Bertahan di Era Gempuran Akal Imitasi, Local Media Summit: “Inovasi dan Kolaborasi adalah Kunci”
Jadi forum tahunan berkumpulnya media lokal dari berbagai wilayah Indonesia, Local Media Summit (LMS) keempat kembali digelar pada 7-8 Oktober 2025 di Jakarta. Acara yang diinisiasi oleh Suara.co dan International Media Support (IMS) ini mengambil tema Unlocking Local Capital: Building Sustainable Media Market in Indonesia, menyoroti bagaimana media bisa bertahan di tengah gempuran disrupsi digital di dalam ekosistem media.
Pemimpin Redaksi Suara, Suwarjono mengatakan beratnya tantangan yang dihadapi media lokal untuk bisa punya model bisnis yang berkelanjutan di saat adanya disrupsi teknologi, efisiensi anggaran pemerintah, dan kondisi ekonomi yang sedang tak baik-baik saja.
Baca juga: Women News Network: Jejaring Media Perempuan untuk Dorong Iklim Kesetaraan
“Media lokal sedang menghadapi tantangan yang luar biasa terutama soal isu sustainability, bagaimana bisa membangun bisnis model yang berkelanjutan,” ujarnya dalam sambutan pembuka di hotel JW Marriot, Jakarta.
Semakin sulitnya media bertahan sekarang juga diamini oleh Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria. Ia mengatakan bahwa media menghadapi pergeseran besar cara masyarakat mengonsumsi informasi. Selain itu, sekarang media juga menghadapi pengaruh kecerdasan buatan atau akal imitasi (AI), yang tak hanya dipakai masyarakat sebagai pengonsumsi informasi, tapi juga media sendiri yang sudah mulai menggunakan AI dalam produksi berita.
“Data menunjukkan 31 persen media di Global South menggunakan AI untuk produksi berita. Penggunaan AI di industri media ini tetap harus diawasi agar tetap mengedepankan jurnalisme berkualitas dan terpercaya,” kata Nezar.
Soal regulasi penggunaan AI tersebut, Nezar mengatakan bahwa pemerintah tengah menggodok skema penggunaan AI lewat undang-undang yang mengatur pemanfaatan AI yang tetap mengedepankan keamanan dan transparansi.

Baca juga: Kenapa Pemecatan Massal VICE dan Masa Depan Buruk Jurnalisme Tak Mengejutkan?
Inovasi dan Kolaborasi Adalah Kunci
Dihadiri lebih dari 100 media lokal, Suwarjono juga menggarisbawahi pentingnya media untuk terus berinovasi dan berkolaborasi untuk bisa bertahan dan menemukan model bisnis berkelanjutan.
“Forum ini diharapkan jadi ruang sharing knowledge, pengetahuan digital dan kolaborasi antar stakeholders,” tambah Suwarjono.
Abdul Manan, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers juga mengatakan bahwa model bisnis baru berbasis jurnalisme yang baik menjadi kunci bertahan bagi media lokal.
Pentingnya mendorong inovasi dan kolaborasi bagi ekosistem media juga diutarakan oleh Lars Bestle, Regional Director Asia. Menurutnya, berbagai dukungan kepada media juga berhubungan dengan dorongan untuk terus berinovasi dan berkolaborasi. Apalagi, katanya, daya saing media akan semakin kompetitif, sehingga peningkatan kualitas konten jadi krusial.
Sebagai media dengan topik niche dan berfokus pada perempuan, Pemimpin Redaksi Magdalene Devi Asmarani, juga merasakan pentingnya kolaborasi dan solidaritas antar media yang punya tantangan yang sama. Hal itu juga mendorong Magdalene menginisiasi Women News Network (WNN) pada Mei 2025 lalu. Beranggotakan sembilan media yang dipimpin dan berfokus pada isu perempuan, WNN lahir dari solidaritas antar media perempuan untuk mendorong kesetaraan gender di ekosistem media Indonesia dengan memperkuat dan mendukung model bisnis berkelanjutan.
“WNN ini adalah bentuk nyata dari women supporting women,” kata Devi.
Selain kolaborasi, media lokal seperti digitalMama.id juga menggarisbawahi pentingnya keterlibatan komunitas. Sebagai media yang berfokus pada isu pengasuhan dan kesetaraan, Firda Iskandar Media Social Strategist digital Mama mengatakan bahwa digital Mama terus berinovasi lewat program-program yang mengedukasi perempuan, salah satunya lewat inisiatif Digital Queen. Program ini berfokus memberikan pelatihan skill untuk para ibu supaya bisa lebih berdaya secara ekonomi lewat berjualan di platform digital.
Kekuatan komunitas bagi media juga ditekankan oleh Pemimpin Redaksi Bandung Bergerak Tri Joko Her Riadi. Ia mengatakan bahwa komunitas punya kekuatan besar untuk menggerakan isu yang diangkat media, sehingga media harus bisa memotret berbagai keresahan yang dirasakan masyarakat sebagai komunitas.
“Sebagai media lokal, Bandung Bergerak lahir dari anak-anak muda yang suka menuliskan berbagai keresahannya soal Bandung atau mungkin Jawa Barat. Itu yang berusaha terus kita jaga,” kata Her Riadi.

Baca juga: Semua Mau Jadi ‘Content Creator’: Profesi Jurnalis Sepi Peminat, Masa Depan Jurnalisme Suram?
Pentingnya menjaga komunitas dan pembaca juga disampaikan oleh Bagja Hidayat Wakil Pemimpin Redaksi Tempo. Terus berinovasi lewat pendekatan jurnalisme konstruktif jadi cara Tempo terus melihat kebutuhan pembacanya. Ada juga inisiatif platform Zetizen dari Kaltimtoday.co yang menyasar orang muda di daerah Kalimantan lewat konten-konten jurnalisme berbasis komunitas.
Arah strategi media yang mengedepankan kolaborasi juga sudah lama dilakukan BBC Indonesia. Lewat inisiatif Aksi Kita Indonesia, mereka mengajak orang muda peduli isu lingkungan lewat pendekatan budaya populer.
“Kami mengemas isu yang “berat” dengan lebih relevan bagi audiens muda dan agar lebih mudah diterima,” ujar Head of Production Aksi Kita Indonesia Jimmi Silitonga.
Ayomi Amindoni dari BBC Indonesia juga menambahkan bahwa BBC kini mulai melakukan kolaborasi lintas media untuk menggarap liputan mendalam. Semua dilakukan demi jurnalisme yang lebih berdampak.
“Memang sudah saatnya berkolaborasi jadi bisa menyoroti akar masalah sosial dan lingkungan dengan lebih humanis, jadi publik pun lebih terhubung secara emosional,” katanya.
















