Culture Screen Raves

Review ‘Daily Dose of Sunshine’: Perbincangan Penting dan Jujur tentang Kesehatan Mental

Serial ‘Daily Dose of Sunshine’ mengajarkan kita untuk memvalidasi penyakit mental, serta mendorong penghapusan stigma yang mengiringinya.

Avatar
  • November 23, 2023
  • 7 min read
  • 2686 Views
Review ‘Daily Dose of Sunshine’: Perbincangan Penting dan Jujur tentang Kesehatan Mental

Dari mana sih saluran ideal untuk belajar tentang kesehatan mental? Mayoritas tentu akan menjawab dari para tenaga kesehatan (nakes)? Sementara, buat orang yang tak cukup punya privilese mengakses informasi dari mereka, setidaknya bisa mengintip dulu serial Netflix “Daily Dose of Sunshine”. Meskipun isinya tak memotret secara komprehensif masalah-masalah kesehatan mental, tapi setidaknya kita menyadari hal tersebut nyata di sekitar kita.

Sebagai pecinta drama Korea (drakor) garis keras, kehadiran Daily Dose of Sunshine sejak (3/11) itu adalah sarana belajar sekaligus ruang afirmasi untuk membicarakan mental health, langsung dari teropong nakes. Sebuah sudut pandang yang jarang dilakukan dalam banyak drakor formulaik.

 

 

Daily Dose of Sunshine diadaptasi dari Webtoon. Bercerita tentang Jung Da-eun (Park Bo-young), perawat di Poli Kesehatan Jiwa setelah ia dipindah dari Poli Penyakit Dalam. Tak mudah bagi Da-eun untuk bekerja di lingkungan yang ia belum pahami. Ia banyak mengalami kesulitan di hari-hari pertamanya, tapi ia tak otomatis menyerah saat itu juga.

Lewat Daily Dose of Sunshine, kita juga akan diajak untuk meluruskan stigma-stigma orang dengan gangguan jiwa. Sebuah sajian yang penting hari-hari ini.

ulasan drakor Daily Dose of Sunshine
Sumber: Netflix

Baca juga: 3 Fakta Menarik Drakor ‘Moving’: dari Plot Twist sampai Tontonan Gore

Belajar Lebih Banyak tentang Kesehatan Mental

Ketika menonton Daily Dose of Sunshine, pengetahuanku tentang kesehatan mental jadi semakin luas. Drakor ini mengemas istilah-istilah yang asing jadi mudah untuk dipahami. Ada banyak diagnosis mental health yang selama ini belum aku tahu dan ternyata tanpa disadari ada di sekitar kita. Mereka juga membahas istilah yang sudah kita kenal sebelumnya menjadi lebih rinci lagi.

Misalnya di episode pertama di mana kasus Oh Ri-na (Jung Woon-sun), perempuan berusia 43 tahun dengan bipolar. Dari drakor ini aku belajar, ada dua fase dalam bipolar, manik dan depresi. Sementara, sejumlah orang kerap salah paham menganggap bipolar berarti punya kepribadian ganda.

Kementerian Kesehatan mengatakan, fase manik di saat seseorang dengan bipolar akan mengalami peningkatan mood, aktivitas berlebih, dan harga diri yang meningkat. Dalam kasus Oh Ri-na, kepribadiannya akan berubah 180 derajat, sehingga ia menjadi percaya diri, berbelanja impulsif, dan mudah bergaul. Ia juga akan melepas pakaiannya dan menari, karena itu menjadi bagian dari kebebasan.

Namun jika fase ini sudah mulai selesai dan berganti ke depresi, Ri-na akan mengurung diri dan merenungkan kesalahan yang sudah ia buat. Seakan menyalahkan diri sendiri kenapa ia enggak bisa bahagia seperti orang lain.

Ri-na sendiri mengalami gangguan bipolar karena childhood trauma. Dari kecil hingga dewasa semua hal yang ia lakukan selalu didikte oleh sang ibu. Dari mulai makanan kesukaan, pakaian hingga pernikahan. Tak pernah merasa jadi diri sendiri, ia pun terpaksa memakai topeng untuk menutupi ketidakbahagiaannya.

Akhirnya untuk terlepas dari bipolar, ia berusaha untuk mengatasi childhood trauma-nya. Ri-na mulai berani untuk berterus terang dengan sang ibu kalau selama ini ia tak pernah merasa jadi diri sendiri. Ia ingin mendapat kebebasan, menjalani hidup yang bahagia dan terlepas dari aturan ibu. Memang tak mudah, tapi Ri-na dan ibu berusaha untuk memperbaiki keadaan di antara keduanya.

review drama korea Daily Dose of Sunshine”
Sumber: Netflix

Lalu ada juga satu kasus penyakit mental yang tak kalah penting. Ibu pekerja Kwon Ju-yeong (Kim Yeo-jin) mengalami pseudodementia atau demensia palsu. Selain bekerja, sehari-hari ia juga harus mengurus perkara domestik dan memastikan anaknya bisa hidup dengan baik. Demensia ini membuat Ju-yeong sering melupakan hal-hal kecil yang biasanya ia lakukan.

Akhirnya Ju-yeong pun memutuskan untuk mendapatkan perawatan di poli kesehatan jiwa. Ia tak ingin demensia tersebut membuatnya melupakan sang anak.

Selama menjalani perawatan dan terapi, ternyata perawat yang menangani Ju-yeong, Park Soo-yeon (Lee Sang-hee) juga merasakan hal serupa: Pekerja publik dan domestik. Karena Soo-yeon juga sebagai ibu pekerja juga harus mengurus urusan domestik di rumah sama seperti Ju-yeong. Ia terkadang merasa kewalahan dan terpaksa meminta bantuan kepada sang ibu atau orang tua teman sekolah anaknya.

Baik Ju-yeong maupun Soo-yeon juga tak pernah mempunyai waktu untuk diri sendiri. Semuanya didedikasikan untuk karier dan keluarga. Mereka jarang untuk memuji diri sendiri meskipun sudah melakukan yang terbaik. Dan keduanya tak punya hobi untuk ketika ada waktu luang.

Waktu luang dan istirahat mereka berdua justru dimanfaatkan untuk melakukan pekerjaan dan urusan domestik. Soo-yeon pun juga akhirnya menyadari keadaan itu, selama ini ia terlalu sibuk untuk mengurus orang lain, tapi enggak dengan diri sendiri.

Apa yang dialami oleh Ju-yeong dan Soo-yeon ini sebetulnya sangat relate dengan kehidupanku. Mamaku juga berprofesi sebagai perawat. Dari umur 20 tahun ia sudah bertugas untuk menolong orang di rumah sakit. Awalnya aku kagum dengan pekerjaan Mama, apalagi ia bisa bekerja dan mengurus pekerjaan rumah tangga.

Namun semakin aku dewasa, aku jadi sedih dengan situasi Mama. Walau ia sendiri sangat mencintai profesinya ini, tapi tak jarang juga Mama merasa kewalahan meski ia tak merasa begitu. Bahkan aku menyadari jika Mama selama ini tak punya hobi untuk melepas waktu luang dan bersenang-senang. Untuk itu melalui Daily Dose of Sunshine ini, aku bisa memberitahu Mama, kalau ia juga perlu bahagia. Mengurus orang lain itu penting, tapi mengurus diri sendiri juga tak kalah penting.

“Jangan berjuang terlalu keras. Kau akan kesulitan. Meski sudah memberikan segalanya, kau hanya memikirkan apa yang tak bisa kau berikan, dan merasa bersalah. Demi kebahagiaan orang lain, kau pun jadi lupa dengan kebahagiaanmu sendiri. Jika kau tak bahagia, bagaimana kau akan membuat orang lain bahagia?”

Daily Dose of Sunshine
Sumber: Netflix

Baca juga: Kesehatan Mental Mulai Banyak Dibicarakan, tapi Stigma Tetap Ada

Stigma dan Stereotip tentang Kesehatan Jiwa yang Berusaha Diluruskan

Selama ini rumah sakit jiwa atau poli kesehatan jiwa sering dideskripsikan sebagai tempat yang menakutkan dan seram. Stigma kesehatan jiwa ini pun berdampak pada pasien-pasiennya. Tak jarang mereka sering dijauhkan dari publik dan dianggap sebagai orang yang tak boleh ditemui. Lewat Daily Dose of Sunshine, stigma ini berusaha untuk dipatahkan.

Di episode sepuluh ini diceritakan kepala perawat poli kesehatan jiwa Song Hyo-jin (Lee Jung-eun) mempunyai adik perempuan, Song Ae-shin dengan skizofrenia. Ia pun menyembunyikan diagnosa adiknya tersebut. Alasan Hyo-jin karena ia tak ingin semua orang mempermasalahkan keadaan sang adik.

Suatu hari, Hyo-jin memberanikan diri untuk mengungkap Ae-shin ketika proses pindah apartemen. Namun keberadaan adiknya ini ditentang habis-habisan oleh para penghuni apartemen yang lain. Mereka takut jika keadaan Ae-shin ini akan membahayakan sekitar dan anak-anak. Hal ini membuat Hyo-jin merasa berkecil hati akan pandangan orang-orang tersebut.

Selain itu tak hanya Hyo-jin dan Ae-shin yang dipandang sebelah mata. Tapi juga Jung Da-eun. Setelah kematian salah satu pasien yang ia tangani di poli kesehatan jiwa. Ia pun mengalami depresi dan kesedihan yang mendalam. Da-eun pun akhirnya harus cuti untuk dari pekerjaan dan menjalani perawatan di rumah sakit. Karena pada saat itu ia tanpa sadar berusaha untuk menyakiti diri sendiri.

Setelah mulai pulih dengan keadaannya, Dae-un berniat untuk kembali bekerja. Namun ia masih merasa bingung dan khawatir akan tatapan orang-orang. Karena sebagai perawat kesehatan jiwa justru ia mengalami depresi.

Ketakutan yang dirasakan oleh Da-eun ini ternyata menjadi kenyataan. Setelah kembali bekerja, fakta bahwa ia pernah dirawat di rumah sakit jiwa menyebar ke seluruh rumah sakit. Baik pasien maupun pendamping pun meragukan kinerja Da-eun. Mereka tak ingin ditangani oleh Dae-un dan tak memperbolehkannya menyentuh para pasien.

Sumber: Netflix

Baca juga: K-Drama “Call It Love” Makes a Case for How Revenge Should Be Served: Not Cold

Ketika mendapat perlakuan seperti ini, Da-eun hanya bisa menerima. Para perawat dan dokter di poli kesehatan jiwa ikut menyemangatinya, karena mereka tahu perasaan tersebut. Hyo-jin sebagai kepala perawat juga mengatakan alasan kenapa ia menerima Da-eun tetap bekerja, karena ia ingin meluruskan stigma yang selalu ada pada orang dengan kesehatan jiwa. Bahwa mereka bukan penjahat, bukan orang berbahaya yang mesti dijauhi. Mereka juga butuh dirangkul dan didukung agar bisa kembali seperti sedia kala. Dukungan dan merasa ada orang yang masih peduli, akan menjadi sangat berarti.

“Gangguan mental itu enggak bisa diprediksi dan bisa menimpa siapa pun, kapan pun dan di mana pun,” ucap Hyo-jin.



#waveforequality


Avatar
About Author

Chika Ramadhea

Dulunya fobia kucing, sekarang pencinta kucing. Chika punya mimpi bisa backpacking ke Iceland.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *