, salah satunya terkait motivasi yang melatarbelakanginya.
Beberapa hasil penelitian di negara maju menunjukkan variasi motivasi perempuan dalam melakukan perjalanan solo. Sebut saja mencari pengalaman unik, bersantai, berinteraksi sosial, peningkatan kepuasan diri hingga pelarian.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Baca juga: ‘Holiday Stress’: Memahami Stres yang Datang Menjelang Liburan
Motivasi Internal
Temuan awal kajian kami, yang melibatkan wawancara dengan 25 perempuan Indonesia yang melakukan traveling sendirian dengan latar belakang demografi dan sosial-ekonomi beragam, menunjukkan bahwa motivasi mereka sangat bervariasi.
Secara internal, motivasi tersebut meliputi pertumbuhan pribadi dan profesional, keinginan untuk belajar budaya, mencapai kemandirian, hingga sebagai sarana penyembuhan diri. Setiap perjalanan individu bersifat unik, terbentuk oleh kondisi dan aspirasi khusus masing-masing.
Salah satu narasumber, perempuan berumur 49 tahun yang memiliki karier mapan dan baru saja bercerai, memutuskan untuk memulai solo travelling ke luar negeri dengan tujuan menemukan dirinya kembali. Baginya, perjalanan solo memberikan kesempatan untuk sepenuhnya merangkul proses penemuan diri. Melalui eksplorasi ini, dia menemukan kekuatan yang terpendam dalam dirinya sendiri, dan setiap perjalanan dianggap sebagai perayaan kebebasan, ketahanan, serta potensi tak terbatas untuk pengembangan pribadi.
Dalam konteks ini, pengalaman solo travelling membawa perasaan otonomi dan pemberdayaan total, yang memungkinkan individu untuk menjalani perjalanan mereka tanpa harus tergantung pada atau bernegosiasi dengan orang lain.
Lain halnya dengan motivasi yang dimiliki oleh perempuan yang masih lajang dan sedang berada di awal kariernya. Hasil wawancara dari beberapa narasumber menunjukkan bahwa motivasi memulai perjalanan solo pada tahap hidup perempuan muda ini berkaitan dengan pengembangan diri dan keinginan untuk mencapai kemandirian. Melalui perjalanan solo, mereka dapat belajar menghadapi tantangan, membuat keputusan, dan mengembangkan rasa mandiri. Kendala keuangan justru menambah tantangan, mendorong mereka untuk mengeksplorasi negara tujuan dengan cara-cara kreatif dan hemat biaya.
Bahkan salah satu perempuan muda berusia 24 tahun yang kami wawancarai menyatakan bahwa motivasinya melakukan perjalanan solo ke Korea Selatan adalah untuk menguji kemampuan berbahasa Korea yang selama ini dia pelajari secara otodidak dengan menonton K-Drama. Tujuannya adalah berinteraksi dengan penduduk setempat, melatih bahasa, dan meningkatkan pemahaman terhadap berbagai nuansa linguistik. Motivasi seperti ini akan menjadi pengalaman yang kaya dan edukatif yang berkontribusi pada pertumbuhan pribadi dan pemahaman lintas budaya bagi para perempuan.
Temuan kami juga menunjukkan bahwa status sebagai istri dan ibu tidak menjadi hambatan bagi perempuan untuk melakukan perjalanan solo. Sebagai contoh, perempuan yang memiliki anak usia remaja masih dapat melakukan perjalanan sendirian ke luar negeri untuk berlibur. Motivasi utama bagi seorang ibu untuk melakukan perjalanan solo adalah usia anak yang sudah bisa ditinggal dan mandiri. Seorang narasumber menyatakan bahwa perjalanan solo merupakan bentuk perhatian terhadap kesehatan mentalnya dan cara untuk tetap terhubung dengan hobi menjelajahi tempat-tempat baru yang sudah dilakukannya sejak sebelum menikah. Dia berpendapat bahwa apa yang dilakukannya merupakan perjalanan transformasional yang menjaga keseimbangan mentalnya.
Baca juga: 10 Cara Menabung untuk Liburan Setelah Pandemi
Motivasi Eksternal
Penting juga untuk dicatat, lonjakan perjalanan solo perempuan dari Indonesia ke luar negeri juga mungkin dipengaruhi oleh faktor eksternal. Dampak globalisasi berpotensi memainkan peran penting dalam meningkatnya minat perempuan Indonesia untuk menjelajahi destinasi internasional secara mandiri.
Integrasi global juga telah membawa perubahan dalam persepsi nilai, kebebasan, dan kemandirian perempuan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Semakin terbukanya akses informasi, pertumbuhan ekonomi, dan perkembangan teknologi komunikasi telah memperluas wawasan dan membangkitkan hasrat perempuan untuk meraih pengalaman baru di luar batas negara.
Pengaruh Media Sosial
Perkembangan media sosial sebagai platform utama untuk berbagi pengalaman perjalanan telah membuka peluang bagi perempuan Indonesia untuk lebih leluasa menjelajahi dunia. Instagram dan media sosial lainnya menjadi pendorong utama untuk memotivasi dan menginspirasi lebih banyak perempuan agar berani melakukan perjalanan solo.
Melalui akun Instagram maupun platform lainnya, para influencer berbagi cerita, gambar, dan tips perjalanan yang tak hanya memberikan panduan praktis, tetapi juga menjadi sumber motivasi bagi perempuan lain yang ingin merencanakan dan menjalani perjalanan solo mereka sendiri.
Tak heran, pertumbuhan pengguna Instagram terus bertambah secara pesat, menjadikan Indonesia sebagai pengguna terbesar keempat di dunia.
Perkembangan Instagram juga telah menciptakan figur influencer pelancong solo perempuan seperti Trinity Traveler dan Claudia Kaunang yang memberi pengaruh bagi banyak follower-nya.
Baca juga: 6 Cara Hidup Hemat Anak Kos Tanpa Harus Telan Obat Maag
Pelajaran yang Didapat
Penelitian dan pengelolaan solo travelling perlu mempertimbangkan interaksi kompleks antara faktor-faktor di atas untuk memahami dampaknya secara menyeluruh. Makna perjalanan solo bagi perempuan Asia dan bagaimana identitas diri mereka dibentuk dalam ruang publik adalah aspek penting untuk dipertimbangkan.
Perjalanan solo dipengaruhi oleh keinginan untuk menjauh dari rutinitas sehari-hari dan juga oleh dorongan internal yang sangat individual. Ini membuka ruang untuk strategi yang lebih maju dalam mendukung dan memahami kebutuhan beragam pelancong solo. Pendekatan ramah gender membantu merancang pengalaman perjalanan solo yang lebih inklusif dan berkelanjutan, mengakui keunikan setiap perjalanan.
Selain itu, seiring terus berkembangnya perjalanan solo, mengakui dan menyesuaikan diri dengan motivasi yang beragam akan menjadi kunci untuk membina lingkungan yang mendukung dan memenuhi kebutuhan yang berkembang dari pelancong perempuan.
Inayah Hidayati, Peneliti Mobilitas Penduduk di Pusat Riset Kependudukan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.