Issues

Survei ILO-KIC: Kerja Perawatan Masih Dianggap Tanggung Jawab Perempuan

Hasil survei ILO-KIC menunjukkan, perempuan masih menanggung beban kerja perawatan lebih banyak. Bahkan, ada yang memutuskan berhenti dari pekerjaan sebelumnya.

Avatar
  • November 23, 2023
  • 4 min read
  • 1373 Views
Survei ILO-KIC: Kerja Perawatan Masih Dianggap Tanggung Jawab Perempuan

Hasil survei “Persepsi terhadap Pekerjaan Perawatan, Pandangan Publik dalam Kerangka 5R” yang dilakukan International Labour Organization (ILO) dan Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan, 80,5 persen responden sepakat, sifat perempuan yang lebih sabar dan telaten sesuai untuk mengasuh dan merawat. Data tersebut menegaskan, masih ada bias gender yang dalam kerja perawatan. Ini relatif ironis mengingat 93 persen responden perempuan dan lelaki mengaku sudah berbagi tugas dengan pasangan.

Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KemenPPPA) Lenny Rosalin melihat, hal ini berdampak pada semakin kentalnya stereotip dan diskriminasi untuk perempuan.

 

 

“Ada dampak lain dari permasalahan ini yang sebenarnya termasuk stereotip dan diskriminasi. Salah satunya beban ganda,” terang Lenny dalam peluncuran riset tersebut, (15/11).

Baca Juga: Investasi pada Cuti dan Perawatan di Dunia Kerja Penting Dilakukan

Ia menambahkan, beban ganda di Indonesia terlihat dari angka statistik dan fakta di lapangan, bahwa pekerjaan rumah tangga masih jadi beban perempuan, alih-alih bersama. Ini juga tampak dalam survei ILO yang mencatat, 61,6 persen perempuan, sebagai istri maupun saudara, menanggung beban ganda akibat konstruksi sosial.

Konstruksi sosial itulah yang melatarbelakangi pemahaman, perempuan harus berkontribusi dalam tugas perawatan. Contohnya merawat anak dan orang tua, memasak, membersihkan rumah, serta mendidik anak. Bahkan pemahaman itu diinternalisasi, sehingga muncul kesadaran perempuan perlu melakukannya sendiri, jika ingin dicap utuh dan berhasil.

Tak heran jika dalam survei ILO terlihat, 78,3 persen responden perempuan berencana tidak membayar orang lain untuk membantu kerja perawatan. Kemudian, 66,2 persen responden perempuan menilai, keputusan untuk meninggalkan penghasilan demi pekerjaan perawatan adalah hal biasa.

Padahal, tugas perawatan memiliki nilai ekonomi, yang diperkirakan ILO dapat menciptakan jutaan pekerjaan baru pada 2035, sekaligus mengurangi kesenjangan peran gender. Sementara realitasnya saat ini, masih ada pekerjaan perawatan tak berbayar. Seperti memberi makan bayi, merawat pasangan yang sakit, atau melakukan pekerjaan domestik yang dilakukan anggota keluarga, sehingga tak dianggap suatu pekerjaan—yang sebagian besar dilakukan perempuan dan anak perempuan.

Pekerjaan perawatan yang tak berbayar itu menjadi kunci penentu, apakah perempuan memasuki dunia kerja dan tetap dapat bekerja dengan berkualitas. Karena itu, diperlukan kesadaran agar pekerjaan perawatan tak lagi dibebankan pada perempuan, dan menjadi tanggung jawab bersama.

Baca Juga: Cerita Nakes, Guru Honorer, dan Pengasuh yang Tak Dibayar Layak: Ini Masalah Struktural

Perubahan Berawal dari Mindset

Menurut seniman dan aktivis Melanie Subono, diperlukan mindset untuk mencapai kesadaran tersebut. Sebab, riset yang dilakukan lembaga saja tak cukup untuk mendobrak stereotip di masyarakat, yang masih melihat pekerjaan perawatan sebagai bagian dari aktivitas sehari-hari. Melanie pun melihat, masih ada jarak antara penelitian dengan realitas di masyarakat.

“Ada orang yang mikir, ‘Kalau aku nggak merawat (orang tua) kan durhaka.’ Kenyataannya di lapangan memang begitu,” ujar Melanie dalam kesempatan yang sama.

Karena itu, Melanie bilang, perempuan perlu menyadari pekerjaan yang dilakukannya begitu berharga. Misalnya lewat sosialisasi dan edukasi—termasuk soal pekerjaan perawatan yang memiliki nilai ekonomi, lewat figur-figur yang mampu menyampaikan lewat media sosial.

Sementara ILO merekomendasikan 5R, yang perlu keterlibatan pemerintah, perusahaan, maupun publik. Pertama, rekognisi untuk mengakui tugas-tugas pengasuhan dan perawatan, secara langsung dan tidak, berbayar maupun tak berbayar. Tujuannya agar aktivitas yang memiliki nilai produktif dapat mendorong kesejahteraan psikologis, fisik, dan sosial bagi setiap orang.

Kedua, reduksi, atau mengurangi beban ganda perempuan dalam melakukan tugas pengasuhan dan perawatan. Yakni dengan melibatkan pasangan, laki-laki, atau pihak-pihak lainnya secara setara.

Baca Juga: Kerja Domestik adalah Keterampilan Dasar, Jangan Biarkan Ibu Lakukan Sendiri

Ketiga, redistribusi beban ganda perempuan kepada pasangan, anggota keluarga, pekerja bidang perawatan, perusahaan, dan negara untuk mengoptimalkan produktivitas pekerja perempuan.

Keempat, reward. Yaitu memberikan penghargaan yang layak kepada pihak-pihak, yang berkontribusi pada peran dan tugas perawatan. Pihak-pihak ini adalah mereka yang membantu meningkatkan produktivitas perempuan. Seperti adanya cuti berbayar sebagai ayah, akses ke penitipan anak yang terjangkau, dan jam kerja fleksibel.

Kelima, representasi dalam arti keterwakilan suara perempuan—khususnya dalam menyusun kebijakan dan layanan perawatan.

Pada akhirnya, terwujudnya kerja perawatan sebagai tanggung jawab bersama, membutuhkan kontribusi berbagai pihak. Menjadi tugas kita, yang telah memahami adanya beban ganda dalam pekerjaan tersebut, untuk terus menarasikan dan mengedukasi masyarakat luas.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *