Tak Penuhi Kuorum, Rapat Paripurna DPR Pengesahan RUU Pilkada Batal
Rapat paripurna DPR RI untuk pengesahan RUU Pilkada yang rencananya digelar 22 Agustus batal karena tak memenuhi kuota kuorum.
Rapat Paripurna DPR RI Pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah batal digelar hari ini (22/08) karena jumlah anggota DPR yang hadir tidak memenuhi kuorum. Pembatalan rapat tersebut terjadi ketika ribuan massa mengepung kompleks DPR/MPR RI untuk memprotes RUU yang ditengarai akan menganulir keputusan terbaru Mahkamah Konstitusi, dan membuka jalan bagi manipulasi proses dan hasil Pilkada 2024.
Sementara itu penolakan terhadap RUU Kepala Daerah juga semakin bertambah, dengan organisasi masyarakat sipil, akademisi hingga media memberi pernyataan sikap yang keras menentang upaya-upaya inkonstitutional yang melanggar demokrasi demi melanggengkan kekuasan dan melebarkan dinasti politik
Setelah memberi waktu tambahan selama 30 menit, rapat paripurna diputuskan untuk dibatalkan karena hanya dihadiri 176 legislator, yang terdiri dari 89 orang yang hadir secara fisik, dan 87 orang yang hadir secara daring. Jumlah ini masih di bawah kuorum rapat paripurna yaitu 50 persen plus 1 dari 575 anggota DPR RI.
“Oleh karena itu, kita akan menjadwalkan kembali rapat Bamus (Badan Musyawarah) untuk rapat paripurna karena kuorum tidak terpenuhi,” kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad seperti dikutip oleh AntaraNews.
Baca juga: #PeringatanDarurat: Putusan MK, Penolakan DPR, dan Kejutan Pilkada 2024
Revisi RUU Pilkada
Sehari sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI menolak putusan Mahkamah Konstitusi No 60/PUU-XXII/2024 dan sepakat untuk membawa RUU Pilkada di Rapat Paripurna. Dari sembilan fraksi di DPR, hanya fraksi PDIP yang menolak RUU tersebut.
Keputusan tersebut memancing reaksi keras masyarakat, yang menganggap ini adalah langkah inkonsitutisional demi meloloskan calon-calon kepala daerah yang menjadi bagian dari koalisi politik yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, termasuk putranya Kaesang.
Keputusan MK yang dianggap progresif dinilai perlu untuk terus dikawal. Setelah berhasil “membirukan” media sosial dengan pesan “Peringatan Darurat”, kelompok pro-demokrasi, jaringan aktivis, akademisi serta masyarakat sipil pagi ini turun ke jalan untuk menolak rencana DPR mengesahkan RUU Pilkada tersebut.
Berbagai organisasi dan jaringan juga menyuarakan penolakan mereka. Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) menilai tengah terjadi “Krisis Konstitusi di Negara Kesatuan Republik Indonesia akibat dari pembangkangan Dewan Perwakilan Rakyat R.I. yang secara arogan dan vulgar telah mempertontonkan pengkhianatan mereka terhadap konstitusi.”
“Akibatnya, Indonesia kini berada di dalam bahaya otoritarianisme yang seakan mengembalikan Indonesia ke era kolonialisme dan penindasan. Tingkah-polah tercela yang diperlihatkan para anggota DPR itu, tak lain dan tak bukan merupakan perwujudan kolusi dan nepotisme, yang pada 1998 telah dilawan dengan keras oleh aksi massa dan mahasiswa sehingga melahirkan Reformasi,” demikian pernyataan yang ditandatangani oleh 120 orang guru besar Universitas Indonesia.
Koalisi Lintas Organisasi Pers menyatakan kekhawatiran bahwa demokrasi sedang berada dalam ancaman dan mengingatkan insan pers untuk membelanya dengan menyajikan informasi yang akurat kritis dan tidak mudah diintervensi.
Baca juga: Putusan MK Soal Batas Umur Capres-Cawapres dan Potensi Dinasti Politik Jokowi
“Upaya penganuliran dua keputusan lembaga konstitusi tertinggi tersebut dipertontonkan secara angkuh melalui proses legislasi rancangan undang-undang (RUU) Pilkada secara kilat, yang sudah tentu tidak mematuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Tercium aroma busuk di balik niat untuk merevisi undang-undang pilkada ini setelah putusan MK, hingga menyisakan pertanyaan tentang masa depan konstitusi dan demokrasi kita,” demikian pernyatan Koalisi Lintas Organisasi Pers.
Koalisi Lintas Organisasi Pers terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya, Pewarta Foto Indonesia (PFI), Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), dan Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) 9, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet).